Virus Corona di Sumsel
Prof Yuwono Imbau Warga tak Perlu Panik Covid-19 Varian XBB, Sebut Fatalitas hanya 5 Persen
Covid-19 varian baru XBB tidak begitu menjadi perhatian yang manakutkan bagi sejumlah pengamat, sebab tingkat fatalitasnya tidak lebih dari 5 persen.
Penulis: Mita Rosnita | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Covid-19 varian baru XBB tidak begitu menjadi perhatian yang manakutkan bagi sejumlah pengamat, sebab tingkat fatalitasnya tidak lebih dari 5 persen.
Hal tersebut diterangkan langsung oleh Pakar Mikrobiologi sekaligus Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Sumsel, Prof. Dr. dr. H. Yuwono, M.Biomed kepada Sripoku.com, Senin (14/11/2022).
Dijelaskan oleh Yuwono bahwa masyarakat sebetulnya tidak perlu begitu panik dengan kemunculan varian terbaru ini, sebab XBB sendiri merupakan turunan dari varian Omicron yang menjadi penegas akhir dari Covid-19.
"Saya sudah pernah bilang bahwa pada bulan Februari lalu ketika Omicron muncul, Omicron ini adalah penegasan Covid-19 itu final, karena Omicron bentuk paling masif, dan bentuk paling pariatif dari Covid-19, jadi setelah itu seterusnya akan muncul varian-varian dari Omicron, katakanlah pada bulan April muncul varian B1, B2, dan seterusnya dan sekarang XBB, ini semua adalah turunan dari Omicron," katanya.
Meskipun disebutkan olehnya bahwa varian XBB itu kebal terhadap antibodi dan vaksin seperti yang disebutkan dalam informasi-informasi sebelumnya akan tetapi munculnya varian XBB ini tidak begitu menjadi momok bagi praktisi kesehatan di dunia.
Hal tersebut terbukti dengan kebijakan penamaan varian tersebut oleh WHO yang tidak diberikan sesuai dengan nama tempat penyebaran awalnya.
"Jangan salah, dia tidak anti terhadap antigen, karena antigen ini kan diri dia (virus) sendiri, tapi lebih tepatnya XBB ini kebal terhadap antibodi dan vaksin. Jadi gini, penyebaran XBB ini pertama kali kan terjadi di Singapura dan disana rata-rata dari mereka sudah divaksin booster semua, lalu salahnya ada dimana, berarti vaksinasi itu tidak signifikan dan bermanfaat dong, nah pertanyaan ini perlu jawaban yang tepat," bebernya.
Lebih lanjut disampaikan oleh Yuwono masyarakat perlu memahami terkait peran dan fungsi vaksin di dalam tubuh manusia, sehingga pertanyaan-petanyaan yang menyoal efektivitas vaksin tidak lagi kembali berseliweran di media sosial khususnya.
"Saya sudah teriak-teriak dari awal, bahwasanya vaksinasi itu hanyalah tambahan, utamanya adalah imunitas kita sendiri. Jadi, sebenarnya XBB atau Omicron atau apapun itu hanya menurunkan tingkat kemampuan vaksin tapi tidak menurunkan tingkat imunitas orang,
Nah kita kan punya imunitas ya. Imunitas ada dua macam, satu imunitas alami yang sudah kita punya sejak lahir, kedua imunitas yang kita peroleh dari nutrisi, makanan, karena terpapar berbagai zat, pola hidup sehat dll, nah itu imunitas kita," sambungnya.
Sedangkan untuk peran vaksin dalam menjaga imunitas manusia agar kebal terhadap virus hanya bekerja sebesar 25 persen saja dan selama ini penilaian yang sering terjadi adalah masyarakat dan pemerintah kerapkali salah kaprah dimana upaya dalam memenuhi imunitas tubuh seolah-olah tidak lebih penting dibandingkan dengan penyuntikan vaksin ke dalam tubuh.
"Tolong diingat, kita harus kembali kepada imunitas terlebih dahulu, jaga imunitas kita itu yang lebih penting. Kita ini lupa menjaga yang wajib dan lebih mementingkan menjaga yang sunah padahal itu hanya tambahan aja, jadi wajar kalau sekarang virus sudah kebal terhadap vaksin," ungkapnya lagi.
Sehingga dengan penjelasan darinya itu, dia menganggap bahwa pemerintah tidak lagi perlu untuk mengupgrade level vaksin dari booster tiga menjadi booster empat dan seterusnya.
Sebab selain harga vaksin yang terbilang mahal, sebetulnya dengan vaksin ketiga saja masyarakat di Indonesia sudah cukup sebagai tambahan imunitas disamping diperlukannya peningkatan herd imunity yang sekarang ini ditegaskan olehnya sudah jauh ditinggalkan dan tidak menjadi pokok utama dalam mencegah penyebaran Covid-19.
"Selain karena aspek finansial, saya rasa Indonesia tidak perlu lah mengupgrade tingkatan vaksin, sebab mau ditambahk sampai booster empat, lima hingha sepuluh pun, kalau herd imunity tidak terpenuhi ya sama saja akan percuma sebab penyerapan vaksin ke masyarakat itu kan harus memenuhi 75 persen dari total populasi penduduk. Coba bayangkan, mau vaksinnya banyak kalau herd imunity tidak terpenuhi gimana coba," lanjutnya.
Baginya tidak salah apabila pemerintah masih terus mengupayakan agar masyarakatnya dapat terhindar dari wabah yang telah berjalan hampir tiga tahun tersebut, hanya saja dirinya turut mengkritik terhadap nafsu pemerintah daerah yang menekan agar capaian vaksinasi dapat terpenuhi hingga 100 persen yang kedepannya justru akan menimbulkan ketergantungan masyarakat dengan penggunaan vaksin, meskipun jelas bahwa vaksin bukan merupakan obat yang bisa menyembuhkan Covid-19.
"Herd imunity itu tadi artinya orang yang di vaksin, misalnya bangsa Indonesia ada 270 juta jiwa jadi yabg cukup divaksin hanya 75 persen saja, tapi kenyataannya di Sumsel saja masyarakatnya yang harus di vaksin sampai 100 persen untuk apa? Inikan tidak sesuai dengan teori herd imunity, Sekarang misalnya ada XBB ini, kemudian booster 3 tidak mempan malah upgrade ke 4, jadi yang harus ditingkatkan itu ya imun kita dan oenerapan herd imunity yang tepat tadi," tambahnya.
Pola Mutasi Varian XBB
Selain dari penjelasan di atas, Yuwono juga kembali berbagi informasi mengenai pola mutasi dari virus Covid-19 varian XBB yabg diakuinya sama seperti Omicron.
Dimana dalam waktu satu bulan ke depan, virus ini akan berada di puncak penularan dengan gejala Omicron yang relatif ringan dan masa pemulihan yang terbilang cepat.
"Polanya sama seperti Omicron, intinya dia akan mengalami puncak dalam satu bulan, dikatakan di Indonesia baru masuk, misalnya Indonesia diidentifikasi masuk pada 10 November awal, nah nanti puncaknya ada di pertengahan Desember," terangnya lagi.
Polanya pun sama dengan yang terjadi di Singapura, dimana masa pembiakannya terjadi secara cepat dan puncaknya sebulan setelah varian itu masuk.ke suatu wilayah, "Nah untuk gejala sendiri ini sangat ringan sekali, bahkan diantaranya tidak ada yang demam. Jadi seperti badan agak lesu-lesu saja, karena sekarang inikan canggih, mereka didiagnosis dari PCR," ucap dia.
Bahkan seperti yang telah dia terangkan sebelumnya, tingkat kematian dari varian XBB juga terbilang rendah, yakni tidak lebih dari 5 persen bahkan cenderung dibawah angka tersebut.
Hanya saja, dia menyayangkan adanya informasi yang menyebutkan bahwa fatalitas dari varian XBB bisa menyentuh angka 10 hingha 20 persen, kembali ditegaskannya kabar tersebut tidaklah benar.
"Kalau mau kita sebutkan secara fair data dari WHO overall tingkat fatalitasnya hanya 5 persen, kita rinci anak 0-12 tahun itu 0 persen, kemudian 12-50 tahun itu 0,8 persen. 50-60 tahun agak tinggi bisa mencapai 8 persen. 60-80 tahun bisa mencapai 15 persen, diatas 80 bisa mencapai 20 persen, kalau kita kembalikan ke pola awal Omicron, bahkan hanya sebesar 0,5 persen saja," ucapnya pula.
Dan sebetulnya kita juga rancu dalam mendiagnosis Covid-19 ini, sambungnya, dimana kita hanya mendiagnosis dengan PCR, padahal diagnosis yang paling tepat adalah melalui gejala yang timbul dari si penderita.
"Sama seperti bakteri E-coli yang ada di setiap tubuh manusia, kan tidak semuanya bisa dikatakan terinfeksi E-coli. Diagnosis itu akan tepat bila penderita mengalami gejala diare dan lainnya, ini sama seperti XBB ini dimana tidak semua PCR itu tepat untuk menentukan satu orang ini kena Covid-19 atau tidak," kata dia.
Masih disampaikan Yuwono, dimana saat ada sebanyak enam ribu ornag yang dinyatakan positif Covid-19, hal tersebut perlu untuk ditegaskan lagi, apakah kasus tersebut positif karena gejala atau PCR.
"Kalau positif PCR ya biasa aja lah ya, orang segar-bugar bisa positif. Tapi kalau positif penyakit nampaknya tidak mungkin sebanyak itu, inilah tadi kalau mau bicara soal fatalitas Omicron dan XBB," sambungnya.
Adapun terakhir langkah antisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri agar tidak tertular Covid-19 varian XBB ini diantaranya.
1. Tetap tenang, masalahnya memang banyak namun prioritasnya bagaimana nanti.
2. Cari tahu lebih jauh mengenai pola penularan, penyerangannya ke dalam tubuh manusia dan informasi lain terkait virus ini.
3. Selanjutnya tolong jaga imunitas (tidur minimal 6 jam sehari, enakkan makan, memulai aktivitas sejak subuh dan positif thinking)
4. Terakhir tetap menjaga prokes
Baca Berita Lainnya di Google News