Pilkada Palembang 2024

Tokoh Politik Bicara Adu Lihai Calon Pemimpin Palembang 2024, Masyarakat Dijadikan Objek Pragmatis

Jelang mendekati Pilkada Palembang 2024 TERAS Indonesia mengajak agar masyarakat cerdas dan tidak menjadi objek pragrmatis

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Abdul Hafiz
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Direktur Eksekutif Indonesian Democracy Study Center (TERAS Indonesia) M Haekal Al Haffafah S.Sos M.Sos pada gelaran Tokoh Politik Berbicara dengan tema Adu Lihai Calon Pemimpin Palembang 2024: Siapa Paling Moncer di Rocca Cafe & Resto, Rabu (3/7/2024).  

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Jelang mendekati Pilkada Palembang 2024 Indonesian Democracy Study Center (TERAS Indonesia) mengajak agar masyarakat cerdas dan tidak menjadi objek pragmatis.

"Kalau kita lihat Pilkada Palembang 2024 ini minim gagasan. Dan hari ini memang perdebatan Pilwako Palembang ini tidak ada sesuatu yang bisa diberikan kepada masyarakat. Masyarakat hanya dijadikan objek pragmatis saja dengan basis kekuatan logistik," ungkap pengamat politik Sumsel M Haekal Al Haffafah S.Sos M.Sos.

Haekal yang juga Direktur Eksekutif TERAS Indonesia menjelaskan untuk itulah menggelar Tokoh Politik Berbicara dengan tema Adu Lihai Calon Pemimpin Palembang 2024: Siapa Paling Moncer di Rocca Cafe & Resto, Rabu (3/7/2024). 

Haekal mengungkapkan bagaimana mereka memaknai dinamika elektoral hari ini. Mirisnya, bagi mereka masyarakat cukup bagi-bagi uang, selesai.

"Maka dari itu kita ingin menawarkan bahwasanya kedepan bahwa pemimpin itu seharusnya tidak hanya memiliki political mind (pikiran pilitik) saja, tapi juga democratic mind (pikiran demokratis)," kata Haekal.

Padahal kata Haekal yang juga menjabat Direktur Litbang IKA Fisip Unsri (Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya),  dua hal itu yang berbeda.

Sekarang ini political behaviornya banyak, cuma democratic behaviornya tidak ada. Tataran lebih lanjut misalnya mereka punya political skill yang baik, tapi tidak memiliki democratic skill yang baik.

Sehingga banyak tokoh-tokoh politik, banyak politisi itu yang tidak punya apa-apa yang bisa dijadikan tauladan. 

"Itu yang mau kita sampaikan pesan publik hari ini sehingga jangan hanya menjadi politisi olah-olah saja yang mengerti cara main, teknik-teknik politik, tapi tidak punya democratic mind, democratic skill maupun democratic behavior," terang Haekal.

Karena definisi politik dengan democratic itu terpisah. Skill politik orang banyak, tapi skill demokrasi itu orang tidak punya. Tidak culas, tidak nepotisme, bekerja profesional. Nah ruang-ruang itu tidak pernah.

Poin penting lain sebetulnya definisi pemerintah itu adalah nama lain orang yang sedang diperintah. Jadi posisi rakyat itu sangat kuat untuk menunjuk pemerintah.

Pemerintah itu orang yang sedang ditunjuk, sedang diperintah oleh rakyat. Nah itu yang orang harus paham hari ini. Jangan kebalik, jangan gagah-gagahan merasa elit punya kuasa.

"Padahal kalau kita bahas dalam demokrasi klasik bahkan kalau rakyat tidak setuju, rakyat bisa melakukan revolusi kalau terjadi banyak penyelewengan," tegasnya.

Kemudian, politik itu banyak dimaknai sebagai sama dengan stabilitas. Demokrasi pilkada itu sama dengan stabilitas. Padahal demokrasi itu jalan bising, jalan ribut, jalan kontroversial, jalan dimana fakta-fakta sensitif itu akan diangkat ke permukaan.

Nah calon-calon pemimpin harus siap dengan fakta-fakta itu. Bahwa jalan demokrasi itu rakyat punya posisi yang sangat tinggi karena mereka menunjuk pemerintah dalam proses pemilu ini.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved