Dosen Tewas di Kamar Hotel

AKBP Basuki Masukkan Nama Dosen Dwinanda Bak Anak Sendiri, Modus Tutupi 5 Tahun Kumpul Kebo?

Dwinanda Linchia Levi (35) diduga kuat meninggal dunia karena sakit. Seorang Polri pangkat AKBP mengaku punya hubungan asmara dengannya.

Editor: Refly Permana
Polda Jateng via Tribunjateng.com dan Facebook
LANGGAR KODE ETIK - Bidpropam menahan AKBP Basuki di ruang tahanan khusus di rumah tahanan Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (19/11/2025) petang (kiri). Potret dosen muda Untag inisial DLL semasa hidup (kanan). Kini proses penahanan dilakukan selepas AKBP Basuki terbukti melanggar kode etik berupa tinggal seatap bersama perempuan tanpa ikatan perkawinan yang sah. 
Ringkasan Berita:
  • Apakah hubungan asmara antaran AKBP Basuki dengan almarhumah Dwinanda menjadi alasan nama mereka ada di KK yang sama?
  • Nasib AKBP Basuki setelah mengakui punya hubungan asmara dengan dosen perempuan yang ditemukan tewas di kamar hotel kawasan Semarang.
  • Hasil autopsi terkait sebab kematian Dwinanda.

 

SRIPOKU.COM - Dwinanda Linchia Levi (35) diduga kuat meninggal dunia karena sakit.

Namun, cerita di balik kematian dosen Untag tersebut keburu menarik perhatian publik.

Sebab, sosok yang pertama kali mengetahui dan mengabarkan kematiannya di hotel kawasan Semarang pada Senin (17/11/2025) silam adalah perwira Polri berpangkat AKBP.

Ironisnya lagi, kondisi Dwinanda saat ditemukan tidak bernyawa sedang tidak mengenakan busana sehelaipun.

Kini terkuak, oknum Polri bernama AKBP Basuki ternyata punya hubungan spesial dengan Dwinanda.

"Iya, mereka ada hubungan itu (asmara) dan mereka tinggal satu rumah" kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto, di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Kamis (20/11/2025).

Hubungan itu, lanjut Artanto, sudah dijalani antara AKBP Basuki dengan korban sejak tahun 2020.

Namun, keterangan itu baru sepihak dari Basuki.

"Untuk membuktikan keterangan itu, kami melakukan pemeriksaan kembali dan harus dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung."

"Sehingga kronologis ini benar-benar betul dapat kita runtut pasalan maupun kronologis awal komunikasi maupun hubungan asmara ini," jelasnya.

Artanto menyebut, selama menjalin hubungan asmara, AKBP Basuki tinggal satu atap dengan korban.

Ketika peristiwa korban meninggal dunia, perwira menengah itu berada satu kamar dengan korban.

"Iya tahu (detik-detik Kematian). Jadi AKBP B ini adalah saksi kunci dari penyelidikan peristiwa pidana maupun kode etik ini," jelasnya.

AKBP Basuki bakal menjalani sidang kode etik profesi Polri sebelum masa penahanannya habis.

Artanto menyebut, sidang kode etik akan dilakukan secepatnya.

"Karena ini merupakan pelanggaran etik maka sanksi terberat adalah di PTDH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat/dipecat)," ujarnya.

Di sisi lain, Polda Jateng juga melakukan penyelidikan dugaan pidana kasus ini.

Polisi masih mengidentifikasi alat bukti yang ada seperti handphone dan laptop korban.

Selain itu, meminta keterangan saksi lain di antaranya petugas kos-hotel (kostel). 

"Kami juga menunggu hasil autopsi korban nantinya akan kami gelar perkara untuk menentukan kasus ini ada unsur-unsur pidana atau tidak," ungkap Artanto.

Baca juga: AKBP Basuki Akui Punya Hubungan Asmara Dengan Dwinanda Sejak 2020, Tinggal Satu Atap tanpa Status

Ada di KK yang Sama

Rupanya, nama AKBP Basuki dan almarhumah Dwinanda terdaftar dalam satu Kartu Keluarga (KK) yang sama.

"Ini yang baru kami tahu," kata Dirreskrimum Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Dwi Subagio.

Untuk itu, dia juga meminta agar masyarakat yang mengetahui soal peristiwa itu melaporkan ke penyidik. 

"Kami akan dalami itu," ujar dia. 

Dwi tak membantah di beberapa momen korban dan AKBP Basuki diketahui beraktivitas bersama. 

Namun, dia belum bisa membocorkan secara detail karena masih dalam pendalaman. 

"Sedang kami dalami bagaimana hubungan sebenarnya antara mereka ini," lanjutnya.

Sempat Sebut Tak Ada Hubungan Apa-apa

Sebelumnya, AKBP Basuki mengaku tidak punya hubungan apa-apa dengan dosen Untag tersebut.

Namun, ia tidak menampik memang sering bersama Dwinanda hingga detik-detik terakhir.

Perwira yang bertugas di Ditsamapta Polda Jawa Tengah itu menyebut, Levi (Dwinanda) sudah lama bermasalah dengan tekanan darah dan kadar gula tinggi.

Menurut dia, Levi sempat muntah-muntah pada Minggu (16/11/2025) sore.

“Saya antar ke rumah sakit dulu. Terakhir saya lihat, dia masih pakai kaus biru-kuning dan celana training,” ujar Basuki kepada wartawan.

Ia mengaku terkejut saat mendapati Levi tergeletak tanpa busana keesokan hari, dengan mengeluarkan darah dari hidung dan mulut.

Basuki berdalih kondisi itu dipicu reaksi tubuh menjelang kematian.

Ia menyatakan tidak ada hubungan asmara, dan mengaku mengenal Levi hanya karena rasa simpati sejak orangtua Levi meninggal dunia.

Bahkan, Basuki mengatakan sempat membiayai proses wisuda doktor Levi.

“Saya sudah tua. Tidak ada hubungan seperti yang orang pikirkan,” ujarnya.

Baca juga: Aktivitas Berat Apa yang Dilakukan Dosen D Hingga Jantung Sobek? Kerabat : Apalagi Tanpa Busana

Dwinanda Sempat Lakukan Aktivitas Berat

Dugaan penyebab kematian Dwinanda Linchia Levi (35) menurut Polda Jateng adalah penyakit.

Namun, berdasarkan hasil autopsi, kerabat merasakan ada yang janggal.

Andaikata memang karena sakit, kerabat merasa ada suatu hal yang menjadi pemicu sehingga kondisi dosen Untag Semarang itu meninggal dunia.

"Terlebih, kondisinya tanpa busana," kata TW, seorang kerabat Dwinanda, ketika dibincangi TribunJateng.com pada Rabu (19/11/2025).

TW mengaku keluarga sudah menerima hasil autopsi, tetapi baru disampaikan secara lisan dari pihak rumah sakit.

Dari situ, keluarga mendapat informasi bahwa Dwinanda sempat melakukan aktivitas beras yang menyebabkan jantungnya robek.

"Kami tidak tidak tahu aktivitas berlebihan seperti apa sampai kondisi tubuh korban tanpa busana dan jantung sobek, ini yang perlu polisi usut tuntas," ujar TW.

TW mewakili keluarga menilai polisi perlu melakukan penyelidikan soal keberadaan polisi berpangkat AKBP (kabar terbaru sudah dipatsus oleh propam, red) yang berada di lokasi kejadian bersama korban.

Ia juga mendapatkan informasi, polisi tersebut yang mengantarkan korban ke rumah sakit sebelum meninggal dunia.

"Korban ketika periksa di rumah sakit itu tensi darah tinggi, gula darah tinggi, dilarang aktivitas berlebihan. Namun, kenapa Nanda (korban) bisa melakukan aktivitas berlebihan, adanya polisi di lokasi kejadian sebelum korban meninggal perlu diselidiki," katanya.

Ia mencurigai polisi tersebut dalam kasus ini. Sebab, polisi itu juga dengan mudahnya memasukkan identitas korban ke dalam kartu keluarga (KK).

Padahal secara administrasi resmi, korban seharusnya masih satu KK dengan keluarganya di Purwokerto.

"Nanda (korban) masih tercatat sebagai warga di Purwokerto. Tapi kog bisa masuk ke KK polisi itu berarti ini ada permainan. Karena itu (identitas dobel) itu tidak boleh," terangnya.

Perwakilan Mahasiswa Untag, Antonius Fransiskus Polu mendapatkan informasi serupa soal hasil autopsi korban yang merupakan dosennya.

"Hasil autopsi yang kita dapat secara lisan di RSUP Kariadi adalah ada aktivitas lebih ekstra yang menyebabkan jantungnya pecah. Tapi yang menjadi kejanggalan posisi korban tergeletak di lantai dan tubuhnya tanpa busana," bebernya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved