Jelajah Kopi Sumsel

Melihat Ondernemeng Mesin Kopi Peninggalan Belanda di OKUS, Bukti Kopi Sumsel Dicintai Sejak Dulu

Mesin yang sudah berkarat itu bukan sekadar alat, melainkan saksi bisu perjalanan kopi Sumatra Selatan yang telah melewati waktu dan sejarah panjang.

Editor: Odi Aria
Handout
ONDERMENENG- Ondernemeng mesih kopi tua di OKU Selatan Sumsel. Mesin yang sudah berkarat itu bukan sekadar alat, melainkan saksi bisu perjalanan kopi Sumatra Selatan yang telah melewati waktu dan sejarah panjang sejak masa kolonial Belanda. 

SRIPOKU.COM, MUARA DUA - Di sebuah sudut kecil Desa Sipatuhu, Kecamatan Banding Agung, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, sebuah mesin kopi tua berdiri diam, seolah menyimpan jutaan cerita.

Mesin yang sudah berkarat itu bukan sekadar alat, melainkan saksi bisu perjalanan kopi Sumatra Selatan yang telah melewati waktu dan sejarah panjang sejak masa kolonial Belanda.

Tim Jelajah Kopi Sumsel yang berkunjung ke sana pada Senin (7/7/2025) mendapat kesempatan langka untuk melihat langsung peninggalan berharga ini.

Mesin yang dikenal dengan nama “ondernemeng” oleh keluarga Pepen Saputra, sang pemilik, menjadi simbol kebanggaan sekaligus bukti bahwa kopi daerah ini pernah dan masih punya tempat di hati penikmat kopi dunia.

Pepen, seorang pegiat kopi yang telah bertransformasi dari penikmat menjadi pengusaha sukses, dengan penuh semangat menceritakan bagaimana mesin tua itu diwariskan turun-temurun oleh keluarganya. 

“Mesin ini adalah harta karun yang layak dipajang di museum. Mesin pengupas biji kopi ini adalah bukti nyata bahwa kopi Sumsel telah dicintai sejak dulu,” ujar Pepen dengan bangga.

Menceritakan kisahnya, Pepen mengungkapkan bagaimana dia meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke kampung halaman pada 2016 untuk mengembangkan potensi kopi di OKU Selatan.

Dengan latar belakang pendidikan agribisnis dari Universitas Instiper Yogyakarta, Pepen melihat peluang besar di tanah kelahirannya.

“Produksi kami sekarang mencapai puluhan ton setiap bulannya. Ini adalah hasil kerja keras bersama petani lokal yang saya bantu berdayakan,” ujarnya.

Mesin kopi tua itu kini memang sudah tak lagi berfungsi optimal. Berbeda dengan mesin roastery modern yang menggunakan teknologi canggih dan bahan bakar efisien, mesin peninggalan Belanda ini membutuhkan perhatian ekstra dan tak praktis untuk produksi besar.

Namun, semangat yang terkandung di dalamnya tak pernah padam. Mesin itu berputar dalam kenangan dan perjuangan panjang kopi Sumatra Selatan.

Sarki Anwar, tetua desa setempat, menambahkan sejarah penting mengenai kopi di Sipatuhu.

“Belanda mulai masuk sekitar 1915 dan memulai produksi kopi di sini tahun 1922.

Kami, warga transmigran, adalah bagian dari mereka yang diajarkan teknik menanam dan memanen kopi robusta,” kenangnya.

Warisan ilmu dari masa kolonial itu kini menjadi fondasi bagi para generasi muda desa untuk melanjutkan tradisi dan mengembangkan kopi daerah mereka.

 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved