Mimbar Jumat
Keutamaan Sikap Moderat Dalam Berbangsa dan Bernegara
Dalam Islam, orang moderat memiliki karakternya sendiri, yaitu tidak saling menyalahkan, tidak merasa paling benar sendiri, serta mau berdialog.
Namun tentu saja, untuk menjadi orang yang moderat dalam beragama bukan tugas yang mudah, sebab kita harus dapat berbuat secara adil. Selain itu, kita juga harus dapat menentukan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang buruk.
Dalam Islam, orang moderat memiliki karakternya sendiri, yaitu tidak saling menyalahkan, tidak merasa paling benar sendiri, serta mau berdialog. Ketiga karakter ini merupakan bukti bahwa perbedaan yang diberikan oleh Allah SWT adalah anugerah (baca sunatullah).
Moderat juga berhubungan dengan sikap dan perilaku yang baik, ramah, tidak mudah terpancing emosi (temperamen), berpikir rasional, mengaplikasikan hukum Islam dan aturan modern secara seimbang. Sederhananya, Islam yang moderat adalah tentang toleransi dengan tetap memegang teguh hukum-hukum yang sudah ada.
Tak cukup sampai di situ, sikap moderat juga dibutuhkan untuk membangun lingkungan beragama yang inklusif agar hubungan antar umat beragama di Indonesia dapat menjadi lebih harmonis lagi. Dengan demikian, sikap moderat dalam beragama tidak terbatas kepada umat muslim saja, melainkan semua pemeluk agama. Dengan sikap ini, semua orang dapat terhindar dari pemahaman ekstrim serta sikap intoleran saat membawa kepercayaannya ke ranah publik. Terkesan utopis memang, namun sebenarnya kondisi ini bukan sesuatu yang mustahil.
Kuncinya adalah kemampuan setiap umat beragama untuk dapat saling mengerti dan menyadari pentingnya sikap toleransi dalam mempraktikkan kepercayaan masing-masing. Saling mengerti di sini maksudnya adalah memahami bahwa setiap agama memiliki ajarannya masing-masing yang tentunya berbeda. Lalu sikap toleransi diperlukan agar tidak ada pihak yang saling menyalahkan karena perbedaan tersebut.
Dengan begitu, suasana beragama di Indonesia bisa berjalan lebih baik dan harmonis. Sesungguhnya moderasi Islam mengemban misi: menjaga keseimbangan di antara dua kutub ekstremitas yang sulit dipertemukan. Gagasan utamanya ialah menentang segala bentuk kekerasan, ekstremisme, terorisme, fanatisme, dan sejenisnya.
Diantara contoh sikap moderat dalam beragama bisa kita lihat dari perbedaan penetapan lebaran Idul Fitri. Seperti yang kita tahu, di Indonesia ada dua organisasi Islam besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Saat menentukan Idul Fitri, keduanya menggunakan cara yang berbeda karena itu di negara ini lebaran Idul Fitri bisa terjadi dua kali. Muhammadiyah menggunakan metode hakiki wujudul hilal serta berdasarkan kajian dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah. Sementara NU menggunakan metode penglihatan bulan secara fisik atau (ru’yatul hilal bil fi’ly).
Kita harus menghormati perbedaan tersebut karena perbedaan sendiri merupakan sunnatullah yang tidak dapat kita hindari. Selain itu, jika dilihat dari sisi lain, perbedaan penetapan tanggal lebaran ini adalah nikmat tersendiri yang hanya bisa dirasakan oleh orang Indonesia.
Dengan perbedaan tersebut, hari libur Idul Fitri jadi lebih panjang. Bagi mereka yang tidak merayakan lebaran, jadi punya waktu lebih lama untuk berkumpul bersama keluarga. Bagi yang merayakan lebih dulu, mereka bisa menikmati kedamaian Idul Fitri serta rangkaian ibadahnya. Bagi yang merayakan setelahnya, bisa menikmati kesempurnaan ibadah puasa.
Contoh lainnya mengucapkan selamat di momen hari raya agama lain kepada pemeluknya juga masih terus diperdebatkan hingga saat ini. Padahal jika dilihat secara objektif dan dipikirkan secara seksama, mengucapkan selamat merupakan perbuatan baik kepada sesama manusia yang diperintahkan oleh agama Islam. Rasulullah SAW. juga sering memberikan teladan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada nonmuslim.
Namun perlu kita ingat, bahwa mengucapkan selamat bukan berarti menyetujui keyakinan orang lain. Mengucapkan selamat adalah bagian dari etika pergaulan sosial. Jadi ucapan selamat kepada nonmuslim tidak boleh mengganggu akidahmu kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi ucapan selamat dalam konteks itu untuk membangun solidaritas, dan menjaga hubungan antar sesama warga bangsa.
Moderat juga bisa ditarik ke dalam konteks yang lebih pribadi. Dalam konteks ini moderat ditunjukkan dengan sikap karakter tertentu. Seperti keberanian dan kecintaan pada sesuatu. Keberanian, jika dilihat dari sisi lain, bisa dianggap sebagai sikap serta perbuatan yang menjadi penengah antara ketakutan di sisi kiri dengan kenekatan di sisi kanan.
Ketakutan merupakan kondisi saat seseorang tidak mempunyai keberanian sama sekali untuk melakukan sesuatu tanpa alasan yang logis. Sementara kenekatan adalah keberanian yang berlebihan dan tidak berdasar kepada perhitungan yang matang.
Keberanian berdiri di antara keduanya sebagai kemampuan untuk mengendalikan ketakutan dan mencegah kenekatan. Atau kamu bisa juga menyebutnya sebagai kenekatan yang terukur. Kecintaan, berdiri di antara kebencian dan fanatisme. Kebencian sendiri adalah kondisi antipati pada suatu hal yang membuat seseorang menganggap negatif suatu subjek atau objek.
Sebaliknya, fanatisme merupakan rasa cinta yang tidak terkendali. Ketika seseorang menjadi fanatik pada sesuatu, dia tidak mampu melihat secara objektif, sehingga apapun yang berhubungan dengan yang dia cintai dianggap sebagai sesuatu yang positif. Kecintaan menjadi penengah diantara keduanya. Artinya kecintaan dapat melihat sesuatu yang bersifat negatif atau positif secara tepat untuk kemudian diubah lagi menjadi sesuatu yang positif.
Demikian pembahasan tentang keutamaan memiliki sikap moderat. Berdasarkan semua pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa sudah semestinya kita dapat menginternalisasi dan menjaga sikap moderat agar kita bisa saling menghargai satu sama lain antar sesama anak bangsa dan warga negara Republik Indonesia pada khususnya, serta antar sesama umat manusia pada umumnya. Wallahu a’lamu bi as Shawab.***
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.