Pengakuan Saksi
Bagi Septian Utama, pemilik bengkel, malam itu seharusnya menjadi waktu istirahat yang tenang bersama keluarganya. Namun, tidurnya pecah oleh suara gaduh dan teriakan minta tolong dari luar.
"Saksi melihat dari dalam, ada tiga orang di dekat korban dan tampak seperti sedang mengeroyok," jelas Kombes Harryo, menceritakan kembali kesaksian Septian.
Mengira keributan itu adalah tawuran antar pemuda yang kerap terjadi, rasa takut menyelimuti Septian.
Ia memilih untuk tidak keluar, menunggu suasana kembali hening. Beberapa menit yang terasa begitu panjang kemudian, ia memberanikan diri membuka pintu.
Pemandangan yang menyambutnya begitu mengerikan. Di bawah sebuah kursi kayu, M Ridho tergeletak tak berdaya dengan luka menganga di sekujur tubuh.
Darah segar membasahi lantai bengkel. Di sekitarnya, tertinggal jejak-jejak kekerasan, sebuah senapan angin yang telah patah, sebilah pisau dapur yang bengkok, dan ceceran darah yang menjadi saksi bisu pertarungan tak seimbang.
Ketua RT dan RW setempat segera dihubungi, yang kemudian meneruskan laporan ke Polsek Plaju. Tak lama, tim identifikasi tiba di lokasi.
Jasad Ridho segera dievakuasi ke RS Bhayangkara M Hasan, tempat ia akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Kronologi Kejadian
Pembunuhan ini pertama kali diketahui oleh saksi Septian Utama, pemilik bengkel tempat kejadian perkara (TKP), yang kala itu sedang tidur bersama keluarganya di dalam bengkel.
Ia terbangun karena mendengar suara gaduh dan teriakan minta tolong.
“Saksi melihat dari dalam, ada tiga orang di dekat korban dan tampak seperti sedang mengeroyok. Karena mengira itu tawuran, saksi takut dan tidak keluar,” jelas Harryo.
Beberapa menit kemudian, setelah suasana hening, saksi memberanikan diri keluar dan menemukan korban telah tergeletak bersimbah darah di bawah kursi kayu.
Di sekitar korban ditemukan senapan angin patah, pisau dapur dalam kondisi bengkok, serta ceceran darah.