Opini
Darah Biru dan Darah “Biru” Kotor
Tulisan ini akan mendiskusikan mengenai darah biru yang berasal dari keturunan asli dan darak “biru”
Oleh : Isni Andriana, SE, M.Fin, PhD
Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya
Tulisan ini akan mendiskusikan mengenai darah biru yang berasal dari keturunan asli dan darak “biru” yang didapatkan karena hadiah atau perebutan kekuasaan.
Diskusi mengenai darah biru bukanlah hal yang asing ditelinga, misalnya pelatikan pangeran Charles III yang dinobatkan sebagai raja Inggris pada tanggal 6 Mei 2023.
Menurut Wikipedia (2023) menyatakan bahwa Charles III (Charles Philip Arthur George) adalah Raja dari Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara beserta negara-negara berdaulat yang termasuk dalam alam Persemakmuran dan merupakan sulung dari Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip.
Istilah darah biru umumnya digunakan untuk merujuk pada orang yang berasal dari keluarga bangsawan atau kerajaan.
Istilah ini berasal dari keyakinan kuno bahwa orang-orang bangsawan memiliki kulit yang sangat putih sehingga pembuluh darah mereka terlihat dengan jelas dan terlihat berwarna biru.
Akan tetapi, secara ilmiah, warna darah manusia adalah merah di dalam tubuh dan hanya berubah menjadi warna biru jika terpapar udara di luar tubuh.
Oleh karena itu, istilah darah biru sebenarnya hanya mitos dan tidak memiliki arti biologis atau medis yang sebenarnya, makanya darah biru adalah dilambangkan dengan keturunan raja dari suatu kerajaan primordial, sebelum adanya Nusantara, namun secara hakekat bahwa langit biru warnanya berasal dari warna biru laut, biru diatas biru di bawah yang bermakna orang yang bisa menauni, mengayomi semua yang ada di bawah yuridiksinya, karena langit disimbolkan sebagai pengayom bumi.
Sehingga darah biru memiliki arti filosofis. seseorang dari suatu keluarga yang aksi nyatanya di zamannya mampu melindungi segenap warganya.
Dalam buku Belajar Spiritual Bersama "The thinking general" (2009) karya Al Sugeng Wiyono, keturunan bangsawan merupakan priyayi luhur atau dikatakan sebagai darah biru.
Pemahaman priyayi luhur itu tentu pada mulanya juga manusia biasa, tapi karena selama hidupnya bertekad untuk mengejar kesempurnaan lahir batin, maka mereka menjadi manusia terpilih dan ditetapkan menjadi seorang raja atau ksatria. Dengan demikian, keturunannya menjadi keturunan yang disebut darah biru.
Trah kusuma rembesing madu. Keturunan orang yang menebarkan keharuman dan nilai-nilai luhur yang diwakili dengan lambang bunga kusuma dan madu.
Darah biru secara tradisional merujuk pada garis keturunan bangsawan atau keluarga kerajaan. Istilah ini menggambarkan anggota keluarga yang dianggap memiliki warisan yang mulia dan istimewa.
Dalam konteks ini, darah biru menandakan status sosial yang tinggi, hak istimewa, dan tanggung jawab terhadap pelayanan kepada masyarakat. Istilah ini mencerminkan sistem feudal di mana keturunan kerajaan dianggap lebih tinggi secara hierarki.
Selain darah biru yang didapat dari garis keturunan, ada juga darah “biru” yang didapat dari hadiah ataupun perebutan kekuasaan yang dalam tulisan ini disebut darah “biru” kotor.
Darah “biru” kotor pada tulisan melambangkan bahwa darah “biru” kotor bukan berasal dari keturunan. Sebagai contoh yaitu cerita yang berasal dari pengkhianatan Ken Arok terhadap Tunggul Ametung demi memperebutkan Ken Dedes. Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes yang saat itu telah mengandung anak dari Tunggul Ametung.
Kemudian berdirinya Kerajaan Tumapel yang akhirnya dikenal sebagai Kerajaan Singasari. Walau Akhirnya Ken Arok meninggal karena dibunuh oleh Anusapati atau yang dalam hal ini adalah anak dari Tunggul Ametung yang dikandung oleh Ken Dedes.
Menjadi bahasan dalam tulisan ini bahwa darah “biru” kotor terdapat “korban” dalam perebutan kekuasaan. Suksesi kepemimpinan tidak jarang mendatangkan petaka. Warga menjadi saling sikut. Hidup mereka penuh syak wasangka, saling curiga. Negara pun menjadi tidak aman.
Seperti itulah yang terjadi dalam cerita perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Ken Arok. Perebutan kekuasaan telah menjadi pusat perhatian dalam sejarah umat manusia. Saat para pemimpin muncul dari proses perebutan ini, kita disaksikan oleh dinamika yang kompleks dan beragam, mencakup aspek-aspek etika, sosial, ekonomi, dan politik.
Pemimpin yang berasal dari darah “biru” kotor menciptakan panggung di mana individu dan kelompok bersaing untuk menduduki posisi puncak.
Ambisi memainkan peran kunci, mendorong para pesaing untuk menunjukkan keunggulan mereka dalam hal kecerdasan, keterampilan taktis, dan kemampuan kepemimpinan.
Proses kepemimpinan yang berasal dari darah “biru” kotor seringkali menghadirkan pertanyaan etika tentang metode yang digunakan untuk mencapainya.
Taktik seperti manipulasi, intrik, dan bahkan kekerasan dapat memunculkan pertanyaan moral tentang sejauh mana individu atau kelompok bersedia pergi untuk mencapai tujuan mereka.
Tidak menutup kemungkinan bahwa perebutan kekuasaan juga terjadi dalam darah biru yang berasal dari garis keturunan, tetapi kelebihan dari kepemimpinan darah biru adalah pemimpin dari darah biru memiliki kedaulatan keluarga yang mendalam.
Mereka sering kali berasal dari keluarga bangsawan atau kerajaan, mewarisi tanggung jawab dan hak istimewa sejak lahir. Warisan ini dapat menciptakan koneksi historis yang kuat dengan masa lalu dan tradisi keluarga.
Pemimpin dari darah biru sering kali dihadapkan pada tanggung jawab sosial yang tinggi untuk menjaga martabat keluarga dan sejarah mereka. Masyarakat mungkin mengharapkan pemimpin ini untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional dan memainkan peran simbolis yang penting dalam kehidupan publik.
Pemimpin dari darah biru sering kali mewakili stabilitas dan kontinuitas. Kepemimpinan ini dapat membawa perasaan keamanan dan warisan yang kokoh, terutama jika masyarakat memiliki hubungan emosional dengan sejarah dan tradisi mereka.
Pemimpin yang muncul dari darah “biru” kotor sering kali didorong oleh ambisi pribadi dan ambivalensi moral. Proses ini dapat melibatkan taktik yang beragam, dari diplomasi hingga intrik politik, menciptakan naratif kepemimpinan yang dapat menjadi kontroversial.
Tetapi, pemimpin dari darah “biru” kotor, seringkali harus menjadi pemimpin yang adaptif dan pragmatis. Mereka harus mampu membaca situasi dengan cepat, mengambil keputusan yang sulit, dan beradaptasi dengan dinamika yang cepat berubah. Pemimpin dari darah “biru” kotor seringkali memiliki anggapan sebagai agen transformasi dan inovasi.
Pemimpin ini juga mungkin membawa perubahan mendalam dalam kebijakan, struktur sosial, dan ekonomi, meskipun dengan risiko ketidakpastian dan resistensi.
Pemimpin dari darah biru dan pemimpin dari darah “biru” kotor sebetulnya keduanya membawa dinamika kepemimpinan yang berharga dalam evolusi masyarakat. Bagaimanapun, keberhasilan kepemimpinan tidak hanya terletak pada latar belakang atau metode perebutan kekuasaan, tetapi pada kemampuan mereka untuk memahami dan merespons kebutuhan serta aspirasi masyarakat.
Dengan mendalaminya, kita dapat menghargai peran unik setiap tipe pemimpin dalam membentuk dunia kita. Dengan melibatkan masyarakat, pemimpin dapat membimbing dan menciptakan masa depan yang lebih baik, tidak hanya untuk kelompok tertentu, tetapi untuk keseluruhan masyarakat. Yang menjadi tantangan besar adalah legitimasi dan dukungan publik dimana kedua elemen utama yang membentuk dasar kekuasaan seorang pemimpin.
Kedua faktor ini tidak hanya memberikan pijakan untuk keberlanjutan kepemimpinan, tetapi juga memengaruhi efektivitas dan dampak keputusan-keputusan yang diambil oleh pemimpin.
Dalam era informasi dan transparansi saat ini, keduanya menjadi semakin krusial, dan review ini akan mempertimbangkan peran serta implikasi dari legitimasi dan dukungan publik dalam konteks kepemimpinan.
Merdeka Belajar, Merdeka Beriman: Refleksi Hari Kemerdekaan dalam Bingkai Pendidikan Islam |
![]() |
---|
Pengoplosan Beras Mengindikasikan Lemahnya Posisi Kosumen? |
![]() |
---|
Menelisik Tren Hunian Hotel di OKU: Antara Tantangan dan Optimisme |
![]() |
---|
NTP dan NTUP Sumsel Turun: Apa Artinya Bagi Ketahanan Petani? |
![]() |
---|
Apresiasi Tinggi untuk Retret Laskar Pandu Satria di Sumsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.