Mimbar Jumat
Mimbar Jumat: Menelusuri Jejak Ramadhan
Ya Allah, mohon terimalah puasa kami, shalat kami, doa kami, dan seluruh amal shalih kami.
Oleh: Dr Hj Uswatun Hasanah MAg
(Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Dirda LPPK Sakinah Kota Palembang)
SRIPOKU.COM -- RAMADHAN, bulan penuh berkah yang mana pada tiap amalan yang dilakukan, Allah swt lipat gandakan hitungan pahalanya menjadi lebih dari 700 kali lipat (H.R. al-Bukhariy, 1904). Sehingga berlomba-lombalah kaum muslimin mengumpulkan dan menebarkan kebaikan di bulan tersebut.
Puasa dengan menahan lapar dan dahaga, sebelumnya sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan di berbagai belahan dunia (Q.S. al-Baqarah, 183). Tidak terkecuali di lingkungan masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Puasa dilakukan dengan cara menahan diri untuk tidak makan dan minum, tidak melakukan hubungan suami-istri dan juga menahan diri untuk tidak banyak berbicara. Dalam menjaga kemurnian ibadah puasanya tidak jarang sebagian masyarakat Quraisy melakukan tahanuts, menyendiri di gua-gua atau di pinggiran desa.
Kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan bagi umat Islam, perintahnya baru diterima oleh Rasulullah pada tahun ke -2 Hijriyah. Selanjutnya puasa Ramadhan menjadi bagian dari Rukun Islam yang harus diimani dan dilaksanakan. Selama satu bulan penuh kaum beriman yang telah balig dan berakal dengan penuh ketaqwaan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan di setiap tahunnya.
Saat ini setelah lebih dari dua bulan berlalu, ketika Ramadhan pergi meninggalkan kita semua. Keshalihan yang telah dibangun dengan susah payah selama sebulan penuh, apabila tidak dijaga secara baik, diibaratkan seperti jejak kaki di atas pasir pantai. Begitu mudahnya terhapus hanya dengan satu kali deburan ombak. Ragam godaan dunia dan bisikan dari setan yang terus mencari teman, akan bisa menghapus satu per satu jejak-jejak kebaikan Ramadhan. Hingga pada akhirnya secara hampir bersamaan, berakhir Ramadhan maka berakhir pula semangat dalam ketaqwaan dan menebar kebaikan. Perlu ikhtiar yang tidak mudah untuk senantiasa menjaga stabilitas hati dan amalan.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
Tidak cuma taat beribadah dan meninggalkan larangan Allah pada saat bulan Ramadhan saja, akan tetapi tetap terus mempertahankannya di bulan-bulan selainnya. Hal ini menandakan tulusnya sebuah taubat dan terbangunnya tujuan utama dari berpuasa yaitu untuk mencapai derajat taqwa.
Jika setelah Ramadhan seseorang kembali mendatangi kemaksiatan dan menolak untuk melakukan kebaikan maka keihlasan ibadahnya di bulan Ramadhan menjadi sesuatu yang perlu dipertanyakan. Ibn al-Mubarok mengumpamakan seorang yang tidak istiqamah dalam kebaikan laksana seorang peminum khamr. Ia meninggalkan minum khamr untuk jangka waktu tertentu kemudian meminumnya kembali pada waktu tertentu pula. Terlebih jika telah ada di dalam hatinya niat akan mengulangi kemaksiatan tersebut apabila memperoleh kemudahan untuk melakukannya kembali. Begitu juga seseorang yang kehilangan jejak Ramadhannya, baik secara terencana maupun tidak. Karena meskipun tidak ada niat sebelumnya untuk sengaja mengulangi kemaksiatan, tetap saja dia disebut sebagai seorang yang belum sempurna dalam taubat dan ketaqwaan.
Seseorang perlu melakukan ikhtiar maksimal, menjaga stabilitas hati dan amalan. Yakin pada Allah, karena Allah yang akan memberikan keridhaan dan menunjukkan jalan yang lurus kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan (Q.S. al-ankabut, 69). Ibnu Taymiyyah menjelaskan bahwa sesungguhnya kebaikan yang dilakukan seseorang, sebagiannya merupakan bentuk pahala atas kebaikan sebelumnya. Demikian pula dengan keburukan, kadangkala ia merupakan hukuman atas keburukan yang pernah dilakukan sebelumnya. Karena itu jika setelah bulan Ramadhan, seseorang tetap istiqamah melaksanakan amalan-amalan kebaikan yang telah dilakukannya, maka bisa jadi ini adalah sebagai satu tanda diterimanya amal kebaikan yang telah dilakukan pada bulan Ramadhan. Meskipun tidak mudah untuk istiqamah dalam kebaikan untuk waktu yang tidak terbatas, beberapa upaya berikut bisa menjadi pilihan dalam menemukan metode menjaga semangat dan tidak kehilangan jejak-jejak Ramadhan di sepanjang masa.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Pertama: senantiasa meluruskan niat. Niat yang lurus dimaknai sebagai keinginan di dalam hati untuk melakukan sesuatu yang ditujukan hanya kepada Allah. Keridhaan Allah menjadi satu-satunya sebab melakukan atau tidak melakukan suatu. Karena diterima atau tidaknya sebuah perbuatan di sisi Allah hanya didasarkan pada niatnya (H.R. al-Bukhariy, 6689). Ar Rabi’ bin Khutsaim mengatakan bahwa segala sesuatu yang tidak diniatkan untuk mencari keridhaan Allah maka akan sia-sia. Betapa besarnya fungsi dan eksistensi dari sebuah niat, ia diibaratkan sebuah ruh yang ada di dalam jasad. Seseorang akan mendapatkan pahala atau siksa dari apa yang diperbuatnya sangat tergantung dengan niat. Amal yang kecil bisa menjadi besar karena niat, sebailknya amal yang besar bisa menjadi kecil bahkan tidak bernilai sedikitpun di mata Allah adalah karena niat.
Apabila seseorang mengerjakan ibadah dengan niat murni untuk mendapatkan dunia maka tidak diterima ibadahnya (Q.S. Huud, 15-16). Adapula orang yang mencampur niat ibadahnya dengan tujuan memperoleh kebaikan dunia. Seperti melaksanakan puasa selain untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah untuk diet. Maka yang seperti ini bisa mengurangi balasan keikhlasannya (Q.S. al-Baqarah, 198).
Namun apabila kecenderungan memperoleh nikmat dunia lebih besar daripada keikhlasan ibadah kepada Allah maka ia tidak memperoleh ganjaran apapun di akhirat. Balasan maksimalnya hanya berupa kebaikan di dunia. Bahkan di antara pendapat mengatakan bahwa memadukan kebaikan dunia dan akhirat pada satu amalan merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan, karena akan menyeret kepada dosa. Sebab ia telah menjadikan ibadah yang seharusnya karena Allah, menjadi sarana untuk mendapatkan dunia yang tidak ada nilainya di mata Tuhan.
Ibn Qayyim mengatakan bahwa orang-orang yang bijaksana, mampu melakukan perbuatan biasa menjadi luar biasa yaitu bernilai ibadah. Adapun orang-orang awam menjadikan ibadah hanya sebatas kebiasaan atau rutinitas. Misalnya menjadikan shalat hanya sebagai kewajiban dan rutinitas. Seorang yang bijaksana ketika dihadapkan pada sebuah hidangan makanan, ia merasakan sebagai sebuah nikmat untuk dirinya, lalu ia bersyukur, berharap memperoleh kemudahan untuk mengkonsumsinya dan menjadikan makanan tersebut sebagai sumber energi untuk melakukan lebih banyak kebaikan.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Bukanlah sesuatu yang benar, jika meninggalkan amalan karena takut riya ataupun berhenti berbuat, khawatir niat terkotori oleh kebaikan dunia. Perlu dipahami bahwa sama saja antara melanjutkan beramal ataupun menghentikannya karena sebab selain Allah. Perbuatan tersebut sama-sama disebut sebagai riya.
Fudhail bin Iyadh mengatakan bahwa meninggalakn suatu amal karena manusia adalah riya, beramal karena manusia adalah riya, ikhlas adalah, melakukan amalan disebabkan untuk mencari keridhaan Allah. Terbaik adalah belajar dan berusaha terus tanpa lelah, sambil meminta perlindungan kepada Allah, di antaranya dengan banyak mengucap kalimat istighfar. Jika ibadah Ramadhan tidak diiringi dengan niat ikhlas karena Allah, wajar saja jejaknya cepat hilang, dan gemanya tidak sampai ke hari pembalasan. Karenanya perbaiki dan perbaharui niat.
Cara kedua, yang harus dilakukan untuk menjaga keistiqamahan ibadah Ramadhan adalah bergaul dengan orang-orang shalih. Berteman dengan orang baik dan senantiasa menjalankan ibadah dan memelihara ketaqwaan sangat membantu dalam menjaga stabilitas keimanan. Firman Allah: “Bagaimana mungkin kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian …” (Q.S. Al-Imron, 101). Allah juga menasihatkan bahwa hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar (Q.S. Al-Taubah, 119).
Rasul bersabda bahwa: “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak” (H.R. al-Bukhariy, 2101).
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Keberadaan seorang teman tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan dunia tetapi juga kehidupan akhirat. Memilih teman tidak hanya terkait kebaikan dunia terlebih lagi untuk kehidupan akhirat yang kekal abadi baik siksa ataupun bahagianya. Jika kepergian Ramadhan menanggalkan motivasi dan semangat untuk menjalankan ibadah maka mencari dan berkumpul dengan teman-teman shalih adalah sebuah upaya yang bisa dilakukan untuk mengembalikan semangat beribadah. Teman yang shalih akan mengajak kepada kebaikan memotivasi untuk tetap berdzikir dan bermohon kepada Allah dalam keadaan apapun, berlomba-lomba memperbanyak membaca al-Qur’an, saling menasihati dalam kebaikan serta mengikuti beragam majelis yang dapat menjaga dan meningkatkan amal kebaikan.
Metode ketiga adalah mengingat mati. Dalam memotivasi diri kepada kebaikan untuk kehidupan di dunia dan akhirat adalah mengingat mati. Hakikat mengingat kematian bukan untuk melemahkan semangat hidup, menghancurkan cita-cita dan menepis asa. Akan tetapi justru meningkatkan semangat untuk berbuat dan menmpersembahkan hal-hal terbaik dalam kesempatan hidup yang tidak lama. Di kehidupan dunia yang hanya sementara ini, perbanyak karya, meraih prestasi di berbagai bidang. Tidak ada yang sia-sia di mata Allah asalkan tidak lupa meniatkannya sebagai ibadah.
Mengingat kematiana dalah cara untuk memahami tujuan hidup. Mencari, mengumpulkan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat. Apapun yang dilakukan dengan motivasi ibadah dan mengingat kematian secara benar justru akan membawa hasil kerja yang maksimal. Yaitu menambah frekuensi, melakukan semua pekerjaan sebaik mungkin, sebagai amal untuk akhirat dan jariyah bagi generasi selanjutnya. Tidak ada seorang pun yang ingin diingat sebagai seorang yang buruk setelah kepergiannya, apalagi yang didoakan kepergiannya sebelum ia benar-benar pergi.
Mengikuti jejak-jejak Ramadhan salah satunya dengan melantunkan doa kebaikan sepanjang tahun. Karena kesempurnaan sebuah ikhtiar hanyalah jika ditutup dengan doa dan tawakkal kepada Allah. Misalnya dengan membaca: Allahumma Taqabbal shiyaamanaa wa qiyaamanaa wa du’aaanaa wa shaalih a’maalina, “(Ya Allah, mohon terimalah puasa kami, shalat kami, doa kami, dan seluruh amal shalih kami.”) Amin.***

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.