Tombak Kujur Suku Anak Dalam, Saksi Pertempuran Rakyat Moesi Oelu Rawas Melawan Pasukan Jepang
Peristiwa pertempuran untuk merebut senjata pasukan Jepang yang masih bertahan dekat Stasiun Kereta Api Lubuklinggau ini terjadi pada 30 Desember 1945
Penulis: Ahmad Farozi | Editor: Refly Permana
Laporan wartawan Sripoku.com, Ahmad Farozi
SRIPOKU.COM, MUSIRAWAS - Meski Indonesia sudah menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun sisa-sisa pasukan Jepang masih bercokol di beberapa wilayah di tanah air, termasuk di wilayah Moesi Oelu Rawas (Sebutan Kabupaten Musi Rawas, Lubuklinggau dan Muratara saat itu).
Para pejuang Moesi Oelu Rawas pun bertekad untuk melawan sisa-sisa pasukan tentara jepang tersebut dan merebut persenjataan mereka.
Terekam dalam sejarah, peristiwa pertempuran untuk merebut senjata pasukan Jepang yang masih bertahan dekat Stasiun Kereta Api Lubuklinggau ini terjadi pada 30 Desember 1945.
Berbagai elemen rakyat Moesi Oelu Rawas bersatu melakukan perlawanan, termasuk warga Suku Anak Dalam (SAD) atau yang dikenal dengan Suku Kubu.
Salah satu bukti ikut andilnya Suku Anak Dalam dalam pertempuran ini adalah, adanya senjata tradisional khas Suku Anak Dalam, yaitu Tombak Kujur yang digunakan sebagai senjata melawan pasukan Jepang.
Tombak Kujur ini, kini tersimpan jadi benda bersejarah di Museum Sub Komando Sumatera Selatan Garuda Sriwijaya yang terletak di jantung Kota Lubuklinggau.
"Tombak Kujur ini merupakan senjata tradisional Suku Anak Dalam asal daerah Rawas Ulu Kabupaten Muratara (Dulu Muratara masih gabung dengan Musi Rawas).
Tombak Kujur ini digunakan Suku Anak Dalam saat ikut bertempur melawan pasukan Jepang dekat Stasiun Kereta Api Lubuklinggau untuk merebut senjata Jepang pada 30 Desember 1945," ujar Berlian Susetyo, Pengelola Museum Subkoss Garuda Sriwijaya Lubuklinggau, dalam perbincangan dengan Sripoku.com.
Selain Tombak Kujur, terdapat beberapa senjata tradisional rakyat Moesi Oelu Rawas lainnya yang tersimpan jadi benda bersejarah di Museum Subkoss Garuda Sriwijaya.
Seperti keris, mandau (parang) dan juga pedang. Tak hanya senjata tradisional, juga ada beberapa senjata lainnya yang dulu digunakan dalam pertempuran.
Seperti "Meriam Kecepek" yang peluru tajamnya terbuat dari paku, mur, baur dan campuran pecahan besi lainnya. Kemudian Ranjau Darat yang digunakan untuk menghancurkan jembatan, gedung-gedung atau markas penjajah.
"Ranjau Darat ini replikanya, kalau aslinya dari Bengkulu. Karena Subkoss itu pada zamannya meliputi beberapa wilayah Sumbagsel, yaitu Palembang, Lampung, Jambi dan Bengkulu," ujar Berlian Susetyo.
Dari pengamatan Sripoku.com, tak hanya senjata saja yang tersimpan sebagai benda bersejarah di Museum Subkoss Garuda Sriwijaya di Lubuklinggau.
Beberapa benda bersejarah lainnya juga ada. Termasuk benda bersejarah dibidang transportasi di masa perjuangan rakyat.
Antara lain ada mobil Jeep Wilys STD-156 yang diletakkan dihalaman depan Gedumg Museum Subkoss Garuda Sriwijaya.
Mobil buatan Amerika tahun 1942 ini merupakan kendaraan dimasa perang kemerdekaan.
Kendaraan ini pernah digunakan para tokoh militer dalam perjuangan kemerdekaan, antara lain dr AK Gani.
Dulunya perjalanan mobil ini dilakukan dengan melewati hutan, melintasi Bukit Barisan dan menyeberangi sungai.
Selama berada diwilayah Musi Rawas dizaman kemerdekaan, mobil ini juga pernah dipakai oleh Kapten AR Saroinsong, yang merupakan Komandan ALRI Subkoss diwilayah Mandi Aur (Mandi Aur merupakan salah satu desa di Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas).
Kemudian yang tak kalah menariknya adalah, Lokomitof uap C 3082. Lokomotif buatan tahun 1930 ini merupakan lokomotif pertama yang membawa gerbong penumpang dari Stasiun Kertapati Palembang sampai ke Stasium Kereta Api Lubuklinggau pada tahun 1933.
Setelah perang kemerdekaan, lokomotif tersebut sempat tersimpan cukup lama di Stasiun Kota Lubuklinggau. Dan pada tahun 1988, lokomotif tua itu dipindahkan ke Museum Subkoss Garuda Sriwijaya Kota Lubuklinggau.
