Opini

Optimalisasi Amal Ibadah di Bulan Muharram

Bulan Muharram adalah termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan. Bulan Muharram disebut juga dengan Syahrullah (bulannya Allah).

Editor: tarso romli
handout
H Salman Rasyidin - Mantan Wartawan Sriwijaya Post/ Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Sumsel 

WAKTU terus berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT, hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan datang silih berganti dan bilangan tahun pun terus berlanjut sesuai urutan bilangan dan tidak terasa hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1447 Hijriyah.

Bilangan bulan telah ditetapkan oleh Allah sebagaimana firman-Nya di dalam QS At Taubah : 36

Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhul mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu sendiri (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sama seperti mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (QS At Taubah : 36)

Selanjutnya terkait empat bulan haram (bulan yang dimulikan) dijelaskan oleh Rasulullah SWT, di antaranya yang beliau sampaikan dalam khutbah haji wada': Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi.

Dalam setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan yang mulia. Tiga darinya berturut-turut berturut-turut, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab yang biasa diagungkan Bani Mudlar yaitu antara Jumadil Tsani dan Sya'ban (HR Bukhari).

Bulan Muharram adalah termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan. Bulan Muharram disebut juga dengan Syahrullah (bulannya Allah).

Muharram termasuk dalam kategori asyhurul hurum atau bulan-bulan haram (suci), di mana umat Islam dianjurkan menghindari perbuatan zalim dan memperbanyak amal saleh.

Di bulan ini, terdapat dua hari istimewa, yakni Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram). Kedua hari tersebut memiliki nilai spiritual yang tinggi dalam sejarah Islam.

Bulan Muharram juga mencatat sejumlah peristiwa penting yang menjadi pelajaran berharga bagi umat. Di antaranya adalah selamatnya Nabi Musa 'alaihissalam dari kejaran Fir'aun, mendaratnya kapal Nabi Nuh 'alaihissalam pascabanjir besar, serta keluarnya Nabi Yunus 'alaihissalam dari perut ikan.

Semua peristiwa ini menunjukkan tanda-tanda kekuasaan dan rahmat Allah SWT kepada para nabi-Nya.

Namun, dalam konteks budaya lokal, terutama di Pulau Jawa, malam 1 Suro sering kali dipenuhi dengan mitos dan kepercayaan turun-temurun yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Beberapa kepercayaan itu melarang aktivitas keluar rumah, pindahan, pembangunan rumah, atau melangsungkan pernikahan pada malam tersebut.

Masyarakat meyakini bahwa hari itu membawa sial, padahal kepercayaan tersebut tidak memiliki dasar ilmiah maupun dalil syar'i.

Dalam ilmu akidah, kepercayaan seperti itu disebut tathayyur, yang berarti suatu peristiwa atau tindakan dengan hal-hal yang tidak logis atau tidak memiliki dasar yang jelas.

Istilah ini secara etimologis berasal dari kebiasaan masyarakat Arab dahulu yang mengartikan nasib baik atau buruk dari arah terbang burung.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved