MK Putuskan Sistem Pemilu Terbuka

Reaksi Parpol di Sumsel Usai MK Tolak Gugatan Sistem Pemilu Tertutup

Hampir semua partai politik di Sumsel menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sistem pemilu.

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Yandi Triansyah
TRIBUNNEWS.COM
Ketua MK Anwar Usman 

Mantan Cabup Muaraenim ini menjelaskan kalaupun nantinya terjadi ada perubahan itu ada faktor penyebabnya. 

"Antara lain tolak ukurnya tidak menunjang suara partai. Tidak memenuhi kriteria fisik. Pindah partai lain. Mungkin ada caleg yang ganda. Nasdem dari awal berharap sistemnya proporsional terbuka," kata Syamsul yang juga akan kembali maju sebagai Caleg DPRD Provinsi Sumsel

Bendahara DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ir H Yudha Rinaldi menyatakan PDI Perjuangan dari awal siap sistem proporsional terbuka ataupun tertutup. 

"Kalaupun keputusan MK seperti itu, kita siap karena PDIP punya infrastruktur partai sampai ke tingkat anak ranting. Konsolidasi menggerakkan kampanye caleg-caleg," kata Yudha Rinaldi. 

Ia sendiri caleg DPRD Provinsi tidak ada masalah mau sistem terbuka ataupun tertutup sama saja. Yang pasti para caleg se-Dapil bukan saling merebut konstituen, karena nantinya membagi wilayah. 

Yudha yang mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Sumsel menyatakan dari hasil putusan MK ini tidak berpengaruh kepada caleg-caleg yang telah didaftarkan PDIP. 

"Tidak ada perubahan karena pendaftaran itu sudah mengantisipasi kalau ini proporsional terbuka. Tidak ada perubahan-perubahan nomor yang signifikan. Tidak ada lagi. Apa yang sudah diusulkan kemarin itulah kira-kira yang akan menjadi DCS. Kecuali ada caleg yang mengundurkan diri, berkasnya tidak memenuhi syarat, baru kita ganti," jelas Yudha. 

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem sistem pemilu. Sehingga pemilu 2024 akan dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis    (15/6/2023). 

Dalam putusan itu, hakim MK Arief Hidayat mengajukan dissenting opinion. Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu. Baik lewat proporsional terbuka atau pun proporsional tertutup.

"Pilihan terhadap sistem pemilihan apapun, sama-sama berpotnensi terjadinya praktik politik uang," ujar hakim MK Saldi Isra.

Oleh sebab itu, MK memerintahkan 3 langkah dalam memerangi politik uang. Pertama parpol dan anggota DPRD memperbaiki dan komitemen tidak menggunakan politik uang. Kedua penegakan hukum harus dilaksanakan.

"Tanpa membeda-bedakan latar belakangnya," ujar Saldi.

Ketiga masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik tidak menerima politik uang. Hal itu tidak hanya kesadaran dan tanggung jawab pemerintah tapi juga kolektif parpol, civil society dan masyarakat. MK menyatakan tegas politik uang tidak dibenarkan sama sekali

"Politik uang lebih karena sifatnya yang struktural, bukan karena sistem pemilu yang digunakan. Tidak bisa dijadikan dasar karena sistem pemilihan tertentu," beber Saldi Isra.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved