Berita Palembang
Profil Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Sumsel, yang Berani Kritik Biaya Jadi Dokter Mahal
Di sumatera selatan sendiri Prof Yuwono dikenal sebagai guru besar. Lantas siapa Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Sumsel? berikut profilnya
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Yandi Triansyah
Oleh karena itu, Yuwono bertekad akan membangun RS yang bertaraf internasional dengan konsep green and smart, mendirikan perusahaan farmasi yang fokus untuk masalah herbal serta perguruan tinggi yang berbeda dari biasanya.
“Biodiversity dunia 60 persennya ada di Indonesia, tapi justru tidak memproduksi obat-obatan hasil dari biodiversity, tapi kita import termasuk obat-obat Covid-19, semua impor,” ujarnya.
Bahkan, jika memang dirinya memiliki kesempatan untuk maju memberikan kontribusi kepada warga Kota Palembang, Yuwono siap untuk mencalonkan diri mandiri.
“Jika saya sudah selesai dengan diri sendiri, maka selanjutnya sudah saatnya adalah bagaimana dapat membantu masyarakat luas," ujarnya.
Visi Prof Yuwono
Sampai saat ini, lelaki kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, 10 Oktober 1971 silam ini tetap memegang tiga visi penting dalam hidupnya.
Pertama, sebagai seorang anak yang lahir dari kedua orang tua yang berprofesi sebagai seorang petani, sehingga membuat dirinya tidak malas dalam melakukan kegiatan bertani atau berkebun.
Justru, dengan hal tersebut dirinya konsisten menerapkan apa yang telah dipelajarinya semasa kecil untuk mendirikan Sekolah Alam Palembang (Sapa) agar anak-anak generasi selanjutnya dapat belajar secara dengan alam.
Bersama istrinya, Nurbaiti Ekasari sejak Tahun 2005 mendirikan sekolah alam yang beralamatkan di Jalan Gubernur. H. A. Bastari Lr. Harapan RT 26 RW 06 Silaberanti Seberang Ulu I, Palembang dari jenjang Daycare hingga SMA.
“Maka saya dari dulu itu selalu konsisten, itu yang pertama saya pegang hingga saat ini,” ujarnya.
Kedua, sang ayah yang bernama Muyono meninggal dunia sebelum dirinya tamat SD, sehingga kondisi ini berdampak bagi keluarganya.
Didikan orang tua untuk dapat hidup mandiri sebagai anak laki-laki tertua dari 9 bersaudara dalam keluarga, yang harus menjadi simbol untuk bertanggung jawaban dalam sebuah keluarga.
“Tapi dari kecil ayah sudah mengajari untuk hidup mandiri, belajar sambil bertani mencari upahan, yang menjadi keseharian hingga saat ini,” tuturnya.
Meski dalam hidup berkesusahan, namun semangatnya untuk terus belajar, dengan membaca buku setiap hari tidak pernah berhenti.
“Artinya kemana dan dimanapun saya selalu mandiri, baik belajar maupu bekerja, hingga ini menurun kepada keluarga juga anak-anakku,” ujarnya.