Berita PALI
Dari Dapur Rumahan, Jengkol "Berbau" di Tangan Bik Yana Disulap Jadi Keripik Beromzet Jutaan Rupiah
Siapa sangka, buah jengkol atau "jering" disulap menjadi camilan gurih yang tak hanya menggugah selera kini mendatangkan omzet jutaan rupiah
Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM, PALI – Siapa sangka, buah jengkol atau "jering" dalam bahasa lokal, yang kerap dihindari sebagian orang karena aromanya, bisa menjadi sumber rezeki menjanjikan.
Di tangan terampil Rudiyana (49), seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), jengkol disulap menjadi camilan gurih yang tak hanya menggugah selera, tapi juga mendatangkan omzet jutaan rupiah.
Dikenal dengan sapaan akrab Bik Yana, warga Lorong Asrama RT 04 RW 10 Kelurahan Talang Ubi Timur ini adalah sosok di balik kesuksesan "Keripik Jengkol Barokah".
Usaha yang dirintisnya sejak 2015 ini berawal dari sekadar coba-coba mengisi waktu luang di sela kesibukan mengurus rumah tangga.
"Awalnya kita coba-coba beli sedikit jengkol untuk membuat keripik. Karena banyak yang beli dan minta dibuatkan keripik, muncul ide untuk menekuni usaha keripik jengkol ini, sehingga menjadi tambahan ekonomi keluarga," ujar Yana, Senin (2/6/2025).
Berbekal modal awal yang sangat minim, sekitar Rp 50 ribu, Yana berhasil mengubah stigma jengkol yang identik dengan bau tak sedap menjadi produk olahan yang nikmat dan sama sekali tidak berbau.
Rahasianya terletak pada racikan sambal pedas manis yang pas di lidah serta teknik pengolahan yang cermat, memastikan keripik tetap renyah.
"Kalau dulu pemasarannya hanya dititip di warung. Saat ini, banyak pelanggan yang datang ke rumah untuk melakukan pemesanan, kita juga melayani pemesanan keripik jengkol via online melalui Facebook atau WA," tambahnya.
Perjalanan Penuh Tantangan dan Inovasi
Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Yana mengakui perjalanan usahanya tidak selalu mulus.
Ia pernah mengalami kegagalan saat keripik jengkolnya tidak bisa bertahan lama di warung.
Namun, kegagalan itu justru memacunya berinovasi.
Ia menemukan solusi dengan menyempurnakan resep sambal racikan dan memastikan keripik benar-benar dingin sebelum dikemas.
Untuk pengiriman jarak jauh, sambal bahkan dipisahkan dari keripik agar kerenyahan dan kualitas produk terjaga hingga tiga minggu.
"Sambal racikan tersebut, dibuat dengan komposisi bahan berupa cabai, bawang putih, garam, gula, dan penyedap rasa, sehingga memiliki cita rasa pedas manis yang pas di lidah dengan tekstur renyah," jelas Yana.
Inovasi lainnya adalah teknik pengemasan untuk bahan baku keripik mentah.
Jengkol yang sudah diproses menjadi keripik mentah, jika dikemas rapat dan tidak terkena air, bisa awet hingga satu tahun lebih.
Hal ini memungkinkan Yana tetap memiliki stok meskipun jengkol sedang tidak musim.
Musiman Jengkol, Omzet Tetap Mengalir
Kendala utama yang dihadapi Yana adalah ketersediaan bahan baku. Jengkol adalah buah musiman, sehingga harganya bisa melambung tinggi saat tidak musim.
"Biasanya kalau lagi musim, harga buah jengkol Rp 10 ribu per kilogram, tapi kalau tidak musim bisa capai Rp 40 ribu per kilogram," ungkapnya.
Saat harga mahal atau kualitas jengkol tidak bagus, Yana memilih untuk menghentikan produksi dan hanya menjual stok yang sudah ada.
Umumnya, produksi keripik kembali bergeliat antara bulan Agustus hingga Oktober, saat jengkol sedang melimpah.
Tak hanya keripik, Yana juga berinovasi dengan mengolah jengkol muda menjadi kerupuk dan opak.
"Kalau dapat bahan baku jengkol yang masih muda, kita olah jadi kerupuk dan opak, karena pengolahan kerupuk dan opak berbeda dengan keripik yang ditumbuk atau ditutus," terangnya.
Kerupuk dan opak jengkol buatannya pun tak kalah laris, dengan cita rasa asin yang pas dan renyah.
Harapan untuk "My Berlinda" dan Kampung Jengkol
Saat ini, pelanggan "Keripik Jengkol Barokah" tidak hanya berasal dari PALI, tetapi juga dari berbagai daerah di Sumatera Selatan, bahkan ada yang membawanya hingga ke Pulau Jawa, Kalimantan, dan Bali.
Untuk satu kilogram keripik jengkol mentah, Yana menjual seharga Rp 130 ribu, sementara yang sudah digoreng dibanderol Rp 180 ribu per kilogram.
Untuk kemasan sedang, keripik jengkol matang dengan sambal dijual seharga Rp 10 ribu.
Meski demikian, Yana memiliki harapan besar untuk usahanya.
Ia berencana mengganti nama brand "Keripik Jengkol Barokah" menjadi "My Berlinda" untuk memudahkan pengurusan izin seperti NIB, P-IRT, dan sertifikat halal.
"Karena nama Barokah sudah ada yang pakai, jadi kita ganti dengan nama My Berlinda. Dalam pengurusan izin tersebut kita juga dibantu oleh Dinkop UKM PALI," tuturnya.
Ia juga berharap mendapatkan bantuan packaging yang lebih menarik serta peralatan penunjang produksi.
"Jika pun bisa diberikan bantuan juga untuk packaging maupun peralatan penunjang dalam usaha ini. Karena saat ini masih menggunakan seadanya, belum ada modal untuk membeli," harap Yana.
Kisah sukses Bik Yana ini bukan satu-satunya di Lorong Asrama.
Kawasan ini ternyata menjadi sentra usaha rumahan keripik jengkol, dengan sekitar 30 ibu rumah tangga lainnya yang juga menjadi pelaku UMKM di bidang ini.
Tak heran, Pemerintah Kabupaten PALI berencana mencanangkan Lorong Asrama sebagai "Kampung Jengkol", sebuah bukti nyata bahwa dengan kreativitas dan ketekunan, potensi lokal bisa diangkat menjadi sumber ekonomi yang menginspirasi.
| 33 Pejabat Pemkab PALI Dirotasi, Wabup Iwan Tuaji Tegaskan Demi Pemerintahan yang Lebih Efektif |
|
|---|
| Briptu IV dan Briptu HH Dipecat Sebagai Anggota Polisi dari Polres PALI |
|
|---|
| ULAR Sanca Panjang 1,5 Meter Sembunyi di Dapur Meli Warga Talang Jawa PALI, Damkar Gercep Evakuasi |
|
|---|
| WANITA Muda Asal Jirak Muba Datangi Damkar PALI, Minta Lepasi 3 Cincin yang Sebabkan Jarinya Bengkak |
|
|---|
| 2 Pria Jagoan Tanah Abang PALI yang Bobol Gudang PT BRN Ini Diciduk Polisi, Pasrah Tanpa Perlawanan! |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palembang/foto/bank/originals/keripik-jengkol-dari-PALI.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.