Perkokoh Basis Data untuk Penguatan Perlindungan Sosial

Sejatinya Perlindungan Sosial harus menjangkau masyarakat yang betul-betul membutuhkan secara tepat sasaran.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Marpaleni MA, PhD (Lulusan PhD program Population and Geography dari Flinders U-niversity of South Australia. Saat ini bekerja sebagai Statistisi Madya di BPS Provinsi Sumatera Selatan) 

Oleh: Marpaleni, MA, PhD
(Lulusan PhD program Population and Geography dari Flinders University of South Australia. Saat ini bekerja sebagai Statistisi Madya di BPS Provinsi Sumatera Selatan)

KERETA api berhenti sejenak di stasiun Prabumulih. Ditemani porter, seorang wanita berusia sekitar setengah abad datang mendekat. Nomor gerbong dan bangku di tiketnya sama dengan nomor bangku di sebelahku. Penumpang baru ini cukup ekstrovert.
Sepanjang perjalanan selanjutnya Beliau terbuka bercerita soal profil sosial ekonominya. Beliau tidak mempunyai anak atau suami dan saat ini tinggal sendirian di sebuah rumah kontrakan di Metro (Lampung). Keluarga besarnya tinggal terpencar di kota lain. Sehari-hari ia bersepeda menjajakan dagangan sayuran di lingkungan tinggalnya.

Dalam sebuah obrolan, si Ibu sedikit mengeluhkan soal waktu yang berjalan begitu cepat, sehingga tempo bayar kontrakan sebesar tiga juta setahun itu kian mendekat. Keterbukaan si Ibu menginspirasi perempuan berusia sekitar akhir 30an yang duduk di hadapan kami.

Kisah perjuangannya sebagai seorang single parent dengan dua anak, tak kalah menarik. Sehari-harinya si Ibu Muda membuat kue bawang, sekitar 10 kg per hari, dengan harga jual Rp 30 ribu per kilo. Anak sulungnya yang sudah putus sekolah sekarang bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit. Sempat terdengar, keduanya membahas soal pandemi korona tahun lalu. Juga perihal kenaikan harga BBM baru-baru ini dan dampaknya terhadap kehidupan ekonomi mereka maupun para tetangga.

Keluh-kesah mereka membuat pikiranku melayang memikirkan program-program perlindungan sosial yang digulirkan untuk membantu penduduk rentan dan kurang mampu, ataupun anak-anak putus sekolah, maupun UMKM. Juga polemik terkait basis datanya.

Perlindungan Sosial Vs Basis Data
Perlindungan sosial, awalnya disebut Jaring Pengaman Sosial atau Social Safety Nett (SSN), muncul sekitar akhir 1990an saat negara-negara berkembang di Asia mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan mereka memberlakukan program restrukturisasi ekonomi di wilayah masing-masing. Pada masa itu, SSN diperkenalkan sebagai kebijakan untuk mengurangi dampak ekonomi dan politis dari program restrukturisasi ekonomi terhadap kehidupan para penduduk miskin.

Beberapa dekade selanjutnya, peran perlindungan sosial makin meningkat. Sustainable Development Goals (SGDs) misalnya menekankan pentingnya implementasi dari sistem perlindungan sosial bagi setiap orang, sebagai bagian dari usaha mengurangi potensi dampak lingkungan, ekonomi dan sosial terhadap kesejahteraan penduduk miskin.

Di Indonesia, perlindungan sosial termasuk sebagai program prioritas. Beberapa program perlindungan sosial yang diberikan Pemerintah Pusat dan Daerah misalnya: bantuan langsung tunai (BLT), beras untuk orang miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kemensos, dan Program Satu Juta Rumah dari Kementerian PUPR, dan lain-lain.

Walau peran program Perlindungan Sosial cukup krusial membantu menghindarkan masyarakat miskin terdorong lebih jauh dalam jurang kemiskinan, ada kalanya pendistribusiannya dirasa belum memuaskan. Tak jarang penyaluran bantuan sosial memunculkan polemik karena disinyalir ada target sasaran yang justru tidak menerima bantuan, atau sebaliknya.

Salah satu faktor penyebabnya adalah mekanisme pembaharuan atau pemutakhiran basis data yang kurang jelas, atau dijalankan tanpa kontrol yang baik. Persoalan lain adalah penggunaan basis data yang berbeda antar program perlindungan sosial yang dikeluarkan oleh tiap-tiap kementian/Lembaga.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Sejatinya Perlindungan Sosial harus menjangkau masyarakat yang betul-betul membutuhkan secara tepat sasaran. Mewujudkan itu membutuhkan dukungan ketersediaan basis data sosial ekonomi yang lengkap, mutakhir, dan terintegrasi secara menyeluruh. Sebagai upaya memenuhi keperluan ini, serta melaksanakan Inpres No 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan arahan Presiden dalam Rapat Terbatas tanggal 15 Februari 2022, pada tahun 2022 ini BPS – Badan Pusat Statistik melaksanakan pendataan Regsosek.

Regsosek: Apa dan Mengapa?
Regsosek merupakan akronim dari Registrasi Sosial Ekonomi. Secara umum, Regsosek adalah kegiatan pengumpulan beragam data profil dan kondisi sosial masyarakat, seperti demografi, pendidikan, disabilitas dan kondisi perumahan dan sanitasi air bersih; juga data ekonomi, seperti kepemilikan asset, serta kondisi kesejahteraan dan kerentanan kelompok penduduk khusus. Profil sosial ekonomi tersebut diperkaya dengan informasi geospasial dari seluruh penduduk Indonesia.

Sejatinya Regsosek direncanakan berlangsung pada tahun 2022 dan 2023; dan pendataan Regsosek di tahun 2022 merupakan langkah permulaan. Pada tahapan ini, pengumpulan data Regsosek dilaksanakan secara sensus dengan melakukan wawancara dari pintu ke pintu, sejak tanggal 15 Oktober 2022 hingga 14 November 2022.

Instrumen wawancara adalah kuesioner dalam bentuk kertas dengan tahapan kegiatan meliputi: verifikasi keberadaan keluarga, identifikasi tingkat kesejahteraan, wawancara keluarga, tagging rumah penduduk dan foto, dan lain-lain. Cakupan pendataan meliputi seluruh keluarga di 514 kabupaten/kota se-Indonesia,

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved