Hasto Catat Sejarah Baru Amnesti di Indonesia, Selama Ini 'Jatah' Pemberontak

Meski amnesti sudah ada sejak Presiden Indonesia Pertama, Soekarno, namun untuk kasus yang menjerat Hasto adalah yang pertama kali.

Editor: Refly Permana
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
TERIMA AMNESTI - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). Sepanjang sejarah, ada beberapa penerima amnesti sejak era Presiden Indonesia pertama, Soekarno. 

SRIPOKU.COM - Presiden Indonesia ke 8, Prabowo Subianto, menyetujui pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto.

Mengutip Tribunnews.com, dengan diberikannya amnesti, maka semua akibat hukum pidana terhadap individu yang bersangkutan dihapuskan. 

Meski amnesti sudah ada sejak Presiden Indonesia Pertama, Soekarno, namun untuk kasus yang menjerat Hasto kemungkinan besar adalah pertama kalinya.

Sebab, dari sekian banyak amnesti dari presiden, belum ada yang terjerat kasus korupsi.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto dijatuhi vonis hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). 

Majelis hakim menyatakan, Hasto terbukti menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp400 juta terkait upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui pergantian antar waktu.

Namun, Hasto dinyatakan tidak terbukti melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

Hasto menjadi satu di antara sejumlah pihak yang mendapat amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto.

Surat pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto diajukan dalam Surat Presiden (Surpres) Nomor R42/Pres.07.2025 yang bertanggal 30 Juli 2025.

Surat tersebut telah disetujui dalam rapat konsultasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (31/7/2025).

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan, ada 1.116 permintaan amnesti dari Presiden RI yang disetujui oleh DPR, dan satu di antaranya adalah untuk Hasto.

Baca juga: Prabowo Beri Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti ke Hasto, Pengamat: Barter Kepentingan Politik

Amnesti Era Soekarno

Pada tahun 1959, Presiden RI Ir. Soekarno memberikan amnesti kepada Kahar Muzakar, seorang tokoh pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DII/TII) di Sulawesi Selatan.

Amnesti diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 330 Tahun 1959 kepada orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan ini.

Keppres tersebut mulai berlaku pada 11 September 1959.

Dikutip dari dokumen Keppres Nomor 330 Tahun 1959 yang diunggah di laman bphn.go.id, Kahar Muzakar dinilai telah insyaf dan ingin kembali ke pangkuan negara.

Era Soeharto

Pada 1977, Presiden RI Soeharto memberikan amnesti kepada para anggota gerakan perlawanan kemerdekaan Timor Timur (Fretilin).

Melalui Keppres Nomor 63 Tahun 1977, Presiden RI Soeharto memberikan amnesti umum dan abolisi berdasarkan hukum dan keadilan terhadap para pengikut Gerakan Fretilin dan mereka yang pernah terlibat di dalam gerakan tersebut,  baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri, yang telah insyaf dan menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Setelah mendapat amnesti, para anggota Gerakan Fretilin menyatakan janji setia kepada NKRI dan Pancasila sebagai Falsafah Negara, serta Undang-Undang Dasar 1945.

Era BJ Habibie

  • Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan Muchtar Pakpahan

Pada 1998, Presiden RI B.J Habibie memberikan amnesti kepada Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan Muchtar Pakpahan, aktivis pro-demokrasi yang ditahan di masa Orde Baru karena kritik keras terhadap pemerintahan Presiden RI Soeharto.

Amnesti dan abolisi terhadap Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan tertuang dalam Keppres Nomor 80 Tahun 1998 untuk mengakomodasi reformasi politik pasca-Soeharto.

Keppres Nomor 80 Tahun 1998 itu mulai diberlakukan pada 25 Mei 1998.

  • 18 tahanan politik kasus demo di Timor Timur

Presiden BJ Habibie juga pernah memberikan amnesti kepada 18 tahanan politik kasus demo di Timor Timur yang ditangkap karena dianggap menghina Presiden RI Soeharto.

  • Tahanan Politik Papua (1998)

Pada 1998 pula, Presiden RI BJ Habibie memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua melalui Keppres Nomor 123 Tahun 1998 sebagai bagian dari upaya reformasi

Para tahanan politik tersebut sebelumnya dinilai telah terlibat dalam aksi politik di Papua yang dianggap melawan negara. 

Baca juga: Apa itu Amnesti? Tindakan Hukum Prabowo untuk Hasto Kristiyanto, Presiden Gunakan Hak Prerogatif!

Era Gus Dur

  • Budiman Sudjatmiko dan Beberapa Tokoh Pro-Demokrasi

Pada peringatan hari HAM Internasional 10 Desember 1999, Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan amnesti kepada mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD), Budiman Sudjatmiko.

Sebelumnya, Budiman dipenjara pada masa Orde Baru atas tuduhan menjadi dalang kerusuhan peristiwa 27 Juli 1996.

Amnesti diberikan kepada Budiman Sudjatmiko melalui Keppres Nomor 159 Tahun 1999 Tentang Memberikan Amnesti Kepada Beberapa Terpidana.

Selain Budiman, amnesti juga diberikan kepada aktivis pro-demokrasi lainnya, yakni Suroso, Ignatius Damianus Pranowo, Yacobus Eko Kurniawan, dan Bartholomeus Garda Sembiring.

  • Anggota GAM

Pada 2000, Gus Dur juga memberikan amnesti kepada sejumlah anggota GAM yang sedang menjalani hukuman pidana makar, yakni Amir Syam SH, Ir Ridwan Ibbas, Drs Abdullah Husen, dan M Thaher Daud.

Amnesti diberikan melalui Keppres Nomor 141 Tahun 2000 yang ditetapkan di Jakarta, 6 Oktober 2000.

Dengan upaya rehabilitasi berupa amnesti ini, hak para anggota GAM tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya sebagai Warga Negara Indonesia maupun sebagai Pegawai Negeri Sipil, dipulihkan.

Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Pada 2005, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Keppres Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi Kepada Setiap Orang yang Terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka.

Adapun tokoh yang mendapatkan amnesti umum dan abolisi ini adalah setiap orang yang terlibat GAM baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri.

Penerbitan Keppres ini merupakan hasil Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005, dikutip dari Kompas.com.

Era Jokowi

Selama menjabat dua periode (2014-2019 dan 2019-2024), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti kepada sejumlah tokoh dan kelompok.

  • Mantan pimpinan kelompok bersenjata di Aceh Timur

Pada 2016, Jokowi pernah menyatakan akan memberikan amnesti kepada mantan pimpinan kelompok bersenjata di Aceh Timur, yakni Nurdin Ismail alias Din Minimi dan kelompoknya setelah sebelumnya dilakukan upaya pendekatan oleh Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) saat itu, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso.

Pertimbangan pemberian amnesti kepada Din Minimi dan kelompoknya didasarkan pada Keppres Nomor 22 Tahun 2005.

Dikutip dari jurnal AMNESTI BAGI KELOMPOK PEMBERONTAK DIN MINIMI yang terbit di Info Singkat Hukum Vol. VIII. No.01/I/P3DI/Januari/2016 di berkas.dpr.go.id, Koordinator Kontras Aceh, Hendra Saputra menyebut bahwa status Din Minimi sebagai anggota GAM sudah mendapatkan amnesti dari Pemerintah Indonesia pada 2005.

  • Baiq Nuril Maknun

Pada 2019, Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada terpidana pelanggaran Undang-undang Informasi, Teknologi, dan Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun.

Baiq Nuril adalah seorang guru honorer terjerat UU ITE karena merekam dan menyebarkan percakapan asusila mantan Kepala SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang melecehkannya. 

Jokowi menandatangani Keppres untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril pada 29 Juli 2019 setelah mendapat persetujuan DPR, dikutip dari setkab.go.id.

Baiq Nuril dianggap korban kriminalisasi.

  • Saiful Mahdi

Pada 2021, Jokowi memberikan amnesti untuk Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala yang dijerat UU ITE atas tuduhan pencemaran nama baik karena mengkritik penerimaan CPNS melalui WhatsApp. 

Dikutip dari setkab.go.id, Keppres amnesti untuk Saiful Mahdi ditandatangani Jokowi pada 12 Oktober 2021 setelah persetujuan DPR, atas dasar kemanusiaan dan kebebasan berekspresi.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved