Berita Muara Enim

Warga Muara Enim Ngeluh Banyak Debu Imbas Angkutan Batu Bara, Pemerintah Diminta Evaluasi Izin

Warga Muara Enim kembali keluhkan debu yang berterbangan akibat angkutan batubara di sepanjang jalan lintas tengah Sumatera.

Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Odi Aria
Handout
Tampak debu tebal batu bara beterbangan membumbung tinggi menutup jarak pandang dan mengancam kesehatan. 

SRIPOKU.COM, MUARA ENIM- Warga Muara Enim kembali keluhkan debu yang berterbangan akibat angkutan batubara di sepanjang jalan lintas tengah Sumatera.

Pasalnya, sejak adanya angkutan batubara di jalan umum selain sering membuat kemacetan dan kecelakaan, juga debunya mengotori rumah juga sangat menganggu kesehatan di sebagian besar ruas jalan dalam wilayah Kabupaten Muara Enim.

"Kami meminta pemerintah mengevaluasi izin angkutan batubara karena debu dari sisa-sisa pengangkutan batubara yang diterpa angin menutupi jarak pandang pengendara, mengotori pemukiman, membuat macet dan sampai membahayakan akibat lakantas hingga mengancam kesehatan ISPA," tegas salah satu pengguna jalan, Yansah (32) warga Muara Enim, Minggu (21/7/2024).

Menurut Yansah, gangguan akibat aktivitas angkutan batubara tersebut sangat terasa mulai dari Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, hingga ke kota Muara Enim, Kecamatan Muara Enim.

Apalagi jika ada ceceran batubara atau ada yang terbalik kotorannya sering membuat debu  yang berterbangan sehingga menganggu pandangan mata menjadi pedih dan pernapasan menjadi sempit terutama bagi pengendara motor.

Belum ditambah angkutan batubara tersebut sering parkir di badan jalan cukup panjang sehingga sering menjadi penyebab kemacetan karena badan jalan menjadi menyempit.

"Saya sangat terganggu, apalagi ketika naik angkutan pedesaan, karena menurutnya angkutan pedesaan itu terbuka tentu saja seluruh debu itu masuk ke dalam tempat penumpang," pungkasnya.

Terpisah, Ketua DPP LSM Gerakan Masyarakat Suka Lingkungan Hijau (Gemasulih), Andi Chandra mengatakan bahwa pemerintah harus peka terhadap kondisi dan dampak di lapangan akibat aktivitas pertambangan.

Menurutnya, hal ini harus ada yang bertanggungjawab dari persoalan yang muncul karena mobilitas angkutan Batubara.

Segala bentuk penambangan batubara harus diberi penegasan deadline oleh pemerintah seperti kapan harus membangun jalan khusus batubara jangan diberikan kompensasi terus karena masyarakat banyak yang dirugikan.

"Kompensasi ini sudah kebablasan, masa sampai belasan tahun, yang diuntungkan segelintir pengusahanya sedangkan masyarakat luas dirugikan seperti lakalantas, kemacetan, debu, kotor dan sebagainya. Ini jalan nasional bukan jalan untuk angkutan batu bara.

Jangan sampai masyarakat marah melakukan aksi sendiri sebab pemerintah seperti tidak berdaya karena kami yang merasakan dampaknya kalau pejabat di Sumsel apalagi di Jakarta memang tidak merasakannya," tegas Andi.


Lanjutnya, ada baiknya tinjau ulang segala bentuk perizinan angkutan batubara yang melintas di jalan negara karena dampak lingkungan, selain itu juga terkait keselamatan pengguna jalan lain saat berkendara.

Belum lagi, Polusi yang bisa menjadi salah satu penyebab timbulnya penyakit Ispa, kalau masyarakat terdampak yang bertanggungjawab siapa, kalau ada kecelakaan, kalau ada yang meninggal ini harus jadi evaluasi bersama, terkhusus semua pihak yang berwenang terhadap persoalan itu.

Bukan hanya di jalan raya polusi udara sudah merambah ke pemukiman, kerusakan fasilitas umum seperti jalan raya, tiang listrik, marka jalan, dan fasilitas umum lainnya sudah menjadi tontonan nasional. 

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved