Cerita Putri Jenderal Ahmad Yani Sembuhkan Trauma Peristiwa G30S/PKI, Tiap Jam 6 Pagi Turun ke Sawah
Jenazah para perwira yang gugur ini kemudiang dibuang ke dalam sumur yang disebut sebagai Lubang Buaya.
"Lebih dari 20 tahun saya di sana. Jadi hampir seperempat abad, saya ada di desa. Ketika itu saya menyekolahkan (mulai SMA) Dimas (anak tunggal) ke Australia," imbuhnya.
Di desa, kegiatan Amelia Yani sehari-hari berkutat dengan alam seperti ke sawah.
Saat tinggal di desa Amelian Yani bahkan juga mempunyai sawah, kolam ikan gurame hingga berbagai macam pohon buah-buahan.
"Saya sendiri di desa. Bangun pagi, jam enam saya sudah di sawah. Saya punya sawah, saya punya kolam ikan gurame, punya pohon buah-buahan, mangga, saya punya pepaya, pisang," cerita dia.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

"Semua, semua saya punya, punya ayam, saya jualan telur ayam, tapi rugi terus, enggak pernah untung, enggak tahu kenapa," timpalnya.
Amelian Yani juga mengaku bahwa dia banyak bergaul dengan para petani.
"Itulah belajar. Saya banyak bergaul dengan petani. Saya ke Bukit Menoreh. Kalau orang ingat (buku seri) Api di Bukit Menoreh, saya sudah sampai di ujungnya, di Puncak Suryoloyo itu. Waktu malam 1 Suro, mereka semua (warga) ke puncak gunung. Dan, saya sudah di sana, saya sudah ke mana-mana," ujarnya.
Hingga akhirnya, setelah 20 tahun berada di pedesaan itu, Amelia Yani dan anaknya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.
"Dan setelah tinggal di desa 20 tahun lebih sedikit, anak saya manggil. Katanya, enggak cocok di situ. Jadi, saya meninggalkan dusun, balik lagi ke kota, Jakarta," pungkasnya.
Artikel telah tayang di Grid.id dengan judul Cerita Putri Jenderal Ahmad Yani, Sembuhkan Trauma Peristiwa G30S/PKI dengan Hijrah ke Wilayah Pedesaan Ini Selama 20 Tahun, Tiap Jam 6 Pagi Langsung Turun ke Sawah
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

