Berita Mimbar Jumat

Mimbar Jumat: Apakah Kamu Mampu Memikul Dosaku?

Masakanku ini tak akan pernah matang. Karena aku sedang merebus batu. Nanti kalau capek menangis, anak-anak akan tertidur sendiri

Editor: adi kurniawan
Pexels/Konevi
Foto ilustrasi masjid -- Mimbar Jumat: Apakah Kamu Mampu Memikul Dosaku? 

Sehingga pemimpin yang takut akan dosa selalu berusaha melayani rakyatnya dengan sepenuh cinta. Mereka berjuang menghindari tindakan yang merugikan rakyat dan berusaha sebaik mungkin mengatasi kemalangan yang dihadapi oleh rakyatnya.

Pemimpin saleh seperti ini senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, agar mendapatkan petunjuk dalam mensejahterakan rakyat.

Pemimpin yang takut dosa memahami bahwa jabatan bukanlah keagungan, melainkan amanah yang berat dan mesti dijalankan dengan sepenuh hati.

Mereka menyadari bahwa setiap keputusan yang diambil akan dipertanggungjawabkan di hadapan mahkamah Allah. Oleh karena itu, pemimpin yang saleh akan berusaha sebaik mungkin membuat kebijakan yang membawa manfaat bagi seluruh rakyatnya.

Pentingnya memiliki pemimpin yang takut dosa adalah untuk memastikan bahwa amanah dijalankan secara berempati. Sosok seperti Umar bin Khattab adalah sosok teladan yang harus dipanuti oleh setiap pemimpin. Hanya bersama dengan pemimpin yang memiliki rasa takut akan dosa dan kesadaran moral yang tinggi, rakyat bisa mencapai kesejahteraan dan keadilan yang sebenarnya.

Rakyat pun tidak boleh tinggal diam saja, kita hendaknya istikamah memilih dan mendukung pemimpin yang memiliki integritas moral dan tentunya takut akan dosa. Bahkan rakyat harus mengingatkan pemimpin tentang tanggung jawab besar yang mereka emban dan selalu mengawasi serta memberikan masukan yang berharga.

Sebetulnya Umar bin Khattab bukan saja mengotori pundaknya demi mengantar tetapi dia juga turun tangan langsung memasak makanan tersebut.

Perasaan takut akan dosa sebagai pemimpin yang rakyatnya kelaparan menjadikan Khalifah Umar mengorbankan waktu istirahatnya di malam hari. Bahkan dirinya yang menghidangkan santap malam yang sangat terlambat untuk penghuni gubuk itu. Mereka tidak menyadari bahwa khalifah bertindak sebagai pelayan.

Sesudah selesai bersantap malam, maka anak-anak itu tertidur kekenyangan. Ketika Umar bin Khattab berpamitan pulang, sang ibu berkata, “Terima kasih. Seandainya Umar seperti dirimu, tentulah penduduk negeri ini akan sejahtera.”

Demikian tulusanya Umar bin Khattab mencintai rakyatnya, sehingga dirinya tidak merasa perlu menyingkap identitas diri yang sebenarnya. Dia mengizinkan sang ibu mengkritik Khalifah Umar, karena dengan kritikan itulah dia mampu menjaga dirinya dari dosa.

Umar bin Khattab lebih malu tatkala di mahkamah akhirat tersibak kenyataan ada rakyatnya yang kelaparan. Baginya itu adalah dosa sebagai pemimpin yang mestinya tidak boleh lalai dari amanahnya.

Lebih jauh, episode ini mengingatkan bahwa seorang pemimpin yang baik harus siap menerima kritik. Sejatinya kritik yang konstruktif bukanlah ancaman, tetapi sebuah cermin yang dapat membantu pemimpin untuk melihat kekurangan dan memperbaiki diri.

Umar bin Khattab tidak melakukan kesalahan, malahan dirinya telah menjalankan amanah sebagai pemimpin yang melayani rakyat. Akan tetapi Umar tidak marah ketika mendengar kritik dari sang ibu, malahan mampu menerimanya dengan lapang dada dan menjadikannya sebagai introspeksi untuk menjadi pemimpin yang lebih bertanggungjawab.

Keteladanan dari Umar bin Khattab merupakan pelajaran penting tentang nilai-nilai kepemimpinan yang memiliki hati nurani. Pemimpin yang baik bukanlah yang duduk kekenyangan di atas takhtanya, melainkan yang terjun langsung ke lapangan untuk merasakan dan memahami penderitaan rakyat.

Ketika pemimpin menyaksikan langsung keprihatinan yang dialami rakyat, maka dirinya akan merasa amat berdosa jika sampai menzalimi hak-hak kaum jelata.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved