Mimbar Jumat
Masjid Pendana Kegiatan Ekonomi Umat
Setelah resmi menerima wahyu pertama, Rasulullah SAW semakin nyata diperintahkan pulang ke masjid. Saat itu penduduk Makkah ingkar, mereka berdusta,
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Praktiknya, pengumpulan hingga penumpukan dana manjadi sebuah kebanggaan bahkan dinilai sebuah kesukses pengurus, dan itu dipertontonkan setiap jumat yang selalu diumumkan kondisi kas dan keuangan (Saldo) masjid yang begitu besar.
Padahal, Nabi Muhammad SAW tidak pernah pemerintahkan melakukan “penumpukan dana masjid”.
Coba simak, perhatikan dan lihat sendiri kondisi objektif yang terjadi di tengah masyarakat.
Ketika terjadi bencana dan permasalahan sosial lainnya di tengah masyarakat, peran masjid selama ini jarang hadir untuk menjadi salah satu elemen yang bisa menjadi solusi.
Penyebabnya bukan karena tidak ada uang kas, tetapi masjid terlalu repot membahas masalah fiqih untuk menyalurkan bantuan dengan menggunakan uang kas masjid.
Mengutif ungkapan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Marzuki Mustamar yang menyebutkan, takmir masjid selama ini bingung masalah fiqih terkait sah apa tidak menggunakan uang kas masjid untuk bantuan bencana atau janda miskin yang rumahnya hampir roboh.
Belum lagi masih adanya yang mempertahankan, dana masjid hanya untuk kemakmuran masjid, sementara bangunan masjid sendiri sudah megah dan bagus.
Kalau bangunan masjid sudah bagus, lantas kenapa masih terus menampung dana umat.
Dan jarang sekali, antar masjid yang satu dengan masjid yang lain saling bantu membatu.

Update 14 Oktober 2021. (https://covid19.go.id/)
Misalnya, ada masjid yang menyumbang karpet sejadah yang bagus ke masjid yang tidak ada atau kekurangan sajadah dan lain-lain.
Disini terkesan, keegoisan muncul tanpa harus peduli dengan lain.
Kiai Marzuki memberikan sebuah solusi agar sistem keuangan dan akad ikrar keuangan kas masjid yang selama ini digunakan untuk masjid diperbaharui dan segera dibuatkan program strategis sehingga uang kas yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Sistem keuangan baru juga harus diikrarkan kepada seluruh penyumbang dengan menjelaskan bahwa dana yang masuk ke masjid akan digunakan untuk kemakmuran masjid dan kemaslahatan umat.
Banyak masjid yang kondisi uang kasnya melimpah, namun tidak mampu untuk memberikan manfaat sosial karena terikat dengan ikrar di awal.
Padahal jika ikrarnya diperbaharui untuk kemakmuran masjid dan kemaslahatan umat, uang kas tersebut mampu dimanfaatkan secara maksimal.
Masjid dan UKM
Dalam setiap analisa dengan tetap mencontoh bagaimana Rasulullah SAW memfungsikan masjid di zamannya, maka di era kekinian saat ini, masjid manjadi kekuatan besar untuk ba-ngkitnya ekonomi umat yang berkah dan berkekuatan tauhid yang kuat.
Dengan cara mengoptimalisasi dana masjid untuk membantu sektor usaha kecil atau rumahan, yang saat ini hampir semua pelaku suaha kecil ini terjebak dengan ikatan rantai pelaku riba tampil humanis dalam kemasan “Koperasi Keliling” dan rentenir atau “uang beranak”.
Bukannya Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari'atNya?.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya: ” …
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Di ayat berikutnya. (QS. Albaqarah: 276) disebutkan, “Allah memusnahkan riba dan menyu-burkan sedekah.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
Ini kabar nyata dan ini adalah hukuman di dunia bagi pelaku riba, yaitu Allah akan memus-nahkan atau menghancurkan hartanya.
Menghancurkan yang bersifat konkret.
Misalnya pelakunya ditimpa bencana atau musibah, seperti jatuh sakit dan membutuhkan pengobatan (yang tidak sedikit).
Atau ada keluarganya yang jatuh sakit serupa dan membutuhkan biaya pengobatan yang banyak.
Atau hartanya terbakar, atau dicuri orang.
Akhirnya, harta yang dia dapatkan habis dengan sangat cepatnya.
Padahal, uang dibutuhkan untuk tambahan modal tidak terlalu besar bagi seorang pedagang sayur keliling, jajanan, dan usaha lainnya.
Hanya saja, dalam kehidupan sekarang ini, banyak didapatkan kaum muslimin yang bermudah-mudah mencari jalan pintas dengan melakukan transaksi riba.
Padahal, pelaku riba mendapatkan ancaman dari Allah Ta’ala.
Lantas, pertanyaanya, perlu masjid hadir di tengah situasi ini?
Mari berilustrasi dengan berhitung, jika satu masjid di Kota Palembang ini melakukan pembi-naan terhadap lima (5) saja pedagang kecil, apakah itu warung sayur, jajanan dan lain-lain.
Dan kalau dihitung dari jumlah total masjid yang sebanyak 1.200 masjid dan mushalah, maka terbayangkan oleh kita semua, setidaknya ada 6.000 pelaku usaha produk binaan masjid sekaligus ikut mengentaskan kemiskinan.
Dan kini kekuatan besar dan ditakutkan banyak orang yang selama ini tidak menginginkan ekonomi umat berkembang.
Pekerjaan ini memang tidak mudah, tapi disinilah dibutuhkan kemauan yang kuat dari orga-nisasi dan pengerakan yang mengatasnamakan masjid.
Dan tentunya bersinergi dengan pemerintah yang memiliki komitmen kuat untuk kesejahteraan umat, bukan sekedar teori dan slogan.
Sudah saat dana umat dikembali kepada umat.