FENOMENA Tren Foto Pelari di Ruang Publik, Komdigi : Fotografer Bisa Digugat Jika Disebar Tanpa Izin

masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sesuai UU PDP dan UU ITE.

Editor: Welly Hadinata
Kompas.com
Ilustrasi fotografer yang sedang mengabadikan momen pelari di kawasan Center Point of Indonesia (CPI), Makassar.(Rida Nur Masita/KompasTV) 
Ringkasan Berita:
  • Foto wajah di ruang publik termasuk data pribadi. Komdigi menegaskan foto seseorang tidak boleh disebarkan atau dijual tanpa izin, sesuai UU Pelindungan Data Pribadi.
  • Masyarakat berhak menggugat pelanggaran. Setiap penyalahgunaan atau publikasi foto tanpa izin bisa digugat berdasarkan UU PDP dan UU ITE.
  • Tren pelari di kota besar dimanfaatkan beberapa fotografer untuk dijual daring, memicu perdebatan soal privasi dan etika digital.

SRIPOKU.COM, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan, setiap pengambilan dan publikasi foto di ruang publik wajib mematuhi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Pernyataan ini disampaikan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menanggapi fenomena foto pelari yang dijual tanpa izin di marketplace.

Menurut Alexander, foto yang menampilkan wajah atau ciri khas seseorang termasuk data pribadi, sehingga tidak boleh disebarkan atau dikomersialkan tanpa persetujuan eksplisit dari subjek foto.

Setiap bentuk pemrosesan data pribadi, mulai dari pengambilan hingga penyebarluasan, harus memiliki dasar hukum yang jelas.

“Tidak boleh ada pengkomersialan hasil foto tanpa persetujuan dari subyek yang difoto,” tegas Alexander.

Lebih lanjut, masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sesuai UU PDP dan UU ITE.

Komdigi juga berencana mengundang fotografer, asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI), serta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk memperkuat pemahaman hukum dan etika fotografi di ruang digital.

Fenomena ini muncul seiring tren olahraga lari di kota-kota besar. Beberapa fotografer dadakan mengambil foto pelari di ruang publik tanpa izin, lalu menjualnya secara daring, baik di ajang resmi maupun kawasan olahraga umum.

Praktik ini memicu perdebatan tentang hak atas citra diri dan privasi di era digital, sehingga menjadi perhatian pemerintah dalam menjaga ekosistem digital yang aman dan beretika.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved