Pemilihan Gubernur Sumsel
Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub Sumsel HDCU Tertinggi, Pengamat Ungkap Peluang ke MK Tertutup
Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Dr Febrian menilai, hasil rekapitulasi perolehan suara pada Pemilihan Gubernur
Penulis: Arief Basuki | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Dr Febrian menilai, hasil rekapitulasi perolehan suara pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) tingkat KPU provinsi Sumsel sudah selesai dilakukan, dan hasilnya sudah diketahui siapa pasangan calon yang meraih kemenangan.
Dimana dari hasil rekapitulasi perolehan suara, pasangan calon Herman Deru- Cik Ujang (HDCU), menjadi pasangan calon peraih suara terbanyak, dengan meraih 2.220.437 (51, 62 persen) suara sah.
Disusul pasangan nomor urut 02 Eddy Santana Putra- Riezky Aprilia (ERA) dengan meraih 1.082.241 (25, 15 persen) suara.
Sedangkan diperingkat buncit pasangan calon nomor urut 03 Mawardi Yahya- RA Anita Noeringhati (MATAHATI) yang hanya meraih 999.141 (23, 22 persen) suara.
Untuk jumlah suara sah di Pilgub Sumsel, ia menyebut sebanyak 4.301.819 suara. Suara tidak sah 322.037 suara. Jumlah suara sah dan tidak sah sebanyak 4.623.856 suara.
Menurut Febrian, raihan kemenangan yang di dapat HDCU itu menunjukkan popularitas Herman Deru sudah dikenal masyarakat Sumsel selama ini dibanding dua pesaingnya.
"Sebenarnya inikan warning pemilu, yang kadang dilupakan orang pada hari H atau musim kampanye. Pemilu itu pesta dimulai sejak pemenang diketahui itu dan itulah kita sebut popularitas itu," kata Febrian, Minggu (8/12/2024).
Tingginya suara HDCU, menunjukkan energi yang tidak ada di calon Gubernur Eddy Santana Putra (ESP) ataupun Mawardi Yahya selama ini, dengan hanya bisa menang di daerah asal saja.
"Dari 17 Kabupaten kota se Sumsel, kita lihat ESP hanya unggul di Palembang dan Mawardi di Ogan Ilir (OI). Sehingga mengejar ketertinggalan itu di masa kampanye mustahil, sehingga Herman Deru dominan di 15 Kabupaten kota yang ada, " ucapnya.
Diungkapkan Febrian, raihan dukungan masyarakat kepada Gubernur Sumsel periode 2018-2023 itu, memang sudah bergerak sejak Herman Deru menjabat Gubernur untuk bersosialisasi, dan bukan hanya saat hendak maju Pilkada saja, yang akan sulit mengejar ketertinggalan.
"Paslon tidak bisa berharap, misal dari media sosial untuk mempengaruhi langsung pemilih. Tetapi ini dibentuk persuasif dan secara normal, orang juga tidak melihat apalagi sebenarnya itu dibarengi dengan hal- hal lain itu, dan itulah yang membuat kondisi seperti itu, " paparnya.
Dijelaskan Febrian, keunggulan Herman Deru itu tidaklah sebuah kejutan, mengingat survei popularitas dan elektabilitas Herman Deru sebelum Pilkada, sudah menunjukkan tingginya elektabilitas yang ada.
"Jadi dengan posisi 51 persen itu dengan survei waktu itu 60-70 persen.
Bagi pengamat mendapatkan pemimpin yang jelek diantara yang jelek, kita bisa menduga lima tahun lagu provinsi Sumsel kedepan, tidak bisa berharap lebih bahwasanya pembangunan itu akan luar biasa meningkat, karena sudah kita lihat refleksi 5 tahun kepemimpinan sebelumnya. Termasuk peninggalan legacy Alex Noerdin seperti JSC dalam debat kemarin itu bukan bagian tanggung jawab Gubernur, masak sih Gubernur menjawab seperti itu memahami tanggung jawab jabatan, itu poin tinggi. Apalagi di ajang itu banyak event internasional harusnya bisa dimanfaatkan, " tandasnya.
Ditambahkan Febrian, soal hasil quickcount dengan real count yang memiliki perbedaan jauh, antara Quickcount 70 persenan HDCU unggul namun di real count KPU sekitar 50 persenan juga jadi pertanyaan.
"Kalau kayak gitu 70 berbanding 50 bias terlalu besar asumsinya. Contoh di DKI Jakarta main di angka 50an dan saat pengumuman tidak jauh berbeda.
Nah, kalau di Sumsel beda 20 persen quickcount dengan real count itu biasnya terlalu besar, dan lembaga survei harus bisa menjawab kenapa bisa begitu, berapa persen betul dipakai untuk itu. Sebab, harusnya tidak jauh quickcount dengan real count, itu sudah rahasia umum rahasia ilmiah, " paparnya.
Mengenai peluang hasil Pilkada Sumsel nanti untuk ke Mahkamah Konstitusi (MK), ia menilai hal itu akan sulit dikabulkan hakim MK, mengingat selisih perolehan suaranya cukup jauh.
"Pastinya kalau sengketa ke MK mengenai selisih perhitungan suara, perkembangan ada putusan pemilu terkait keterlibatan ASN dan kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) masih sulit dibuktikan. Tapi kalau lihat di kita jauh, paling PSU (Pemungutan Suara Ulang) di beberapa daerah saja. Jadi kalau untuk tingkat provinsi dan kota Palembang berat merubah struktur suara, tertutup lah. Meksipun kita tidak memungkiri paslon- paslon baik ditingkat provinsi maupun kabupaten kota melakukan perlawanan gugatan ke MK, tapi dengan jarak rentan suara jauh dan aku rasa lawyer mereka sudah paham soal itu, bisa masuk ke sidang tapi hasilnya sudah diperkirakan, " tukasnya.
Dimana selama ini jika ada dugaan kecurangan pemilu TSM, pada Pilpres dahulupun MK cenderung menangani untuk perselisihan perhitungan suara.
"Jadi, MK tidak arah kesana putusan nya, lebih banyak yang ditetapkan undang- undang dan UUD, yang lebih kepada perselisihan perhitungan suara, " pungkasnya.
Yansuri: Jangan Coba-Coba Buat Kerok Hasil Pilgub Sumsel Terpilih |
![]() |
---|
DPRD Sumsel Sahkan Penetapan Herman Deru-Mawardi Yahya sebagai Gubernur dan Wagub Terpilih |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: MK Tolak Gugatan Dodi-Giri, HDMY Segera Ditetapkan sebagai Paslongub Terpilih |
![]() |
---|
Penetapan Gubernur Sumsel Terpilih, KPU Masih Tunggu Keputusan MK |
![]() |
---|
Gugatan Ditolak Bawaslu Sumsel, Ini Kata Tim Advokasi Paslon Dodi Alex-Giri Ramanda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.