Berita Lahat

Debu Batu Bara Resahkan Warga Lahat, Anggota DPRD Sumsel Minta Pemprov Segera Bertindak

Peningkatan produksi perusahaan pertambangan di wilayah tersebut menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.

Editor: Odi Aria
Handout
Aktifitas lalulintas truk batu bara di Jalan Lintas Sumatera di Kecamatan Merapi Area Kabupaten Lahat Sumsel beberapa waktu lalu. 

SRIPOKU.COM, LAHAT- Aktivitas angkutan batu bara yang melintasi jalan umum di Kabupaten Lahat semakin meresahkan masyarakat, Kamis (18/12/2024).

Polusi debu yang dihasilkan truk-truk pengangkut batu bara tidak hanya mengotori lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan warga, terutama mereka yang tinggal di kawasan Merapi Area. 

Peningkatan produksi perusahaan pertambangan di wilayah tersebut menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.

Ketua Pemuda Hijau Sumatera Selatan, Kevin Adrian, menyoroti dampak serius dari polusi debu batu bara terhadap kesehatan masyarakat.

“Warga mengeluhkan gangguan pernapasan seperti batuk, sesak napas, hingga infeksi saluran pernapasan atas. Ini sangat membahayakan, terutama bagi anak-anak dan lansia yang lebih rentan,” ujar Kevin.

Selain perusahaan swasta, debu batu bara nyatanya juga disumbang oleh perusahaan plat merah.

Dilansir, produksi dari perusahaan plat merah mencapai 41 juta ton pada 2024, 50 juta ton pada 2025, dan 60 juta ton pada 2026.

Peningkatan ini, sambung Kevin disinyalir akan memberikan dampak yang lebih luas, misalnya kemacetan yang juga menjadi persoalan lain. 

"Terutama di persimpangan kereta api sepanjang Lahat-Palembang. Masalah ini sering dikeluhkan warga, yang mengharapkan pemerintah segera turun tangan untuk mencari solusi," kata Kevin.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan, yang menyebut bahwa dampak polusi udara akibat debu batu bara tidak hanya memengaruhi kesehatan, tetapi juga merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat. 

“Tanaman warga rusak, kualitas tanah dan air terganggu, rumah-rumah di pinggir jalan penuh debu. Penyiraman jalan yang dilakukan perusahaan tambang tidak efektif. Anak-anak bahkan sering menderita batuk berkepanjangan akibat paparan debu,” jelas Sahwan.

Sementara itu, anggota DPRD Sumsel, Alfrenzi Panggarbesi, menyoroti pentingnya implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) No. 74 Tahun 2018 yang melarang angkutan batu bara melintasi jalan umum.

“Lalu lintas kendaraan batu bara sudah sangat besar, terutama pada malam hari, sehingga menimbulkan kemacetan parah dan mengganggu aktivitas warga. Pemprov harus segera bertindak untuk menyelesaikan persoalan ini,” ujar politisi Partai Nasdem tersebut.

Menurutnya, ketegasan pemerintah dalam menertibkan aktivitas angkutan batu bara sangat diperlukan untuk mencegah konflik yang dapat muncul akibat keresahan warga.

 “Masyarakat bingung, ini kewenangan siapa? Provinsi atau kabupaten? Pemprov harus segera merespons keluhan ini agar keresahan warga tidak berlarut-larut,” pungkas Alfrenzi.

 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved