Mimbar Jumat
Opini: Quantum Cinta Dalam Pendidikan Anak
Dalam Islam, hakikat pendidikan anak sebenarnya tidak terletak di atas pundak tanggungjawab para guru & sekolah, tapi justru pada masing-masing...
Meski masih bersifat komunikasi sepihak dan mungkin tidak ada respon secara langsung dari anak yang ada dalam kandungan, namun paling tidak itulah ungkapan kelembutan penuh cinta orang tua pada anaknya. Sesuatu yang diberikan dengan sebuah ketulusan juga akan diterima dengan ketulusan. Lebih dari itu, kata-kata yang diucapkan mengandung do’a dan Allah Swt. pasti mendengarnya.
Kelembutan dan cinta kasih merupakan sunnatullah yang tumbuh secara fitrawi pada setiap diri manusia, termasuk para orang tua pada anaknya. Namun terkadang karena rasa lelah, kesibukan dan faktor lainnya, orang tua sering melupakan makna pentung mendidik anak dengan kelembutan. Sehingga tanpa sadar seringkali bersikap kasar, keras dan memaksa. Padahal pada setiap belaian, perhatian, ciuman dan pelukan orang tua pada anaknya terdapat kekuatan luar biasa yang akan mengoptimalkan tumbuh kembang jiwanya.
Sebaliknya, semua perlakuan keras dan kasar yang pernah dilakukan pada mereka justru akan menyisakan trauma mendalam pada jangka waktu yang sangat lama. Ketika Nabi Saw. sedang mencium cucunya, Hasan, seorang sahabat berkata: “Saya punya sepuluh orang cucu, namun tidak pernah mencium satupun dari mereka”. Lalu Nabi Saw. bersabda: “Sungguh siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi”. (HR. Muslim). Beliau juga seringkali mengajak anak-anak bercanda dan bermain. Dalam satu kesempatan misalnya Nabi Saw. membariskan tiga orang anak kecil lalu berkata: “Siapa yang lebih dahulu dapat memegangku, maka ia akan mendapat hadiah”. Ketiga anak kecil itu berlomba untuk dapat memegang beliau. Di antaranya ada yang berhasil memegang punggung dan ada yang memegang dada. Lalu Nabi Saw. memeluk mereka. (HR. Imam Ahmad). Beliau tidak pernah membangun jarak antara dirinya dan anak-anak. Apa yang beliau lakukan adalah wujud dari kebesaran cinta dan kelembutan demi menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan di hati mereka.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Mendidik adalah sebuah proses yang panjang. Terkadang orang tua tidak sabar ingin segera melihat hasil dalam waktu yang singkat. Keinginan tersebut kerap kali menjadikan orang tua ‘memaksa’ anak untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Sedang bagi anak-anak, perlakuan tersebut tak lebih dari sebuah siksaan. Ketika proses pendidikan sudah dirasa sebagai siksaan, maka jiwa anak akan rusak dan tidak akan tumbuh kembang secara maksimal. Mendidik dengan cinta berarti mengikuti alur kecenderungan yang telah dibawa anak sejak lahir. Tugas orang tua hanya mengarahkan, membimbing dan meluruskan, sembari menanamkan nilai-nilai kebaikan.
Selain itu, mendidik juga berarti memenuhi hak-hak anak. Meskipun hal ini seringkali disalahartikan dengan memberikan segala fasilitas, baik yang diinginkan maupun tidak. Hak anak yang paling penting dalam hal ini adalah mendapatkan perhatian, perlindungan, cinta dan kasih sayang yang penuh dari kedua orang tuanya. Namun dalam beberapa kasus banyak orang tua yang justru lebih mementingkan pekerjaan dan karier daripada anak-anaknya.
Mereka berangkat kerja ketika anak-anak masih tidur dan pulang saat mereka juga telah tertidur. Parahnya, tidak jarang pekerjaan dan karier justru dianggap sebagai bukti cinta dan sayang pada anak-anaknya. Padahal orang tua adalah guru yang sebenarnya bagi anaknya. Wallahu a’lam. ***

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.