Virus Corona di Sumsel
Prof Yuwono Imbau Warga tak Perlu Panik Covid-19 Varian XBB, Sebut Fatalitas hanya 5 Persen
Covid-19 varian baru XBB tidak begitu menjadi perhatian yang manakutkan bagi sejumlah pengamat, sebab tingkat fatalitasnya tidak lebih dari 5 persen.
Penulis: Mita Rosnita | Editor: Yandi Triansyah
Baginya tidak salah apabila pemerintah masih terus mengupayakan agar masyarakatnya dapat terhindar dari wabah yang telah berjalan hampir tiga tahun tersebut, hanya saja dirinya turut mengkritik terhadap nafsu pemerintah daerah yang menekan agar capaian vaksinasi dapat terpenuhi hingga 100 persen yang kedepannya justru akan menimbulkan ketergantungan masyarakat dengan penggunaan vaksin, meskipun jelas bahwa vaksin bukan merupakan obat yang bisa menyembuhkan Covid-19.
"Herd imunity itu tadi artinya orang yang di vaksin, misalnya bangsa Indonesia ada 270 juta jiwa jadi yabg cukup divaksin hanya 75 persen saja, tapi kenyataannya di Sumsel saja masyarakatnya yang harus di vaksin sampai 100 persen untuk apa? Inikan tidak sesuai dengan teori herd imunity, Sekarang misalnya ada XBB ini, kemudian booster 3 tidak mempan malah upgrade ke 4, jadi yang harus ditingkatkan itu ya imun kita dan oenerapan herd imunity yang tepat tadi," tambahnya.
Pola Mutasi Varian XBB
Selain dari penjelasan di atas, Yuwono juga kembali berbagi informasi mengenai pola mutasi dari virus Covid-19 varian XBB yabg diakuinya sama seperti Omicron.
Dimana dalam waktu satu bulan ke depan, virus ini akan berada di puncak penularan dengan gejala Omicron yang relatif ringan dan masa pemulihan yang terbilang cepat.
"Polanya sama seperti Omicron, intinya dia akan mengalami puncak dalam satu bulan, dikatakan di Indonesia baru masuk, misalnya Indonesia diidentifikasi masuk pada 10 November awal, nah nanti puncaknya ada di pertengahan Desember," terangnya lagi.
Polanya pun sama dengan yang terjadi di Singapura, dimana masa pembiakannya terjadi secara cepat dan puncaknya sebulan setelah varian itu masuk.ke suatu wilayah, "Nah untuk gejala sendiri ini sangat ringan sekali, bahkan diantaranya tidak ada yang demam. Jadi seperti badan agak lesu-lesu saja, karena sekarang inikan canggih, mereka didiagnosis dari PCR," ucap dia.
Bahkan seperti yang telah dia terangkan sebelumnya, tingkat kematian dari varian XBB juga terbilang rendah, yakni tidak lebih dari 5 persen bahkan cenderung dibawah angka tersebut.
Hanya saja, dia menyayangkan adanya informasi yang menyebutkan bahwa fatalitas dari varian XBB bisa menyentuh angka 10 hingha 20 persen, kembali ditegaskannya kabar tersebut tidaklah benar.
"Kalau mau kita sebutkan secara fair data dari WHO overall tingkat fatalitasnya hanya 5 persen, kita rinci anak 0-12 tahun itu 0 persen, kemudian 12-50 tahun itu 0,8 persen. 50-60 tahun agak tinggi bisa mencapai 8 persen. 60-80 tahun bisa mencapai 15 persen, diatas 80 bisa mencapai 20 persen, kalau kita kembalikan ke pola awal Omicron, bahkan hanya sebesar 0,5 persen saja," ucapnya pula.
Dan sebetulnya kita juga rancu dalam mendiagnosis Covid-19 ini, sambungnya, dimana kita hanya mendiagnosis dengan PCR, padahal diagnosis yang paling tepat adalah melalui gejala yang timbul dari si penderita.
"Sama seperti bakteri E-coli yang ada di setiap tubuh manusia, kan tidak semuanya bisa dikatakan terinfeksi E-coli. Diagnosis itu akan tepat bila penderita mengalami gejala diare dan lainnya, ini sama seperti XBB ini dimana tidak semua PCR itu tepat untuk menentukan satu orang ini kena Covid-19 atau tidak," kata dia.
Masih disampaikan Yuwono, dimana saat ada sebanyak enam ribu ornag yang dinyatakan positif Covid-19, hal tersebut perlu untuk ditegaskan lagi, apakah kasus tersebut positif karena gejala atau PCR.
"Kalau positif PCR ya biasa aja lah ya, orang segar-bugar bisa positif. Tapi kalau positif penyakit nampaknya tidak mungkin sebanyak itu, inilah tadi kalau mau bicara soal fatalitas Omicron dan XBB," sambungnya.
Adapun terakhir langkah antisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri agar tidak tertular Covid-19 varian XBB ini diantaranya.