Mimbar Jumat

Keutamaan Sikap Moderat Dalam Berbangsa dan Bernegara

Dalam Islam, orang moderat memiliki karakternya sendiri, yaitu tidak saling menyalahkan, tidak merasa paling benar sendiri, serta mau berdialog.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Otoman SS, MHum. (Dosen Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang) 

Oleh: Otoman, SS, MHum.
(Dosen Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang)

SRIPOKU.COM -- ALLAH SWT berfirman: “Demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi terhadap umat manusia seluruhnya, dan Rasulullah pun akan menjadi saksi atas kalian”. (QS. Al-Baqarah:143).

Kutipan ayat di atas walaupun ditujukan kepada seluruh umat Islam, namun para sahabat adalah golongan pertama dan utama berhak dalam pujian ini sebelum umat Islam lainnya, mereka adalah umat moderat yang terbaik yang pernah dimiliki Islam, murid langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka siapa saja yang mengikuti jalan hidup sahabat dalam beragama, maka merekalah pengikut Islam moderat sesungguhnya.

Sebagai warga Negara Indonesia yang penuh dengan keberagaman, kita telah dan senantiasa berdamai dengan perbedaan serta menjunjung tinggi kesatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Hal itu menegasikan bahwa kita telah berhasil menanamkan sikap moderat dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara yang baik.

Jika kita telisik, sesungguhnya sikap moderat itu sendiri merupakan internalisasi sekaligus eksternalisasi dari sila kedua Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Ketiadaan sikap moderat, mustahil perdamaian antar golongan di negara kita tercinta ini dapat terwujud.

Memiliki sikap moderat dalam berbangsa dan bernegara merupakan keniscayaan. Sebab, dengan memiliki sikap moderat dalam keberagaman, dapat meredam terjadinya friksi akibat kesalahan interpretasi dari informasi yang ada. Atau adanya pengaruh dari kelompok lain yang mungkin ingin memecah belah bangsa.

Moderasi adalah upaya intermediasi antar kelompok yang berbeda agar terjadi saling memahami dan dapat membangun kepercayaan sesama anak bangsa dan warga negara. Dengan demikian perlu untuk dieksplorasi keutamaan sikap moderat dan karakeristiknya agar dapat diambil manfaat dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderat berarti “selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah.” Dalam beberapa hal, moderat memang merupakan kondisi yang tidak mutlak, berada di tengah-tengah, dan terukur. Artinya kita memposisikan diri sesuai dengan konteks tanpa menjadi condong ke satu pihak tertentu. Akan tetapi, karena itu pula lah moderat sifatnya menjadi kondisional dan sangat dipengaruhi oleh perkiraan kita yang tidak mutlak adanya.

Di sisi lain, moderat juga menjadi bukti bahwa seseorang mempunyai kemampuan untuk melihat sesuatu dengan logis dan seimbang. Dalam menyikapi suatu hal, orang yang moderat akan melihat dari berbagai sisi dan menjunjung tinggi keadilan. Bahkan untuk beberapa kondisi, moderat merupakan kondisi yang ideal dalam menjaga tatanan dalam berbangsa dan bernegara yang dipenuhi kebaikan moral-etis.

Adapun karakteristik orang moderat biasanya mengambil posisi tengah, bersikap adil, dan menjadi penengah dalam sebuah konflik. Karena secara umum orang moderat dapat bernegoisasi secara baik, serta dapat mengambil suatu keputusan yang bijak dan tepat dalam berbagai situasi. Selain itu, sesungguhnya masih banyak lagi karakteristik yang dapat disematkan pada orang moderat. Secara umum,paling tidak ada empat penciri bagi orang moderat (orang yang memiliki sikap moderat), yaitu bersifat terbuka, berpikir rasional, bersifat rendah hati, dan membawa manfaat.

Pertama, bersifat terbuka.
Seorang yang moderat biasanya memiliki sikap terbuka dan membuatnya bisa menerima masukan dari berbagai pihak. Orang moderat saat mendapatkan kritik, dia tidak menganggapnya sebagai “serangan” melainkan trigger (pemicu) untuk membuat dirinya makin berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Itulah sebabnya, orang yang moderat tidak akan pernah merasa dirinya paling benar, apalagi melawan orang yang mempunyai pandangan atau pikiran yang berbeda dengannya.

Sebagai contoh, Imam Malik, penulis kitab Al-Muwaththa’. Kitab ini, dalam satu riwayat disebutkan ditulis selama 40 tahun. Lamanya rentang penyusunan tersebut karena Imam Malik ingin mendapatkan masukan dan umpan balik dari para ulama. Setiap masukan itu selanjutnya diperbaiki hingga para ulama kemudian menyatakan bersepakat bahwa karya Imam Malik tersebut sudah dinilai baik.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Sikap terbuka merupakan suatu sikap universal yang diajarkan Islam. Sebab sikap keterbukaan sangat dibutuhkan agar segala sesuatunya menjadi mudah. Tanpa adanya sikap terbuka tentu saja akan menimbulkan banyak fitnah. Dalam penerapannya sikap terbuka harus dilakukan secara berkeadilan. Itu artinya seseorang yang mempunyai sikap terbuka harus mengetahui situasi dan kondisi.

Kapan harus menerapkan keterbukaan dan kapan harus menerapkan sikap tertutup. Karena tanpa adanya kebijaksanaan mengenai kapan harus menerapkan sikap terbuka dan kapan harus menerapkan sikap tertutup seseorang akan cenderung berbuat kezaliman. Baca QS. Al Hujurat: 9; “Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Kedua, berpikir rasional.
Bagi orang dengan sikap moderat, semua hal harus bisa diterima serta ditinjau oleh akal sehat. Jika tidak, maka ada sesuatu yang harus dipertanyakan untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas lagi. Karena itu, jangan heran kalau orang yang moderat selalu berbicara berdasarkan opini yang berasal dari ilmu pengetahuan sehingga setiap perkataannya bisa dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. Orang yang moderat cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis, tertib, metodis, dan koheren.

Tak berhenti sampai di situ, mereka juga mampu berpikir secara objektif, tajam, abstrak, serta menggunakan asas-asas sistematis. Banyak sekali ayat dalam al-Quran yang menunjukkan keutamaan berpikir rasional, diantaranya dalam QS. Ar Rad: 19; “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.”

Ketiga, bersifat rendah hati (tawadhu’).
Ciri orang dengan sikap moderat selanjutnya adalah rendah hati. Mereka jauh dari sikap sombong, karena orang moderat selalu merasa mempunyai kekurangan dalam berbagai hal, terutama ilmu pengetahuan. Maka dari itu, bagi orang moderat, belajar adalah sebuah cara untuk tetap hidup dan menjadi manusia.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Dan yang paling utama, orang moderat akan senantiasa rendah hati saat berbicara dengan orang lain serta tidak akan merasa dirinya yang paling benar diantara teman-temannya. Baca QS. Al Furqon: 63; “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”

Keempat, memberi manfaat.
Dengan sikap rendah hati yang selalu melekat pada dirinya, orang moderat akan berusaha sekeras mungkin untuk memberikan manfaat kepada dirinya sendiri maupun kepada orang-orang di sekitarnya. Bagi orang moderat, menjadi orang yang bermanfaat jauh lebih penting daripada menunjukkan kelebihannya sendiri. Lihat QS. Al Isra: 7; “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kaliansendiri …”. Dan Sabda Rasulullah SAW; “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ImamThabrani).

Dalam konteks politik.
Indonesia sebagai sebuah bangsa yang kaya dengan perbedaan. Bagi kita penting untuk memahami, bahwa perbedaan itu ibarat pedang bermata dua, dapat menjadi kekuatan atau kelemahan dari bangsa ini, maka sangat tergantung siapa dan bagaimana menggunakannya. Setiap kali memasuki tahun politik, pihak-pihak yang culas dan tidak bertanggung jawab memanfaatkan kelemahan ini untuk kepentingannya sendiri maupun untuk golongannya.

Masih segar dalam ingatan kita, pada tahun 2019 lalu bisa dibilang menjadi salah satu tahun politik yang sukses meninggalkan efek negatif bagi masyarakat Indonesia. Polarisasi dan perseteruan antara dua pendukung capres mencapai tingkat lanjut saat masyarakat tidak lagi menjunjung sikap moderat. Padahal negara demokrasi seperti Indonesia identik dengan sikap moderat tersebut.

Demokrasi juga merupakan penengah antara ekstrim kiri (otoriter) dan ekstrim kanan (anarki). Otoriter adalah gaya kepemimpinan yang segala sesuatunya sangat tergantung kepada pemimpin. Keputusan diambil oleh pemimpin secara mutlak dan anggotanya harus mengikuti keputusan tersebut. Sedangkan anarki adalah gaya kepemimpinan yang tergantung kepada seluruh komponen di dalam organisasi, sehingga pemimpin seolah-olah tidak mempunyai eksistensi sama sekali.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Demokrasi berada di tengah kedua gaya kepemimpinan tersebut, yang artinya tidak semua hal bergantung kepada pemimpin di saat yang sama tidak semua hal bergantung kepada seluruh komponen dalam organisasi. Demokrasi adalah tentang keseimbangan antara kepemimpinan yang mutlak serta keikutsertaan semua komponen organisasi. Dalam konteks suatu negara, maka seluruh warga negara–baik pemimpin maupun rakyat–harus memiliki kemampuan untuk menjadi orang yang terbuka, berpikir rasional, rendah hati, sekaligus berusaha memberikan manfaat kepada negara.

Dalam konteks kehidupan beragama, khususnya Islam, sikap moderat juga memiliki peran yang sangat penting. Sebab, moderat adalah titik tengah antara sisi ekstrim kiri dan sisi ekstrim kanan. Sisi ekstrim kiri cenderung memahami Islam secara tekstual radikal, sedangkan sisi kanan memiliki konteks yang lebih lentur. Bagi sisi kiri, orang-orang memandang Islam sebagai sesuatu yang eksklusif sehingga jika ada orang yang tidak sama dengan mereka, maka dianggap bukan Islam.

Sebaliknya, di sisi kanan orang-orang memandang Islam dengan sangat lentur dan ditafsirkan dengan mudah. Pada akhirnya, orang-orang di sisi kanan tidak memiliki batas antara agama dan tradisi atau budaya. Pemilihan ideologi ini memberikan pengaruh yang besar pada cara berpikir dan perilaku sehari-hari seseorang. Kita tentu pernah mendengar atau membaca berita tentang bagaimana orang-orang melabeli pihak lain yang berbeda cara beragama dengannya sebagai bid’ah bahkan kafir.

Padahal Allah SWT menciptakan semua hal berpasang-pasangan, yang artinya berbeda namun saling melengkapi. Di sinilah peran sikap moderat diperlukan untuk menjadi penengah antara kedua kubu tersebut. Islam moderat sering didefinisikan sebagai Islam yang rahmatan lil’alamin. Islam moderat merupakan cara kita meneruskan tugas utama Nabi Muhammad SAW yang diutus oleh Allah SWT untuk memberikan rahmat kepada seluruh alam semesta (Lihat QS. Al-Anbiya’: 107).

Update COVID-19 5 Januari 2023.
Update COVID-19 5 Januari 2023. (https://covid19.go.id/)

Namun tentu saja, untuk menjadi orang yang moderat dalam beragama bukan tugas yang mudah, sebab kita harus dapat berbuat secara adil. Selain itu, kita juga harus dapat menentukan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang buruk.

Dalam Islam, orang moderat memiliki karakternya sendiri, yaitu tidak saling menyalahkan, tidak merasa paling benar sendiri, serta mau berdialog. Ketiga karakter ini merupakan bukti bahwa perbedaan yang diberikan oleh Allah SWT adalah anugerah (baca sunatullah).

Moderat juga berhubungan dengan sikap dan perilaku yang baik, ramah, tidak mudah terpancing emosi (temperamen), berpikir rasional, mengaplikasikan hukum Islam dan aturan modern secara seimbang. Sederhananya, Islam yang moderat adalah tentang toleransi dengan tetap memegang teguh hukum-hukum yang sudah ada.

Tak cukup sampai di situ, sikap moderat juga dibutuhkan untuk membangun lingkungan beragama yang inklusif agar hubungan antar umat beragama di Indonesia dapat menjadi lebih harmonis lagi. Dengan demikian, sikap moderat dalam beragama tidak terbatas kepada umat muslim saja, melainkan semua pemeluk agama. Dengan sikap ini, semua orang dapat terhindar dari pemahaman ekstrim serta sikap intoleran saat membawa kepercayaannya ke ranah publik. Terkesan utopis memang, namun sebenarnya kondisi ini bukan sesuatu yang mustahil.

Kuncinya adalah kemampuan setiap umat beragama untuk dapat saling mengerti dan menyadari pentingnya sikap toleransi dalam mempraktikkan kepercayaan masing-masing. Saling mengerti di sini maksudnya adalah memahami bahwa setiap agama memiliki ajarannya masing-masing yang tentunya berbeda. Lalu sikap toleransi diperlukan agar tidak ada pihak yang saling menyalahkan karena perbedaan tersebut.

Dengan begitu, suasana beragama di Indonesia bisa berjalan lebih baik dan harmonis. Sesungguhnya moderasi Islam mengemban misi: menjaga keseimbangan di antara dua kutub ekstremitas yang sulit dipertemukan. Gagasan utamanya ialah menentang segala bentuk kekerasan, ekstremisme, terorisme, fanatisme, dan sejenisnya.

Diantara contoh sikap moderat dalam beragama bisa kita lihat dari perbedaan penetapan lebaran Idul Fitri. Seperti yang kita tahu, di Indonesia ada dua organisasi Islam besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Saat menentukan Idul Fitri, keduanya menggunakan cara yang berbeda karena itu di negara ini lebaran Idul Fitri bisa terjadi dua kali. Muhammadiyah menggunakan metode hakiki wujudul hilal serta berdasarkan kajian dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah. Sementara NU menggunakan metode penglihatan bulan secara fisik atau (ru’yatul hilal bil fi’ly).

Kita harus menghormati perbedaan tersebut karena perbedaan sendiri merupakan sunnatullah yang tidak dapat kita hindari. Selain itu, jika dilihat dari sisi lain, perbedaan penetapan tanggal lebaran ini adalah nikmat tersendiri yang hanya bisa dirasakan oleh orang Indonesia.

Dengan perbedaan tersebut, hari libur Idul Fitri jadi lebih panjang. Bagi mereka yang tidak merayakan lebaran, jadi punya waktu lebih lama untuk berkumpul bersama keluarga. Bagi yang merayakan lebih dulu, mereka bisa menikmati kedamaian Idul Fitri serta rangkaian ibadahnya. Bagi yang merayakan setelahnya, bisa menikmati kesempurnaan ibadah puasa.

Contoh lainnya mengucapkan selamat di momen hari raya agama lain kepada pemeluknya juga masih terus diperdebatkan hingga saat ini. Padahal jika dilihat secara objektif dan dipikirkan secara seksama, mengucapkan selamat merupakan perbuatan baik kepada sesama manusia yang diperintahkan oleh agama Islam. Rasulullah SAW. juga sering memberikan teladan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada nonmuslim.

Namun perlu kita ingat, bahwa mengucapkan selamat bukan berarti menyetujui keyakinan orang lain. Mengucapkan selamat adalah bagian dari etika pergaulan sosial. Jadi ucapan selamat kepada nonmuslim tidak boleh mengganggu akidahmu kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi ucapan selamat dalam konteks itu untuk membangun solidaritas, dan menjaga hubungan antar sesama warga bangsa.

Moderat juga bisa ditarik ke dalam konteks yang lebih pribadi. Dalam konteks ini moderat ditunjukkan dengan sikap karakter tertentu. Seperti keberanian dan kecintaan pada sesuatu. Keberanian, jika dilihat dari sisi lain, bisa dianggap sebagai sikap serta perbuatan yang menjadi penengah antara ketakutan di sisi kiri dengan kenekatan di sisi kanan.

Ketakutan merupakan kondisi saat seseorang tidak mempunyai keberanian sama sekali untuk melakukan sesuatu tanpa alasan yang logis. Sementara kenekatan adalah keberanian yang berlebihan dan tidak berdasar kepada perhitungan yang matang.
Keberanian berdiri di antara keduanya sebagai kemampuan untuk mengendalikan ketakutan dan mencegah kenekatan. Atau kamu bisa juga menyebutnya sebagai kenekatan yang terukur. Kecintaan, berdiri di antara kebencian dan fanatisme. Kebencian sendiri adalah kondisi antipati pada suatu hal yang membuat seseorang menganggap negatif suatu subjek atau objek.

Sebaliknya, fanatisme merupakan rasa cinta yang tidak terkendali. Ketika seseorang menjadi fanatik pada sesuatu, dia tidak mampu melihat secara objektif, sehingga apapun yang berhubungan dengan yang dia cintai dianggap sebagai sesuatu yang positif. Kecintaan menjadi penengah diantara keduanya. Artinya kecintaan dapat melihat sesuatu yang bersifat negatif atau positif secara tepat untuk kemudian diubah lagi menjadi sesuatu yang positif.

Demikian pembahasan tentang keutamaan memiliki sikap moderat. Berdasarkan semua pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa sudah semestinya kita dapat menginternalisasi dan menjaga sikap moderat agar kita bisa saling menghargai satu sama lain antar sesama anak bangsa dan warga negara Republik Indonesia pada khususnya, serta antar sesama umat manusia pada umumnya. Wallahu a’lamu bi as Shawab.***

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved