Hari Kartini 21 April, Implementasi Pemikiran Kartini di Era Digital

Editor: Salman Rasyidin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dra. Syafiah Zuhdi MSi

Keinginan Kartini tersebut atas kenyataan perlakuan diskriminasi yang terjadi pada saat itu, dimana pribumi menjadi golongan kelas dua yang tidak per­lu menjadi pintar mendapatkan pengetahuan menurut pe­me­rintah Belanda ter­utama kaum wanita/perempuannya.

Menurut R.A Kartini me­nun­tut ilmu dan meng­amalkannya adalah suatu kewajiban sehingga pendidikan ba­gi perempuan sa­­ngat penting untuk dapat di implementasikan dalam kehi­dup­annya mengurus rumah tangga.

Selain itu bisa mendidik anak-anaknya dan mengembangkan potensi anak-a­naknya agar kelak berguna.

Kalau kita cermati pemikiran Kartini, ternyata bidang pendidikan merupakan se­suatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Sebab, Kartini yakin ha­nya pen­didikan alat satu-satunya untuk mengangkat derajat perempuan dan me­nya­darkan masyarakat tentang pentingnya peran perem­puan dalam mem­bang­un per­adaban.

Pendidikan berarti memelihara hidup-tumbuh kearah kemajuan.

Se­bagai con­toh bisa dilihat dari kepesatan kemajuan Jepang.

Undang-undang Fun­da­mental tentang Pendidikan Tahun 1872, mengekspresikan komitmen publik un­tuk me­mastikan bahwa “tidak ada komunitas dengan anggota keluarga yang tidak melek huruf”.

Di Jepang pada tahun 1910 penduduknya hampir semuanya melek hu­ruf 110 tahun lebih dahulu dibanding Indonesia berdasarkan data BPS Tahun 2020 , angka melek huruf  mencapai 98,29%.

Tantangan rezim pendidikan dan il­mu pengetahuan dalam Republik Indonesia merdeka adalah bagaimana menyi­ng­kir­kan diskriminasi dan memperluas akses terhadap lembaga pendidikan seraya te­tap mempertahankan mutu pendidikan.

Diakui bahwa selama tujuh dekade Indonesia merdeka, pembangunan manusia In­donesia merupakan pembangunan yang amat terbelakang.

Semula ada anggapan bah­wa keterbelakangan pembangunan manusia Indonesia ini merupakan kon­sek­wensi dari besarnya jumlah penduduk Indonesia.

Nyatanya di Negara-negara ber­penduduk besar seperti Amerika Serikat dan Ne­gara-negara berpenduduk besar la­innya dalam kelompok BRICs (Brazil, Rusia, In­dia, China) memperoleh capaian tinggi dalam IPM (Indeks Pembangunan Manusia).

Beruntung Indonesia masih mewarisi sisa-sisa modal sosial yang kuat yang diper­sa­tukan dengan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang perkem­ba­ng­annya saat ini pun mulai merisaukan dengan tren peluluhan.

Usaha merawat per­satuan untuk memperkuat per­satuan nasional, anak-anak Indonesia harus berke­pri­badian dan berkarakter.

Halaman
1234

Berita Terkini