Masih ada beberapa situs internet maupun platform e-commerce yang secara terselubung menjual produk tembakau yang tidak diakui pemerintah tersebut.
Hal ini dikarenakan peminat dari produk tersebut tidak hanya dari kalangan bawah tetapi juga dari kalangan menengah.
Di tengah krisis ekonomi yang belum stabil akibat efek pandemi virus covid – 19 beberapa tahun lalu, ditambah perbedaan harga yang sangat signifikan antara rokok legal dan ilegal, adalah Suatu hal yang lazim jika rokok ilegal digandrungi oleh setiap lapisan masyarakat.
Berharap kepada Regulasi
Seyogianya pemerintah tidak tinggal diam terhadap fenomena penjualan rokok ilegal tersebut. Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, merupakan upaya dalam memberantas fenomena rokok ilegal saat ini.
Dalam pasal 434 PP Nomor 28 Tahun 2024, pada intinya sudah melarang penjualan rokok secara eceran dan melalui jasa situs web maupun media sosial. Pelarangan ini jelas memberikan kepastian hukum sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi stakeholder (pihak terkait).
Fenomena merebaknya penjualan rokok ilegal di dunia maya, sebenarnya hampir sama dengan kasus pinjol maupun judol.
Dalam kasus pinjol, tingginya pengguna pinjaman dilandasi untuk memenuhi keinginan pragmatis. Contohnya, banyak yang meminjam hanya untuk memuaskan life style (gaya hidup) belaka dibandingkan untuk digunakan bisnis yang sustainability (berkelanjutan).
Jika dana pinjaman digunakan untuk usaha yang berkelanjutan maka selain dapat memberi keuntungan, peminjam tersebut tidak akan lupa atas kewajibannya untuk membayar utang.
Sama dengan judol, tingginya pemakai judol yang notabene hampir sama dengan jumlah perokok aktif di Indonesia. Alih-alih mendapatkan untung besar dari perjudian, justru masyarakat maupun negara banyak menerima kerugian atas bisnis haram tersebut.
Tidak mengherankan jika ada kasus anggota masyarakat yang depresi hingga bunuh diri diakibatkan pinjol dan judol. Triliunan rupiah raib diambil oleh para bandar judi yang notabene banyak tinggal di luar negara Indonesia. Fenomena ini secara tidak langsung juga memberikan efek kerugian bagi negara.
Hal ini pun juga berlaku sama dengan peredaran rokok ilegal melalui media daring. Potensi hilangnya pendapatan negara secara sia-sia, dapat terjadi jika tidak ditanggulangi secara komprehensif.
Sekalipun regulasi sudah melarang penjualannya, akan tetapi dunia maya adalah dunia yang tidak bertuan, artinya semua pihak yang ada dalam ruang virtual tersebut tidak diketahui secara pasti apakah memang asli atau palsu.
Oknum pelaku usaha dapat memanipulasi keberadaan dirinya di lokapasar maupun media sosial. Berbagai macam cara muslihat dilakukan dengan menggunakan akun palsu, nama domain palsu, dan sejenisnya. Hal ini tentu saja demi mengelabui aparat penegak hukum yang secara mencarinya.
Persoalan memecahkan solusi terkait peredaran rokok ilegal tidak hanya bergantung kepada aspek substansi (peraturan) hukum saja.
Struktur (aparat penegak) hukum dan budaya hukum di masyarakat juga harus dioptimalkan dalam menyelesaikan masalah patgulipat rokok ilegal di pasar gelap. Bukankah begitu?