Kekerasan Seksual dan Dunia Pendidikan

Relasi kuasa merupakan salah satu penyebab, mengapa kekerasan seksual rawan terjadi di lingkungan pendidikan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Abdurrahman Arif, S.I.P. Mahasiswa Magister Manajemen dan Kebijakan Publik UGM. 

Oleh: Abdurrahman Arif, S.I.P.
Mahasiswa Magister Manajemen dan Kebijakan Publik UGM

SRIPOKU.COM -- Cerita tentang kekerasan seksual yang dialami oleh penyintas merupakan dua sisi mata uang.

Satu sisi, kesempatan bagi kita untuk memperbaiki sistem atau sikap terhadap kekerasan sek-sual.

Kedua, ini merupakan tekanan bagi penyintas dalam melakukan tugas dan kewajiban sehingga kita perlu melindungi hak penyintas.

Baca juga: TIPS yang Harus Dilakukan saat Mengalami Tindakan Kekerasan Seksual, Kumpulkan Bukti!

Baca juga: Trending di Twitter, Berlatar Belakang Kekerasan Seksual, Hyung-seon Buka Layanan Jasa Reparasi

Mengapa dunia pendidikan?
Relasi kuasa merupakan salah satu penyebab, mengapa kekerasan seksual rawan terjadi di lingkungan pendidikan.

Relasi kuasa sendiri berlangsung secara vertikal dan horizontal.

Tulisan ini akan fokus pada bagaimana pemegang kebijakan seharusnya bersikap terhadap issue kekerasan seksual.

Lembaga di dunia pendidikan rata-rata telah memiliki peraturan tentang pedoman perilaku.

Biasanya penjelasan mengenai kekerasan seksual berada pada peraturan tersebut.

Sayangnya peraturan-peraturan tersebut memiliki pendekatan secara kuratif yang titik fokusnya pada pemberian sanksi.

Perbicaraan tentang kekerasan seksual memerlukan pendekatan preventif sehingga tidak perlu menunggu kasus baru bertindak.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Mengingat kekerasan seksual di lingkungan pendidikan telah menimbulkan kegelisahan bagi civitas akademika dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Perubahan peraturan adalah suatu hal yang wajar ketika diperlukan.

Issue kekerasan seksual di lingkungan pendidikan mengalami peningkatan sejak kasus Agni pada 2018.

Agni, nama samaran mahasiswi UGM yang mengalami pelecehan seksual ketika melaksanakan KKN di Maluku pada 2017.

Sejak saat itu, banyak kasus serupa membumi. Bahkan, sejumlah media nasional melakukan kaloborasi untuk mendata para penyintas di lingkungan pendidikan.

Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) setuap tahun mengeluarkan Catatan Tahunan Kekerasan kepada Perempuan (Catahu) oleh Komnas Perempuan dengan dua cara yaitu laporan langsung ke komnas perempuan dan melibatkan sejumlah koresponden.

Sejak 2018 pelaporan langsung ke komnas perempuan mengalami peningkatan.

Hal ini mengindikasinya kesadaran masyarakat akan kekerasan seksual meningkat.

Bahkan ketika memasuki masa pademi tidak mengalami penurunan.

Pelaporan langsung ke Komnas Perempuan pada tahun 2020 sebanyak 2.389 pelaporan sedangkan pada 2019 sebanyak 1.419 pelaporan.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Thomas R Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan.

Kata pemerintah merujuk pada pemegang kebijakan.

Tahapan pertama dalam kebijakan merupakan penyusunan agenda kebijakan.

Pada proses ini ditentukan issue mana saja yang layak dikategorikan sebagai masalah publik atau masalah privat.

Ketika suatu issue dikatakan sebagai masalah publik, maka layak mendapatkan alokasi sumber daya lebih banyak daripada issue lainnya (William N. Dunn).

Model multiple stream menjelaskan pertemuan tiga arus yaitu arus masalah, arus kebijakan, dan arus politik, sebagai fase strategis dalam penyusunan agenda setting (Kingdon 2014).

Ketiga arus ini mewakili apa saja hal yang dipikirkan dalam menyusun sebuah kebijakan.

Arus masalah dalam kekerasan seksual adalah hilangnya rasa aman dan nyaman seorang ketika berada di ruang publik.

Kekerasan seksual tidak dialami oleh setiap orang tapi telah menyebabkan kegelisahan bagi masyarakat.

Data kekerasan seksual seperti fenomena gunung es, apa yang terlihat hanya sedikit daripada yang tak terlihat.

Persoalan lainnya adalah ketersediaan penyintas untuk melakukan pelaporan resmi.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Entah karena tidak berani atau tidak adanya sistem yang menjamin kerahasian data dan ketidak berlangsungan.

Arus kebijakan merupakan kesempatan bagi akademisi dan ahli untuk merumuskan solusi untuk permasalahan.

Sejumlah peraturan lebih tinggi baik nasional dan internasional layak menjadi pertimbangan untuk merumuskan kebijakan khusus tentang kekerasan seksual.

Universitas Gadjah Mada telah memiliki Peraturan Rektor No 1 tahun 2020 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat UGM dan Kementerian Agama.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.

Sehingga tidak ada alasan untuk membuat peraturan serupa.

Arus politik merupakan situasi dan sikap seorang yang berpengaruh.

Pada bagian ini sikap yang ditimbulkan oleh masyarakat memiliki peranan dalam mengawal proses penyusunan kebijakan.

Pasti kita memerlukan sosok seorang untuk mengawal proses penyusunan kebijakan.

Perhatian media massa terhadap suatu issue akan mempengaruhi proses penyusunan ke-bijakan.

Siapa saja yang bisa terlibat?
Siapa saja bisa terlibat.

Mengusulkan ide terkait sebuah permasalahan tidak hanya berasal dari birokasi.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Masyarakat dan media dapat mengunakan sumber daya yang dimiliki untuk mengusulkan ide.

Seperti berita dan opini.
Berbicara dari birokasi adalah kelompok yang memenuhi kriteria baik secara latar belakang, keilmuan, dan legalitas.

Sehingga apa yang dirumuskan dapat memenuhi kriteria secara gagasan dan kuasa.

Gagasan utama dari peraturan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual adalah meng-hentikan kekerasan seksual.

Namun jika tidak, cukup dengan menciptakan budaya intoleran terhadap kekerasan seksual.

Tidak menjadikan kekerasan seksual sebagai hal yang wajar dan didiamkan.

Apalagi ketika kekerasan tersebut dilakukan oleh orang yang disayangi.

Langkah preventif dan kuratif harus terdapat dalam sebuah peraturan tentang kekerasan sek-sual dilingkungan pendidikan.

Karena untuk saat ini kesadaran mengenai gender masih rendah.

Ketimpangan kesadaran inilah yang menyebabkan waktu lebih lama dalam menyikapi persoalan kekerasan seksual.

Sehingga diperlukan pendidikan berarus utamakan gender.

Tantangan untuk melakukan ini adalah ketersediaan sumber daya yang memiliki kompetensi dan latar belakang tentang gender.

ilustrasi
Update 10 Oktober 2021. (https://covid19.go.id/)

Belum lagi menyediakan waktu perkuliahan.

Langkah awal bisa dimulai dengan sosialisasi ketika penerimaan mahasiswa baru.

Langkah kuratif merupakan program konseling, keterjaminan rahasia, jaminan ketidak ber-ulangan, dan sanksi.

Dalam langkah ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah siapa yang bertindak sebagai pelaksana.

Kita harus memperhatikan latar belakang pelaksana baik terhadap kekerasan seksual maupun relasi kuasa yang dimiliki.

Perlunya lembaga khusus secara berkala diganti bukan perkasus.

Sehingga orang-orang yang terlibat memiliki profesionalitas.

Kebijakan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Tidak hanya berbicara tentnag penyintas dan korban.

Tapi juga menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual.

Bagaimana dampak kekerasan seksual baik secara psikis dan performa kerja.

Rasa takut ketika berada di ruang publik.

Takut untuk mengatakan tidak padahal kita punya kuasa terhadap diri sendiri.

Ketika berbicara kebijakan.

Maka tidak ada kebijakan yang sempurna.

Ketika kebijakan disahkan maka kita harus memperhatikan pelaksanaan.

Selalu ada gagasan yang disesuaikan dengan keadaan.

Namun hal itu bukan alasan untuk mengusulkan sebuah peraturan.

Perlu langkah pertama untuk langkah-langkah berikutnya.

Saya paham ketika memerlukan waktu untuk memahami kekerasan seksual.

Namun jangan sampai menyebabkan kekerasan-kekerasan lainnya terjadi.

Ketika kita memahami kekerasan seksual.

Kita akan sedih, saat mendengar orang terdekat kita mengalami kekerasan seksual dan kita tidak tahu harus berbuat apa.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved