'DI PAUD Nyebokin Murid' Hakim MK Sebut Tugas Guru Lebih Berat dari Dosen

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, membuat pernyataan yang menyentuh hati terkait profesi guru.

Editor: Yandi Triansyah
Mahkamah Konstitusi
TANGKAPAN LAYAR - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, dalam Sidang Perkara Nomor 28, 37/PUU-XXIII/2025 tentang Hak Cipta, Kamis (7/8/2025). 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, membuat pernyataan yang menyentuh hati terkait profesi guru.

Dalam sidang gugatan batas usia pensiun guru di Gedung MK, ia menyebut bahwa tugas seorang guru jauh lebih berat daripada dosen.

Pernyataan ini muncul sebagai respons atas pandangan dari Kementerian Pendidikan yang menganggap tugas dosen lebih berat.

Sidang tersebut berawal dari gugatan yang diajukan oleh Sri Hartono, seorang guru Bahasa Inggris dari SMA Negeri 15 Semarang.

Ia keberatan dengan aturan batas usia pensiun guru yang ditetapkan 60 tahun, sementara dosen bisa pensiun pada usia 65 tahun. Arief Hidayat melihat ini sebagai sebuah paradoks.

Saat menanggapi keterangan dari Staf Ahli Kementerian Pendidikan, H. Biyanto, yang menyebut tugas dosen lebih berat, Arief Hidayat menampik pandangan tersebut.

Ia berargumen, berdasarkan pengalamannya menjadi dosen selama 40 tahun, mahasiswa dituntut untuk mandiri.

Dosen tidak memiliki tuntutan untuk memastikan setiap mahasiswa benar-benar paham.

Sebaliknya, menurut Arief, guru mendidik anak sejak dini dan memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar.

Ia mencontohkan, guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bahkan harus "nyebokin" atau membersihkan muridnya.

"Tapi kalau guru mendidik sejak awal, apalagi guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), ngajari termasuk nyewoki, nyebokin, itu lebih berat daripada dosen," ujar Arief.

 "Kalau dosen, masa nyebokin segala, kacau balau nanti, ya."

Ia melanjutkan, tugas guru tidak hanya sebatas di kelas, tetapi juga menyiapkan materi dengan penuh dedikasi.

Hal ini membuat perbedaan usia pensiun menjadi aneh, di mana profesi yang dinilainya lebih berat justru memiliki batas usia pensiun yang lebih singkat.

"Kan sebetulnya, kenapa yang lebih berat malah boleh sampai di usia yang lebih tinggi? Sedangkan ini yang hanya pendidikan kok, enggak boleh? Itu kan paradoks sebetulnya penjelasan itu," pungkas Arief.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved