Berita Ogan Ilir

Jeritan Sunyi dari Rumah Rapuh, Kisah Nenek Jalisah Bertahan Hidup di Tengah Rawa Ogan Ilir

Di tengah hamparan perairan rawa Desa Sungai Lebung, sebuah panggung rapuh berdiri sendirian, seolah menantang waktu dan alam.

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM / Agung Dwipayana
GUBUK TERISOLASI - Kediaman Jalisah yang berlokasi di Sungai Lebung, Selasa (10/6/2025). Tempat tinggal berupa gubuk tersebut berada di atas perairan rawa, terisolasi dari permukiman warga desa setempat. 

SRIPOKU.COM, INDRALAYA – Di tengah hamparan perairan rawa Desa Sungai Lebung, sebuah panggung rapuh berdiri sendirian, seolah menantang waktu dan alam.

Tak ada jembatan, tak ada jalan setapak. Untuk mencapainya, hanya perahu kecil yang mampu membelah keheningan air.

Di atas panggung itulah, seorang wanita renta bernama Jalisah (64) menambatkan seluruh sisa hidupnya.

Saat perahu merapat pada Selasa (10/6/2025), Jalisah tampak duduk termangu di depan gubuknya.

Tak ada suara televisi, tak ada kesibukan memasak. Hanya ada desau angin dan riak air yang menjadi teman setianya sehari-hari.

Dengan senyum yang tulus namun sarat akan kelelahan, ia menyambut tamu yang datang.

"Beginilah tempat tinggal saya," ucapnya lirih, mempersilakan untuk melihat kediamannya yang ia sebut rumah.

Rumah itu lebih tepat disebut sebuah harapan yang hampir padam. Bangunan berukuran 15x6 meter itu berdiri di atas puluhan tiang setinggi 4 meter.

Lantainya yang terbuat dari papan telah lapuk dimakan usia, berderit di setiap pijakan seolah hendak menyerah.

Dindingnya dari anyaman daun rumbia yang usang, dan atap sengnya yang berkarat penuh lubang, tak lagi sanggup menghalau derasnya hujan.

Di sinilah Jalisah menjalani hidup dalam kesendirian. Sejak muda, ia tak pernah menikah dan tak dikaruniai anak. Untuk menyambung hidup, ia hanya bisa berharap pada belas kasihan.

"Untuk makan sehari-hari saja susah, apalagi mau bangun rumah," tuturnya dengan tatapan kosong.

"Saya hanya mengandalkan bantuan nelayan yang kebetulan lewat mau cari ikan."

Terkadang, adik dan keponakannya datang menjenguk, membawakan sedikit makanan. Namun, mereka pun hidup dalam kondisi yang tak jauh berbeda, sama-sama terbelit jerat kemiskinan.

Di balik ketegarannya, Jalisah menyimpan ketakutan yang mendalam. Setiap kali angin kencang berembus atau hujan badai datang, seluruh gubuknya akan bergoyang hebat.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved