Jelajah Kopi Sumsel
Di Balik Aroma Kopi Empat Lawang: Kisah Febriansyah, Sang Tunggu Agan yang Hidup di Ladang Kopi
Bagi Febriansyah petani kopi di Empat Lawang, kebun kopi bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan rumah dan seluruh kehidupannya.
Penulis: wartawansripo | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM, EMPAT LAWANG - Menyusuri jalan setapak sejauh sepuluh kilometer, menembus hijaunya belantara kebun kopi Desa Babatan, Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, tim Jelajah Kopi Sumsel menemukan sebuah kisah yang menghangatkan hati.
Di tengah sunyinya perkebunan yang hanya bisa dijangkau dengan sepeda motor dan perjuangan menaklukkan medan sulit, hiduplah Febriansyah, seorang "tunggu agan" yang dedikasinya pada kopi bagaikan cinta yang tak pernah pudar.
Bagi Febriansyah, kebun kopi bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan rumah dan seluruh kehidupannya.
Ilmu menanam, memanen, menjemur, hingga menggiling kopi telah mendarah daging, warisan turun-temurun dari orang tuanya.
Sejak remaja, rutinitas inilah yang mengisi hari-harinya. Namun, Febriansyah memilih jalan yang berbeda dari petani kebanyakan.
Ia menjadi seorang "tunggu agan," sebuah profesi unik di mana ia bermalam di kebun, menjaga setiap jengkal tanaman kopi dari petang hingga pagi menjelang.
"Lama sudah di kebun ini, dari muda," tutur Febriansyah dengan logat khasnya. "Bahkan istri saya pun ketemu di dusun inilah, Babatan. Anak-anak kami lahir di sini, sampai lahiran baru ke puskesmas di tengah dusun sana. Nunggu agan ini beda, kalau cuma nunggu kebun terus balik, kalau nunggu agan ini hidup dan berkeluarga di sinilah."
Baca juga: Kopi Raden Kuning Berpotensi Mendunia, Pagar Alam Rencanakan Produksi Kopi Arabika Yellow
Sehidup Semati dengan Kopi
Febriansyah dan kopi bagaikan dua sisi mata uang, tak terpisahkan. Sementara petani lain pulang ke rumah setelah seharian berkutat dengan tanaman, Febriansyah membangun dunianya di tengah kebun, jauh dari hiruk pikuk perkampungan.
Hari-hari besar atau libur Lebaran pun tak mengubah rutinitasnya. Cahaya matahari menjadi penyemangatnya, dan kebun kopi adalah saksi bisu setiap detik kehidupannya.
Satu-satunya yang mungkin menarik anak-anaknya keluar dari kebun adalah pendidikan.
Kelak, Febriansyah akan meminta remaja lain di sekitar kebun untuk membantu membeli pupuk dan perlengkapan kebun lainnya, memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk berinteraksi dengan dunia luar.
"Ai, gak ada Lebaran, Lebaran di sinilah," ujarnya sambil tersenyum getir.
"Dulu tu banyak tunggu agan di sini, tapi anaknya harus sekolah jadi sudah ada beberapa yang keluar, bikin rumah di tengah dusun, dekat sekolah anak-anak, jadi kalau ke kebun yo bolak balik."
Dulu, beberapa remaja sempat menemaninya menjaga kebun, namun tuntutan pendidikan anak-anak mereka memaksa mereka untuk meninggalkan kehidupan sunyi di tengah perkebunan.
Melihat Ondernemeng Mesin Kopi Peninggalan Belanda di OKUS, Bukti Kopi Sumsel Dicintai Sejak Dulu |
![]() |
---|
Kopi Raden Kuning Berpotensi Mendunia, Pagar Alam Rencanakan Produksi Kopi Arabika Yellow |
![]() |
---|
Mengenal Tunggu Tubang, Tradisi Adat yang Menjaga Warisan Kopi Arabika Semendo Sumsel |
![]() |
---|
Herman Deru Harapkan Kopi Sumsel Jadi Kebanggaan dan Mendunia, Lepas Tim Jelajah Kopi Sumsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.