Opini: Norma Hukum Privat dan Publik yang Tidak Sejalan
Aparat penegak hukum kita sudah mulai menerapkan penegakan hukum tindak pidana yang lebih humanis melalui konsep keadilan restoratif.
Oleh: Muhammad Syahri Ramadhan, S.H.,M.H
(Ketua Pusat Kajian Hukum Sriwijaya (SLC) dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya)
SRIPOKU.COM -- DALAM ilmu hukum, secara sifat hukum terdiri dari 2 (dua) macam yaitu hukum publik (umum) dan hukum privat (pribadi). Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat dengan pemerintah. Pengertian lain, hukum umum adalah hukum yang mengatur kepentingan umum. Contohnya, seperti hukum pidana yang contoh kasusnya seperti pencurian, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba dan tindak pidana lainnya, dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Selanjutnya hukum tata negara maupun hukum administrasi negara, yang mengatur persoalan hubungan antar pemerintah dan warga negara dalam konteks tata pemerintahan.
Lalu, sifat hukum lainnya ialah hukum privat (pribadi), hukum ini merupakan hukum yang mengatur hubungan orang atau kelompok dengan orang atau kelompoknya. Contohnya ialah perjanjian jual beli. Disitu jelas ada aturan yang diterapkan sesuai kedudukan hak dan kewajiban seorang penjual maupun pembeli.
Secara awam, kedua sifat hukum ini jelas berbeda implementasinya. Namun, seperti dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Memisahkan hukum publik dan hukum privat dalam kehidupan masyarakat adalah hal yang mustahil.
Hal ini disebabkan setiap ada penerapan hukum publik diterapkan, maka disitu ada aspek norma hukum privat yang secara otomatis akan terikat. Sebaliknya, di saat norma hukum privat dilaksanakan, pada hakekatnya norma hukum privat terlaksanakan berkat adanya landasan dari norma hukum publik yang dibuat (Prasetianingsih, 2014).
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Contohnya, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan ranah dari hukum publik (hukum tata negara). UU ITE mengatur perihal transaksi elektronik (e-commerce) yang secara teknis pelaksanaan, norma hukum privat (hukum perjanjian) yang akan digunakan.
Disharmoni antara hukum publik dan privat
Baru–baru ini, kita digemparkan kasus rudapaksa anak seorang debitor (pihak yang berutang) oleh debt collector di Karawang (bengkulu.tribunnews.com). Mulanya, para penagih utang tersebut ingin bertemu untuk menyelesaikan kasus utang piutang yang melilit orang tua si korban. Mengingat hanya korban sendirian di rumah, maka pelaku memanfaatkan momen tersebut untuk memenuhi nafsu bejatnya. Parahnya lagi, korban masih di bawah umur dan kejadian tersebut dilakukan lebih dari satu kali.
Fenomena ini membuat hakekat hukum di Indonesia masih memprihatinkan. Sejatinya, perjanjian kredit tidaklah dilarang dan dilindungi oleh hukum. Berbagai landasan yuridis mulai dari Kitab Undang–Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Undang – Undang Perbankan, sudah mengatur sedemikan rupa.
Masalahnya, pada waktu teknis di lapangan proses pelunasan utang piutang sering mengalami masalah yang beraneka ragam.
Di saat kesepakatan antara pihak menemui jalan buntu. Maka bersiaplah, Perampasan paksa barang milik pihak berutang dari debt collector, serangan verbal hingga adu fisik antar pihak nasabah maupun penagih utang, bukan tidak mungkin akan terjadi. Rentetan kasus tersebut merupakan fenomena yang sudah menjadi lumrah.
Kasus yang terjadi di karawang, harus menjadi tamparan keras bagi para pemerhati hukum. Tampak sekali aturan hukum publik mengenai perjanjian kredit belum sesuai dengan yang dikehendaki aturan hukum privat.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Harapan menyelesaikan sengketa dalam hukum perjanjian dengan kekeluargaan, aman dan menentramkan kedua belah pihak. Justru, harus terjerembap kepada permasalahan sanksi hukum publik yaitu sanksi pidana.
Sering kecolongan
Tidak ada niat penulis untuk mendiskreditkan ke salah satu norma hukum yang berlaku di bumi ibu pertiwi. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, norma hukum publik dan privat adalah kedua aspek hukum yang selalu bersinggungan.
Teringat bertemu dengan para mahasiswa yang baru saja diwisuda, penulis sering mengingatkan mereka untuk siap jika ada masyarakat awam berkonsultasi terhadap masalah hukum yang dihadapi.
Masyarakat tidak akan bertanya apa program kekhususan atau minat bidang hukum yang diambil. Mereka hanya tahunya seorang sarjana hukum dapat mengetahui dan mampu menyelesaikan masalah terkait hukum umum maupun pribadi.
Persoalannya, pada praktek seringkali kedua norma hukum tersebut tidak terharmonisasi dengan baik.
Masih segar dalam ingatan, mengenai kontroversi putusan MK terkait harta kekayaan suatu badan hukum publik (seperti BUMN dan BUMD), merupakan bagian harta kekayaan negara.
Tidak sedikit para ahli hukum privat murka atas putusan dari para penjaga benteng konstitusi tersebut.
Di saat harta perusahaan merugi, maka potensi para direksi berada di balik jeruji, bukanlah sebuah mimpi.
Dalam bisnis, utang dan rugi merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri. Kegagalan mengelola keuangan perusahaan tidak boleh dipukul rata bahwa pihak yang bertanggung jawab telah melakukan kejahatan dan harus disanksi berat (Arifardhani, 2019).
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Sama halnya seperti Perjanjian kredit. Kemampuan dan kemauan pihak yang berutang begitu dinamis. Mereka tidak bayar, bukan berarti tidak mau, tetapi kondisinya memang tidak mampu. Meskipun tidak dipungkiri, terdapat oknum nasabah yang tidak mau atau pura – pura lupa terhadap kewajiban untuk membayar utangnya.
Namun, hal tersebut dapat ditangani apabila diselesaikan dengan jalur musyawarah antara kedua belah pihak. Bukan dengan cara kekerasan seperti memaki, menganiaya bahkan membunuh yang dilakukan kedua belah pihak.
Tidak perlu lagi proses penagihan utang piutang menggunakan jasa preman yang berkedok pegawai perusahaan.
Meksipun ada dalih aturan hukum publik mengenai keberadaan debt collector, tetapi peran mereka jangan disamaratakan seperti polisi yang dapat menembak pelaku kejahatan.
Jika pun ingin menggunakan jasa tersebut, proses rekrutmen para penagih ini mulai dari kompetensi maupun profil perseorangannya harus diseleksi dengan ketat. Bahkan, jika “perlu” pemerintah membuat aturan khusus terkait para tukang tagih tersebut.
Opsi lainnya, menggunakan pihak ketiga yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Penyeleesaian Sengketa Konsumen, mediator dan lembaga lainnya untuk menyelesaiakan masalah antara pihak berutang dan berpiutang.
Jangan lagi aturan hukum publik yang dibuat sedemikian rupa, tidak mengakomodir kepentingan pribadi para pihak. Sebaliknya, di saat pelaksanaan hukum privat disalahtafsirkan, maka potensi sanksi hukum publik justru merongrong bagi para pihak yang bersengketa.

Optimalkan jalur non-litigasi
Baik diselesaikan dalam pengadilan (litigasi) dan luar pengadilan (non-litigasi ), semuanya diperbolehkan demi mendapatkan keadilan bagi pihak yang berperkara.
Namun, dalam perspektif hukum perdata, segala sengketa diutamakan di luar pengadilan terlebih dahulu. Konflik tidak melulu harus diselesaikan dengan memberi penghukuman maupun efek jera bagi pelaku.
Jika ada kemungkinan damai dan upaya mengembalikan keseimbangan antara pihak bersengketa (win–win solution). Maka, hal tersebut lebih elok untuk diutamakan.
Sanksi di dalam hukum privat bersifat restitutif. Hal tersebut tidak harus dicapai dengan menggunakan proses jalur pengadilan yang membutuhkan proses yang lama.
Perlu diingat, kredit macet merupakan keniscayaan dalam bisnis. Fenomena tersebut tidak serta merta disebut kejahatan seperti dalam norma hukum publik.
Bahkan, aparat penegak hukum kita sudah mulai menerapkan penegakan hukum tindak pidana yang lebih humanis melalui konsep keadilan restoratif. Maka dari itu, persoalan kredit macet atau utang piutang. Tidak perlu dilakukan dengan cara – cara kekerasaan yang berpotensi menyimpangi kaidah hukum privat. Bukankah begitu? (*)
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

hukum privat
CPNS 2026 Resmi Dibuka, Ada Untuk Lulusan SMA/SMK Ini Rinciannya |
![]() |
---|
Penerima Bansos Terindikasi Judi Online, Ada 1.500 KPM di OKI Dihapuskan dari Bantuan Sosial |
![]() |
---|
Kabupaten Lahat Dapat Bantuan Wujudkan Swasembada Pangan |
![]() |
---|
Pidato Prabowo di PBB, Indonesia Siap Akui Israel, Syaratnya Palestina Merdeka |
![]() |
---|
Kelurahan Bangun Rejo Jadi Perwakilan Lomba 10 Program Pokok PKK Sumsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.