Berita Palembang

Kejahatan Perempuan dan Anak Masih Terjadi, Ketua Umum Sarekat Hijau Indonesia Ungkap Penyebabnya

pandemi kekerasan terhadap perempuan dan anak dimaknai sebagai ancaman kerusakan terhadap perempuan dan anak.

Editor: Odi Aria
SRIPOKU.COM/ANTON
Ilustrasi korban pelecehan seksual. 

SRIPOKU. COM, PALEMBANG, --Ketua umum Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Ade Indriani Zuchri mengatakan, terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual kaum perempuan saat ini, karena kondisi gender laki- laki masih dianggap superior dibanding perempuan atau Toxic Masculinity, Sabtu (10/12/2021).


Sehingga hirarki yang ditimbulkan akibat relasi yang jelas-jelas tidak seimbang ini, menimbulkan banyak perspektif dari laki-laki, yang akhirnya memicu berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang inferior.


"Konstruksi sosial budaya juga, memberikan kontribusi terhadap maskulinitas laki-laki tumbuh menjadi prosedural, dan kebiasaan yang dimaklumi sebagai sifat bahkan identifikasi untuk menyebut sifat seorang laki-laki.


Semakin tegas dan keras sikap seorang laki-laki, akan semakin bagus dipandang oleh society, " kata Ade dalam tulisannya berjudul Toxic Masculinity dan

Kejahatan Terhadap Perempuan dan Anak. 


Sementara bagi laki-laki yang memperlihatkan sisi feminim mereka, hal itu dijelaskan Ade, malah akan berhadapan dengan publik atau society yang menganggap sisi feminim itu, sesuatu yang buruk, absurd dan tidak sesuai dengan nila-nilai yang berkembang dalam budaya dan sosial, matinya atau frigilenya feminitas seorang laki-laki. 


"Akhirnya, menjadi budaya baru yang berkembang dalam masyarakat kita, dimana sosok laki-laki digambarkan sebagai hero (pahlawan), yang berhak melakukan tugas kelaki-lakian mereka tanpa kesalahan, kalaupun ada kesalahan, itu dikarena media pemicu ekternal mereka, yaitu perempuan," tuturnya. 


Diterangkan Ade, pandemi kekerasan terhadap perempuan dan anak dimaknai sebagai ancaman kerusakan terhadap perempuan dan anak, kehilangan harga diri sebagai seorang manusia dan perempuan.


"Dimana, mengalami tekanan mental atau jiwa, rasa sakit terhadap trauma dan berbagai kesakitan lainnya, yang umumnya hanya mampu dirasa oleh korban kekerasan itu sendiri," tandasnya. 


Disisi lain, karantina merupakan usaha yang tidak membuahkan hasil, karena masa karantina yang tidak mempertimbangkan pemulihan korban, dan penanganan yang lemah akan pemahaman, ditambah lagi respon aparatur dan pihak-pihak yang harusnya bekerja untuk pencegahan dan perlindungan tidak berbekal ‘rasa’, inisiatif dan respon, yang akhirnya menyebabkan pandemi kekerasan terhadap perempuan hanya mampu menangani dipuncaknya saja.


"Kisah traumatis perempuan dan anak korban kekerasan telah berjilid- jilid, dikonversi menjadi literasi dan bahan ajar, tetapi tidak menjadikan hal ini sebagai pemahaman dan pengetahuan luhur, akan penghormatan terhadap perempuan dan anak, yang memicu penurunan angka kejahatan atau kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia," katanya.


Ditambahkannya, tempat publik yang awalnya menjadi jembatan bagi perempuan untuk mengekspresikan kemampuan mereka, berubah menjadi hill valley yang menakutkan.


Kejahatan demi kejahatan memancing ketakutan perempuan untuk berkembang diluar, tetapi menunggu dirumah dan diam tak bermakna juga menjadi ruang yang tak aman juga, dimana sebenarnya tempat yang aman bagi perempuan .


Dikatakannya, teori feminis didasarkan pada 4 pertanyaan fundamental, yakni pertanyaan tentang bagaimana kehidupan (nasib) perempuan, mengapa perempuan berada di situasi sekarang (mengalami ketimpangan), bagaimana cara mengubah dunia sosial yang penuh ketimpangan tersebut, dan bagaimana perbedaan perempuan berdasarkan kehidupan, posisi, atau status sosial masing-masing.


"Sebenarnya ruang aman bagi perempuan, seharusnya menjadi panduan bagi pengambil keputusan di negeri ini, untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved