Tragedi Kanjuruhan

Ratusan Korban Tewas di Kanjuruhan, Pengamat Kimia Ungkap Efek Terkena Gas Air Mata tak Main-main

Penggunaan gas airmata sendiri memang dapat memberikan efek cukup berbahaya bagi manusia apabila tepapar secara langsung.

Penulis: Mita Rosnita | Editor: Odi Aria
Capture SripokuTV
Tragedi Kanjuruhan, Minggu 1 Oktober 2022 lalu. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG- Tragedi memilukan di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur yang terjadi pada 1 Oktober 2022 silam hingga kini masih terus menyisakan duka mendalam bagi dunia sepak bola serta masyarakat di Indonesia.

Euforia supporter yang hadir dalam perlagaan antara Persebaya dan Arema malam itu, seketika berubah menjadi gelombang kepanikan dan akhirnya turut menghantarkan sebanyak 131 nyawa dalam gerbang kematian usai sejumlah tembakan gas air mata dari pihak keamanan menyasar ke tribun para penonton.

Penggunaan gas airmata di lingkungan Stadion Kanjuruhan yang sebenarnya telah dilarang FIFA pun sangat disayangkan oleh banyak pihak mengingat efek yang tidak main-main dapat dirasakan bahkan dalam jangka waktu yang lama.

Menanggapi kondisi tersebut  Praktisi sekaligus Dosen Kimia Universitas Sriwijaya, Dr. Dedi Rohendi, M.T menyebutkan bahwa penggunaan gas airmata memang dapat memberikan efek cukup berbahaya bagi manusia apabila tepapar secara langsung.

Mengingat sebenarnya gas air mata sendiri merupakan cairan aerosol yang bila ditembakan ke suatu tempat maka partikel tersebut akan terdistribusi di udara.


"Kita perlu memahami terlebih dahulu bahwa penyebutan gas dalam konteks ini agaknya kurang tepat, karena komponen ini sebetulnya berbentuk aerosol bukan gas seperti Hidrogen, CO2 dan uap air.

Sedangkan aerosol sendiri merupakan padatan yang apabila ditembakan maka akan terdistribusi di udara sehingga partikel itu akan turun," katanya kepada Sripoku.com

Sehingga dari pemahaman awal terkait gas air mata ini disebut Dedi perlu untuk diluruskan agar penggunaannya tepat dan tidak sembarangan.

"Perlu untuk dipahami dengan komponen aerosol yang tadi sudah disebutkan maka efeknya juga bukan main-main," sambungnya.

Lebih rinci, Dedi kembali menjelaskan bahwa terdapat beberapa komponen berbahaya dalam gas air mata itu sendiri yang diantaranya chloribenzylidenemalonknitrile (CS) dan Klorin yang berakibat pada iritasi kulit, mata bahkan hingga pernapasan.

"Senyawa yang dapat memberikan efek iritasi ini diantaranya Klorin dan CS dan tentu saat dalam situasi genting ini cara terbaik untuk menghindar adalah lari ke tempat aman.

Karena gas air mata ini akan terealisasi dan mengikuti arah angin, itulah salah satu alasan kenapa penembak gas air mata ini sering menggunakan penutup wajah, karena khawatir arah angin justru akan berbalik ke arah mereka," ucap dia terus menjelaskan.
 
Beberapa kasus penembakan gas air mata sendiri dikatakan Dedi bahkan sampai berdampak bagi kesehatan korbannya dalam jangka waktu yang cukup lama, terlebih apabila serangan gas air mata itu sampai menembus titik sensitif dari tubuh manusia seperti hidung, mata, paru-paru dan juga kulit.

"Hal yang akan terjadi apabila tubuh manusia terpapar gas air mata ini adalah rasa tidak nyaman, terlebih saat mata, hidung, paru-paru dan kulit kita terkena langsung, pedih dan sesaknya akan menyiksa sekali," lanjutnya.

Dia pun tidak meyakini 100 persen dengan pendapat yang menyebutkan bahwa gas air mata sendiri tidak mematikan, sebab dalam hal ini dirinya kembali menegaskan imun serta kondisi tubuh setiap individu tentu berbeda dan juga akan memberikan respon yang beragam dari tubuh korbannya.

"Kalau disebut tidak mematikan secara langsung mungkin iya, akan tetapi kita perlu lihat lagi efek jangka panjangnya, apabila tubuh si korban penembakan air mata ini tidak kuat maka bisa sampai kesitu.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved