Berita PALI
Cerita Mulyadi Puluhan Tahun Yang Hidup Dalam Sebuah Kemasan Kopi Bubuk Lokal PALI
Mulyadi menekuni usaha dan tehnik pengolahan kopi dengan alat sangrai kopi tradisional terbuat dari plat drum (Drum Roasting) kapasitas 30 kilogram
Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: adi kurniawan
Dahulu, Mulyadi melakukan peroses penggilingan kopi masih menggunakan alat tradisional sehingga membutuhkan waktu lama.
Namun sekarang ia telah menggunakan mesin, meski kapasitas nya masih terbatas, sehingga belum bisa menggiling kopi dalam jumlah banyak.
Mulyadi mengatakan, dalam proses pengemasan nya, ada tiga ukuran kemasan yakni ukuran 50 gram yang dibanderol dengan harga Rp 6,500.
Kemudian kemasan 100 gram di banderol dengan harga Rp 13 ribu dan kemasan 250 gram yang dibanderol dengan harga Rp 32 ribu.
Ukuran kemasan itu dipilih atas permintaan pasar saat ini, dikarenakan harga kopi yang melonjak naik, sehingga rata-rata pelanggan mengurangi jumlah pembelian nya.
Hal tersebut juga dilakukannya untuk memudahkan pemasaran nya ke warung- warung, karena dengan ukuran kemasan tersebut lebih diminati oleh pembeli.
"Kalau kemasan ukuran 1 kilo, baru kita sediakan kalau ada pesanan aja, harganya Rp 130 ribu kita jual perkilonya," imbuhnya.
Dalam pemasaran juga, Mulyadi masih menggunakan cara tradisional, dengan dibantu oleh kakak iparnya bernama Siti Aminah (69), kopi bubuk dalam kemasan plastik tanpa brand (merek) itu diedarkan keliling dari rumah ke rumah, warung ke warung hinggah antar kampung.
Selama hampir setengah abad atau 46 tahun sejak 1978 lalu, tentunya suka duka dan jatuh bangun dalam mempertahankan usaha kopi miliknya agar tetap berproduksi.
Banyak juga kendala yang dihadapi oleh Mulyadi dalam menjalankan usahanya, mulai dari kesulitan mendapatkan bahan baku.
Harga bahan baku kopi melonjak tinggi, kesulitan modal usaha hingga penurunan produksi dan Omzet penjualan.
"Kendala saat ini kadang sulit mendapatkan bahan baku, ongkos transport yang mahal, disamping itu harga biji kopi saat ini mahal. Kemarin aja beli Rp 75 ribu perkilo, sehingga produksi kita juga turun, saat ini dalam sebulan nya hanya mampu produksi sebanyak 200 kilogram biji kopi," bebernya.
Sehingga Omzet yang diperoleh saat ini menurun sekitar 25 persen atau sekitar Rp 20 juta setiap bulan nya, jumlah tersebut belum dipotong modal dan biaya operasional.
Hal itu berbanding jauh dari produksi kopi Mulyadi yang bisa mencapai 1 ton dalam sebulan, ketika harga bahan baku biji kopi masih diharga Rp 20 ribu.
Meski terjadi penurunan produksi dan pendapatan, namun dapur produksi pengolahan kopi miliknya tetap bertahan, dikarenakan masih ada pelanggan setia produk kopi miliknya sampai dengan saat ini.
Dikepung Kelelawar, Siswa SMPN 4 Talang Ubi Terpaksa Belajar di Halaman Sekolah Beralas Terpal |
![]() |
---|
Viral Flyover Batu Bara Retak dan Bergoyang di PALI, Warga Cemas Saat Melintas: Kami Takut Ambruk |
![]() |
---|
ULAR Piton Sepanjang 2,5 Meter Tiba-tiba Muncul di Atap Kios Terminal Pendopo PALI, Mendadak Heboh! |
![]() |
---|
Ketahuan Mencuri Sawit di Perkebunan PT SBA, Warga Simpang Tais Kabupaten PALI Diamankan Polisi |
![]() |
---|
PANIK! Dua Cincin Terjepit di Jari Tangan, Pria di PALI Ini Lari ke Kantor Damkar Minta Pertolongan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.