Oleh : Dra. Syafiah Zuhdi MSi
Kasi Pembinaan Kesertaan KB Dinas Pengendalian Penduduk KBP3AD, Kab. Ogan Ilir
Peringatan Hari Kartini, bukanlah sebatas pada seremoni menggunakan kebaya dan sanggul dalam sehari.
Kartini adalah pejuang pendidikan perempuan Indonesia di akhir abad ke-19, mengusulkan, agar anak-anak diberi pendidikan modern dan pendidikan budi pekerti (karakter).
Sebab, suatu bangsa yang tidak berbudi dan bermoral baik, pasti akan mengalami kemunduran.
Kartini yang cerdas
Kartini, yang bernama lengkap Raden Adjeng Kartini ini terlahir dari rahim seorang ibu bernama Ngasirah, salah satu dari istri Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Ibunya, adalah putri Kiyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara dengan Nyai Haji Siti Aminah.
Masa kanak-kanaknya yang menyenangkan bersekolah dan bergaul dengan teman-teman di Europeesche Lagere School (ELS).
Kartini, salah satu murid pribumi perempuan di sekolah itu, sikapnya yang lincah, gesit, pandai dan mudah bergaul menjadikannya sangat menonjol di sekolahnya yang kebanyakan muridnya adalah anak campuran Belanda –Indonesia dan Belanda.
Kefasihannya dan kemahirannya menulis dalam bahasa Belanda, membuat ia sangat dikenal ketika sekolahnya ELS kedatangan seorang inspektur Belanda.
Ia menyuruh murid sekolah itu membuat karangan dalam bahasa Belanda dan hasil penilaiannya,karangan Kartinilah yang paling Bagus (Gelap-Terang Hidup Kartini, hal.30).
Kartini dimasa kanak-kanak, selain memperoleh pendidikan sekolah barat di ELS oleh ayahnya, ia juga memperoleh pendidkan membaca Al qur’an.
Ibunya, anak seorang guru agama yang dibesarkan dengan nilai-nilai religi yang kuat sangat keras mendidik Kartini dalam hal ibadah.
Kartini adalah muslimah yang taat, walaupun ia sebagai anak dari seorang priyayi pada saat itu dan ia seorang anak yang cerdas.