Breaking News

Memahami Sunnah Rasul di Malam Jum’at

SEMUA yang berasal dari Rasulullah hakikatnya adalah sunnah. Baik berbentuk perkataan, perbuatan, sifat dan ketetapan, kesemuanya bernilai ibadah

Editor: Yandi Triansyah
Dokumen Pribadi
Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag 

Oleh: Dr Hj Uswatun Hasanah MAg
Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang, Dirda LPPK Sakinah Kota Palembang.

SEMUA yang berasal dari Rasulullah hakikatnya adalah sunnah. Baik berbentuk perkataan, perbuatan, sifat dan ketetapan, kesemuanya bernilai ibadah yang mengandung banyak keutamaan untuk diteladani oleh seluruh umat manusia.

Meskipun banyak tokoh yang lahir dari setiap masa dan membawa pengaruh besar dalam peradaban dunia, Rasulullah tetap
menjadi sebaik-baik teladan (Q.S. 33, 21).

Melaksanakan sunnah Rasul menjadikan seseorang dekat dengan Rasulullah, memiliki keterikatan hati, berada dalam satu golongan dan mendapatkan safaat pada hari kiamat.

Rasullah pernah bersabda bahwa bukan bagian dari umatnya bagi siapa yang tidak mengikuti dan melasanakan sunnah Rasul (H.R. al-Bukhari, 5063).

Karena itu merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami apa saja yang menjadi sunnah Rasulullah secara benar dan mendasar.

Beberapa tahun belakangan ini, pada setiap hari Kamis malam Jum’at hampir semua percakapan di komunitas masyarakat usia dewasa baik media online ataupun ofline dibanjiri candaan “malam Jum’at, sunnah Rasul, ayo membunuh Yahudi.

” Beragam macam “istilah” yang digunakan untuk menunjukkan kepada satu pemahaman tentang aktivitas khusus dalam “hubungan suami-isteri.” Tidak ada masalah sebetulnya pada perilaku yang terkandung di dalam sebuah pesan.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

“Hubungan suami-istri” merupakan ibadah yang mengandung keutamaan dan pahala. Namun perlu menjadi perhatian dan kehati-hatian bagi diri setiap muslim bahwa Rasulullah tidak pernah memberi izin untuk mengatasnamakan dirinya dalam perkara yang tidak bersumber dari padanya.

Jika hal itu tetap saja dilakukan oleh seseorang maka Rasul menjaminkan baginya tempat duduk di api neraka (H.R. al-Bukhariy, 1229).

Dalam berbagai kitab hadis utama tidak ditemukan riwayat yang menjelaskan tentang “sunnah di malam Jum’at.” Sebuah hadis yang sering dijadikan dasar pemikiran pelaksanaan “sunnah Rasul” adalah "Barangsiapa mandi pada hari Jumat dan memandikan (lalu) ia pergi pagi-pagi sekali dan mendapatkan awal khutbah (sedangkan) ia berjalan dan tidak mengemudi (kemudian) ia mendekat kepada imam, diam, dan berkonsentrasi untuk mendengarkan khotbah maka setiap langkah kakinya dinilai sebagai pahala dari amalnya setahun." Hadis tersebut tidak menyebut tentang “sunnah malam Jum’at” secara tegas.

Bersegera pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at adalah pesan umum yang disampaikan hadis. Hanya saja pada kitab syarah Sunan Abu Daud kata “memandikan” diartikan dengan ‘menggauli istri,” karena ketika seorang suami melakukan hubungan intim dengan istri, berarti, dia telah menyebabkan istrinya mandi (Aunul Ma’bud, 2:8).

Syarah Sunan Abu Dawud inilah yang kemudian banyak dikutip dan dijadikan dasar pemahaman hubungan suami istri yang disunnahkan secara khusus pada malam Jum’at.

Namun apabila syarah hadis yang menjadi dasar pemikiran mengenai waktu utama pelaksanaan hubungan suami istri maka akan terlihat jelas kelemahannya.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Mandi dan memandikan dalam hadis disebutkan pada pagi hari sebelum pelaksanaan shalat Jum’at. Adapun batas awal waktu mandi untuk shalat Jum’at adalah setelah terbit Fajar di hari Jum’at, bukan pada hari Kamis di malam Jum’at.

Seandainya hubungan suami istri yang dimaksudkan pada kata “mandi” dan “memandikan” seharusnya disebut sebagai sunnah Jum’at pagi, bukan malam Jum’at.

Tidak ada waktu khusus yang diwajibkan ataupun disunnahkan dalam pelaksanaan “hubungan suami istri.” Karena hal tersebut sangat bersifat personal atau privasi.

Hal ini disebabkan tidak sama kebutuhan antara satu individu dengan individu yang lain. Syari’ah Islam hanya menjelaskan tentang prinsip dasar, sedangkan pelaksanaannya tentu sangat bergantung pada situasi dan kondisi individu masing-masing.

Dapat ditegaskan bahwa sebutan “sunnah Rasul” dengan pengertian khusus yang masyhur di masyarakat hanya didasarkan pada interpretasi bukan atas anjuran Rasulullah secara verbal (Wahbah al-Zuhayli, 556).

Tidak ada sunnah melakukannya secara prioritas di malam Jumat. Hubungan suami istri boleh dilakukan kapan saja tanpa mengistimewakan hari atau waktu-waktu tertentu asalkan tidak melanggar ketentuan syariat yang sudah berlaku umum.

Hadis lainnya yang sering dijadikan dasar pemikiran “sunnah malam Jum’at” adalah “Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi”.

Dalam hadis yang lain disebutkan sama dengan membunuh 1000, ada juga yang menyebut 7000 Yahudi.” Dari berbagai sumber menyatakan bahwa hadis terkategori palsu atau diada-adakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Dalam ilmu dirayat, hadis dikategorikan palsu karena bertentangan dengan logika yang sehat. Hadis demikian sangat diragukan kebenaran kandungan maknanya.

Islam tidak pernah mengajarkan bahwa membunuh orang tanpa sebab bernilai kebaikan (H.R. al-Bukhariy, 2615). Bahkan secara jelas Allah menyebutkan bahwa membunuh adalah perbuatan yang diharamkan menjadi bagian dari dosa besar (Q.S. al-Isra’, 33).

Peperangan yang pernah Rasul lakukan terhadap Yahudi adalah untuk mempertahankan diri, melindungi kota Madinah serta untuk menjaga perdamaian dan kebebasan beragama di Madinah termasuk juga untuk menjaga jiwa raga dan hak-hak orang Yahudi di Madinah. Bukan perperangan tanpa sebab yang hanya disebabkan oleh berkebangsaan tertentu.

Sebuah realitas yang juga harus dipahami bahwa ibadah di malam dan hari Jum’at bukan hanya prioritas sebatas pemenuhan kebutuhan suami istri.

Karena banyak sunnah lainnya yang baik dikerjakan pada malam dan hari Jum’at dengan sumber hadis yang valid dan shahih. Diantaranya adalah memperbanyak shalat sunnah dan memanjatkan doa.

Rasulullah bersabda: “Di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba yang muslim tepat pada saat itu berdiri shalat meminta sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti memberikan kepadanya. Rasul pun mengisyaratkan dengan tangannya untuk menggambarkan sebentarnya waktu tersebut” (H.R. al-Bukhariy, 935).

Sunnah kedua yang bisa menjadi amalan pada malam Jumat misalnya membaca surah al-Kahfi. Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang membaca surah al-Kahfi pada malam Jum’at, dia akan (mendapatkan) sinar antara dirinya dan Kakbah (H.R. al-Darimi, 3470).

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Pada riwayat yang lain dijelaskan bahwa bagi siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama surah al-Kahfi maka dia akan dilindungi dari fitnah Dajjal (H.R. Muslim, 1919). Perlu dipahami bahwa surat al-Kahfi terdiri dari 110 ayat.

Di dalamnya terdapat 4 kisah teladan yang dapat membawa pembacanya kepada pembelajaran penting mengenai kehidupan. Yaitu kisah Ashabul Kahfi pada ayat 9 sd. 26 yang menceritakan tentang tujuh pemuda yang berserah diri kepada Allah untuk menyelamatkan agamanya.

Kisah kedua terdapat pada ayat 32 sd. 44, yaitu cerita tentang pemilik dua kebun dan sahabatnya yang miskin namun memiliki iman yang kuat. Kisah ketiga terdapat pada ayat 60 sd. 82, mengisahkan tentang pertemuan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir.

Nabi Musa yang haus akan ilmu pengetahuan rela menanggung kesulitan untuk mendapatkan ilmu dari seorang yang shaleh.

Adapun kisah keempat adalah tentang Dzul Qarnain sebagaimana dalam ayat 83 sd. 98 menjelaskan tentang upaya perdamaian dan perubahan.

Alternatif ketiga misalnya amalan sunnah dengan memperbanyak shalawat baik di malam Jum’at ataupun di hari Jum’at. Rasulullah saw bersabda: “Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap hari Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti” (H.R. Baihaqi, Sunan al-Kubro).

Shalawat tidak sekedar sebuah tradisi, tetapi merupakan ekspresi cinta umat muslim kepada Nabi. Sebagaimana ekpresi cinta yang biasa diluapkan oleh makhluk di muka bumi terhadap sesuatu yang dicintainya. Yaitu tidak pernah lupa untuk selalu menyebut dan mengingatnya.

Terkhusus kepada Rasulullah pembacaan shalawat selain sebagai bukti cinta seorang muslim juga merupakan salam penghormatan kepada Nabi agung nan mulia.

ilustrasi
Sumbere: https://covid19.go.id/

Kecintaan yang menunjukkan bentuk keimanan seorang hamba. Karena shalawat merupakan perintah Allah kepada kaum beriman. Bahkan Allah dan para malaikat pun bershalawat untuk Nabi (Q.S. 33, 56).

Shalawat dari Allah bermakna rahmat, shalawat dari malaikat bermakna istighfar, shalawat dari orang-orang mukmin mengandung banyak keutamaan. “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali, dihapus darinya sepuluh kesalahan, diangkat baginya sepuluh derajat.” (H.R. al-Nasa’i, 1296).

Shalawat menjanjikan sebaik-baik tempat kembali bagi yang mengamalkannya dan memberikan kesuksesan dengan pahala yang melimpah.

Shalawat merupakan amal yang paling mudah terkabul, membuat kondisi hati menjadi bersih, dan melalui shalawat berbagai berkah diturunkan dan doa-doa dikabulkan.

Dengan shalawat seseorang bisa mencapai keridhaan dari Allah. Dengan shalawat seseorang mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan lahir bathin serta diampuni dosa-dosanya.

Masih banyak alternatif amalan sunnah bisa dilakukan di malam kamis dan hari Jum’at. Terpenting adalah untuk tidak salah dalam membangun persepsi.

“Hubungan suami istri” bernilai ibadah dengan memiliki keutamaan meskipun bukan menjadi bagian sunnah yang dikhususkan pelaksanaannya pada malam Jum’at. Sebagaimana sabda Rasulullah … pada satu anggota kalian (kemaluan) ada shadaqahnya pula.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana seseorang dari kami melampiaskan syahwat kemudian dia diberi pahala atasnya?” Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah kalian tahu, jika ia meletakkannya pada sesuatu yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikianlah jika ia meletakkannya pada sesuatu yang halal, maka baginya ada pahala” (Muslim, 1006).

Telah jelas adanya pahala bagi hubungan suami istri, namun tidak bisa disebut secara khusus sebagai sunnah malam Jum’at. Tidak kalah pentingnya menghindarkan diri dari perkataan yang tidak memiliki dasar meskipun dalam konteks candaan dengan sesama teman.

Ingatlah selalu bahwa tauladan manusia, Rasulullah tidak pernah berdusta ataupun menyampaikan informasi tidak berdasar meskipun saat bercanda (H.R. al-Thabrani, 2494). ***

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved