Mimbar Jumat
Merencanakan Kematian Yang Indah
Meskipun Allah Maha Kuasa dan Maha Berkehendak, namun Allah tidak sewenang-wenang dalam mewujudkan kehendak-Nya,
Oleh: Uswatun Hasanah
Sekretaris Program Dokror dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Raden Fatah.
APA buktinya kalau Allah Maha Adil dan Bijaksana? Salah satunya adalah pemberlakuan sunnatullah atau hukum alam. Meskipun Allah Maha Kuasa dan Maha Berkehendak, namun Allah tidak sewenang-wenang dalam mewujudkan kehendak-Nya, melainkan diikat dalam sebuah ketentuan yang diketahui cara kerjanya oleh semua makhluk. Ketentuan ini disebut sebagai sunnatullah atau hukum alam.
Karenanya masing-masing individu dapat memprediksi, memperhitungkan dan merencanakan kehidupannya. Misal: pada hukum sebab dan akibat berlaku ketentuan where there is a will there is a way artinya siapa yang bersungguh-sungguh maka dialah yang akan berhasil.
Makna ketentuan ini adalah siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam upayanya tanpa pernah putus asa, memaksimalkan diri membangun cita-cita kemudian menyusun langkah dan strategi untuk meraihnya maka baginya adalah keberhasilan. Pada hukum yang berlaku di dunia kesuksesan merupakan milik siapapun yang bekerja dengan maksimal dan terukur.
Demikian juga pada perjalanan menuju kematian berlaku pula hukum alam. Ketentuan pertama adalah kematian merupakan sebuah kepastian bagi setiap makluk yang bernyawa (Q.S. 29,57). Gerbang yang mengantarkan manusia menuju keabadian. Meninggalkan kehidupan dunia yang sementara menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi (Q.S.40,39).
Imam al-Ghazali menyatakan bahwa teman yang paling akrab dengan manusia adalah kematian. Ia bisa datang secara tiba-tiba. Tidak perduli apapun keadaan seseorang, apakah dalam kondisi taat atau sedang berlumur maksiat.
Detik demi detik yang dilalui manusia akan menjauhkannya dari kehidpan di dunia sampai akhirnya ia akan meninggalkannya. Adapun kehidupan akhirat detik demi detik akan kian mendekati manusia hingga akhirnya saat kematian pun tiba. Apabila telah sampai ketentuan dari Allah tentang kematian maka tidak dapat lagi ditangguhkan walau sedetik pun (Q.S.75,26-30).
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
Manusia tidak boleh tertipu akan kehidupan dunia. Terbaik baginya ialah menjadikan dunia sebagai sarana untuk menuju akhirat. Dunia adalah waktunya beramal meskipun belum ada hisab, sedangkan akhirat adalah waktunya hisab dan tidak ada lagi amalan.
Segala jenis kenikmatan dunia yang mampu diraihnya seharusnya dipergunakan untuk menyempurnakan kenikmatan yang Allah janjikan baginya di akhirat. Firman Allah: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, (merupakan) perhiasan dan (sarana) bermegah-megah di antara kamu serta membangga-banggakan (diri) tentang banyaknya harta dan anak. Sebagaimana hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan (bagi) para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya menjadi kuning dan hancur. Di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. (Sungguh) kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Q.S. 57, 20). 3426).
Sunnatullah kedua pada kematian adalah mengakhiri ucapan dengan kalimat tauhid merupakan ciri dari kematian yang indah. Rasulullah bersabda bahwa siapapun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal adalah) kalimat la Ilaha illa Allah maka baginya surga (H.R.al-Bukhariy,1272).
Teks hadis tersebut membuat tidak sedikit dari orang yang membacanya mengernyitkan dahi. Kemudian berfikir betapa mudahnya untuk bisa masuk ke dalam surga. Lalu timbul pertanyaan apakah adil jika seorang yang sepanjang usia, bebas melakukan maksiat namun saat ajal menjemput ia mengucapkan kalimat tauhid, langsung masuk surga kah? Lalu bagaimana jika sebaliknya, seorang yang selalu taat tetapi tidak mampu mengucapkan kalimat tauhid di akhir hayatnya, apakah langsung dicampakkan begitu saja di neraka?
Sebelum menyimpulkan hal pertama yang harus diyakini dalam pemahaman hadis ialah bahwa kalimat laa Ilaha illa Allah bukan kalimat biasa. Padanya terkandung keberkahan, simbol pemurnian akidah dan kesempurnaan penghambaan. Tidak hanya manis dalam ucapan tetapi juga mempengaruhi hati dan perilaku.
Ketika Allah memberikan kemampuan seseorang untuk dapat mengucapkan kalimat tauhid adalah menjadi tanda bahwa ia telah mendapat anugerah berupa ampunan dan kasih sayang-Nya. Selanjutnya bagi orang-orang yang telah mendapatkan ketetapan yang baik tersebut, wajar jika mereka dijauhkan dari siksa neraka dan dimasukkan ke dalam surga (Q.S. :21, 101).
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Lebih lanjut, sebagian ulama berpendapat bahwa hadis memiliki makna umum sehingga membutuhkan penjelasan dari hadis lainnya. Terkait dengan tradisi baik saat kematian Rasulullah saw pernah bersabda bahwa kematian seseorang terjadi sesuai kebiasaannya (H.R. Muslim, 2878). Berkata Al-Munawi seseorang meninggal di atas kehidupan yang biasa dia jalani (al-Taisiir bi Syarh al-Jaami' al-Shaghiir 2/859).