Google Maps Sesumbar 3D Globe Mode, Perlihatkan Jika Bumi Itu Bulat, Tak Lagi Datar

Penulis: Tresia Silviana
Editor: Tresia Silviana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Google Maps

SRIPOKU.COM - Google baru saja merilis pembaruan terkait kinerjanya Google Maps.

Awal pekan ini, Google Maps merilis beberapa pembaruan tentang peta bumi untuk meningkatkan pengalaman pengguna menjajal peta digital.

Tak hanya meningkatkan kualitas peta, Google Maps juga menambah pembaruan status baterai pada fitur 'location sharing'.

Serta memberikan rekomendasi restoran yang dinggap cocok dengan pengguna.

Kembali lagi ke peta di Google Maps.

Google Maps resmi merilis pemutakhiran antarmuka dalam bentuk digital.

Baca: Akhirnya Ketahuan! Ini Sosok Enam Kriteria Cawapres Jokowi Diumumkan 8-10 Agustus

Jika biasanya pengguna dapat melihat peta dalam dua dimensi (2D).

Kini Google Maps sudah memperbaharuinya dalam bentuk tiga dimensi (3D) atau disebut “3D Globe Mode”.

Google Maps (Kolase Sripoku.com/Twitter/GoogleMaps)

Baca: Mewahnya Rumah Ivan Gunawan, Berisi Barang Antik & Mahal tapi tak Ada Dapur, Ini Penampakannya!

Google sesumbar 3D Globe Mode memberikan perspektif yang lebih akurat soal Bumi dalam bentuk bulat.

Raksasa Cupertion itu menyebut skala tiap wilayah pun lebih presisi dalam 3D ketimbang 2D.

Salah satu contohnya, Greenland tampak sama besarnya dengan Afrika ketika dilihat dari perspektif 2D.

Padahal ukurannya jelas berbeda dan pengguna bisa melihatnya ketika secara full di-zoom out.

Google Maps mengumumkan pemutakhiran antarmuka layanannya melalui akun Twitter personalnya (@googlemaps) Minggu (5/8/2018).

"With 3D Globe Mode on Google Maps desktop, Greenland's projection is no longer the size of Africa.

Just zoom all the way out at http://google.com/maps," tulis Google Maps.

Baca: Romantis! 6 Selebriti Indonesia Ini Nikahi Teman Masa Kecil, No 5 Sedih Karena Ditinggal Mati

Perubahan antarmuka ini bisa dibilang tak signifikan dibandingkan fitur-fitur lain yang dirilis Google Maps sepanjang pekan.

Akan tetapi, hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa Google adalah pendukung bumi bulat, bukan bumi datar.

Seperti diketahui, jika perdebatan yang terjadi diantara beberapa pihak terkait bumi itu bulat atau datar masih berlangsung hingga kini.

Untuk sementara, Google Maps 3D Globe Mode cuma tersedia untuk akses dekstop.

Belum jelas kapan bakal dibawa pula ke aplikasinya.

Kita tunggu saja.

Nah, kalau kalian termasuk tim mana, bumi itu bulat atau datar? (*)

Tak Perlu Kirim Satelit, Ada 7 Cara Buktikan Bumi Itu Bulat

Musisi rap B.o.B mengajak semua orang untuk menggalang dana melalui laman GoFundMe hingga 1 juta dolar AS. Uang itu rencananya akan dibelikan satelit. Tujuannya hanya satu, untuk membutikan apakah bumi benar bulat atau datar.

Perdebatan mengenai bentuk bumi telah menghasilkan dua penganut. Masing-masing kubu berupaya memberikan analisisnya.

Dilansir dari Live Science, sebetulnya ada berbagai cara untuk membuktikan bentuk bumi tanpa menggunakan satelit, mulai dari yang murah dan mudah hingga yang butuh dana lebih.

Pertama, melalui kapal yang berlayar di atas lautan. Cara ini sebetulnya telah diajarkan sejak sekolah menengah melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, mari kita bahas lebih jauh.

Baca: Cerita Inspirasi - Sukses di Usia Muda Why Not, Kepala Cabang Dealer Mobil Sekaligus Koki Martabak

Saat kapal berlayar menjauh dari dermaga, lambung kapal akan menghilang ditelan cakrawala lebih dulu dibandingkan dengan tiang kapal. Hal sebaliknya berlaku saat kapal datang dari lautan, tiang kapal terlihat lebih dulu dibandingkan dengan lambung kapal.

Pada 1881, sebuah teks pertama tentang bumi datar yang disebut “Astronomi Zetetik” berusaha menyanggah fenomena kapal di lautan.

Alasannya, penghilangan kapal hanyalah akibat dari ilusi yang dibawa oleh perspektif mata.

Jika Anda ingin membuktikannya sendiri, bawalah teleskop atau teropong dan pergi ke pelabuhan. Dengan daya penglihatan yang lebih jelas, kapal masih akan menghilang di bawah kurva bumi.

Kedua, perhatikan bintang. Cara ini kali pertama ditemukan oleh filsuf Yunani Aristoteles pada 350 SM. Garis lintang yang berbeda akan menciptakan perbedaan konstelasi bintang, misalnya Bintang Biduk dan rasi bintang Crux.

Bintang Biduk akan selalu bisa dilihat pada garis lintang 41 derajat utara atau lebih tinggi. Tujuh bintang yang terlihat seperti sendok itu tak akan terlihat bila Anda berada di bawah 25 derajat selatan. Di bagian utara Australia yang merupakan utara dari lintang tersebut, Bintang Biduk hampir tak terlihat di atas cakrawala.

Begitu juga dengan yang rasi bintang Crux yang berada di belahan bumi selatan. Rasi bintang tersebut tak akan terlihat bila Anda tidak cukup selatan hingga berada di Florida Keys.

Perbedaan ini hanya dapat dijelaskan karena bumi berbentuk bulat. Sebab, bila bumi berbentuk piringan, bintang biduk dan rasi bintang Crux akan bisa dilihat dari bagian bumi mana pun.

Baca: Penasaran, Mengapa Api Obor Asian Games Terus Hidup, PLH Walikota Palembang Ungkap Caranya

Ketiga, perhatikan gerhana. Lagi-lagi kita akan menengok pada pembuktian Aristoteles. Murid Plato itu melakukan eksperimen pada gerhana bulan. Saat itu, bayangan bumi di wajah matahari melengkung. Fenomena gerhana matahari menandakan bahwa bulan, bintang, dan planet saling mengorbit.

Jika bumi datar, dan matahari dan bulan merupakan benda kecil yang melayang di atasnya, gerhana matahari total yang terjadi di Amerika Utara pada Agustus 2017 lalu menjadi sulit dipahami.

Keempat, panjatlah pohon. Cara ini sangatlah mudah dan setiap orang bisa melakukannya. Dengan naik ke tempat yang lebih tinggi, Anda bisa melihat lebih jauh dari sebelumnya.

Kelengkungan bumi hanya memberikan jarak pandang sejauh lima kilometer ke depan. Bila bumi datar, seharusnya jarak pandang yang bisa dilihat tetap sama berapapun ketinggian Anda.

Kelima, jika Anda cukup beruntung dengan punya banyak uang, naiklah penerbangan keliling dunia. Perusahaan penerbangan AirTreks telah menyediakan jasa seperti itu.

Berdasarkan studi yang dipublikasikan dalam jurnal Applied Optics tahun 2008, kurva Bumi agak terlihat pada ketinggian sekitar 10 kilometer, selama Anda punya sudut pandang 60 derajat.

Lengkungan ini semakin terlihat ketika Anda mencapai ketinggian 15 kilometer, sesuatu yang dulu mudah dicapai oleh para penumpang pesawat jet Concorde yang terbang pada ketinggian 18 kilometer.

Keenam, melalui balon cuaca. Hal ini pernah dilakukan oleh mahasiswa University of Leicester pada Januari 2017 yang mengikatkan kamera di balon cuara. Naik hingga naik 23,6 kilometer, rekaman menunjukkan adanya lengkungan cakrawala.

Baca: Sejarah Film Si Doel, Bukan Rano Karno Orang Minang Ini Penciptanya & Cerita Aslinya Soal Protes!

Terakhir, cara yang cukup murah dan sederhana: pembandingan bayangan. Cara ini pernah digunakan oleh matematikawan Yunani bernama Eratosthenes untuk memperkirakan keliling bumi.

Dia membandingkan bayangan titik balik matahari antara Aswan dan Alexandria yang lebih di utara. Tepat pada pukul 12 siang, matahari yang berada di atas kepala tak menghasilkan bayangan saat Eratosthenes berada di Aswan. Sebaliknya, bayangan muncul dari tongkat yang dipasang di Alexandria pada jam yang sama.

Ketika mendapati hal ini, Eratosthenes pun menyadari bahwa dia bisa menghitung keliling bumi jika mengetahui sudut bayangan dan jarak antara kedua kota tersebut.

Mari bayangkan jika bumi datar. Perbedaan panjang bayangan tentunya tak akan terjadi karena posisi matahari relatif akan sama terhadap tanah. Namun, karena bumi berbentuk bulat, posisi matahari pun berbeda, walaupun kedua kota tersebut hanya berjarak beberapa ratus kilometer. (Kompas.com)

Baca: Sempat Hina Siti Badriah Pakai Jargon Miliknya, Kini Beredar Video Lagu Syahrini diduga Plagiat

Baca: Dulu Berbobot Setengah Ton, Kini Tubuhnya Mengejutkan, Berhasil Sedot Lemak Hilang Hingga 80%

Baca: Kisah Agus Hernoto, Prajurit Berkaki Satu Legenda Kopassus, Ikhlas Kaki Membusuk di Hutan Demi Misi

Baca: Heboh Video Panas Cut Tari dan Luna Maya Diungkit, Farhat Abbas Ngotot Harus Divonis, Ternyata

Berita Terkini