Keinginan Kartini tersebut atas kenyataan perlakuan diskriminasi yang terjadi pada saat itu, dimana pribumi menjadi golongan kelas dua yang tidak perlu menjadi pintar mendapatkan pengetahuan menurut pemerintah Belanda terutama kaum wanita/perempuannya.
Menurut R.A Kartini menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah suatu kewajiban sehingga pendidikan bagi perempuan sangat penting untuk dapat di implementasikan dalam kehidupannya mengurus rumah tangga.
Selain itu bisa mendidik anak-anaknya dan mengembangkan potensi anak-anaknya agar kelak berguna.
Kalau kita cermati pemikiran Kartini, ternyata bidang pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Sebab, Kartini yakin hanya pendidikan alat satu-satunya untuk mengangkat derajat perempuan dan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya peran perempuan dalam membangun peradaban.
Pendidikan berarti memelihara hidup-tumbuh kearah kemajuan.
Sebagai contoh bisa dilihat dari kepesatan kemajuan Jepang.
Undang-undang Fundamental tentang Pendidikan Tahun 1872, mengekspresikan komitmen publik untuk memastikan bahwa “tidak ada komunitas dengan anggota keluarga yang tidak melek huruf”.
Di Jepang pada tahun 1910 penduduknya hampir semuanya melek huruf 110 tahun lebih dahulu dibanding Indonesia berdasarkan data BPS Tahun 2020 , angka melek huruf mencapai 98,29%.
Tantangan rezim pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam Republik Indonesia merdeka adalah bagaimana menyingkirkan diskriminasi dan memperluas akses terhadap lembaga pendidikan seraya tetap mempertahankan mutu pendidikan.
Diakui bahwa selama tujuh dekade Indonesia merdeka, pembangunan manusia Indonesia merupakan pembangunan yang amat terbelakang.
Semula ada anggapan bahwa keterbelakangan pembangunan manusia Indonesia ini merupakan konsekwensi dari besarnya jumlah penduduk Indonesia.
Nyatanya di Negara-negara berpenduduk besar seperti Amerika Serikat dan Negara-negara berpenduduk besar lainnya dalam kelompok BRICs (Brazil, Rusia, India, China) memperoleh capaian tinggi dalam IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Beruntung Indonesia masih mewarisi sisa-sisa modal sosial yang kuat yang dipersatukan dengan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang perkembangannya saat ini pun mulai merisaukan dengan tren peluluhan.
Usaha merawat persatuan untuk memperkuat persatuan nasional, anak-anak Indonesia harus berkepribadian dan berkarakter.