Wajah Asli Otak Pelaku Pembunuhan 7 Jenderal Pada G30S/PKI, Siapa Sosoknya & Apa Kepentingannya?
Tapi, dalam ingatan kolektif masyarakat, PKI dan prajurit pengawal istana atau Cakrabirawa adalah pihak yang dianggap paling bertanggungjawab.
Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: Fadhila Rahma
Ia merangkap ketiga jabatan tersebut sekaligus sebagai Kepala Badan Pusat Intelijen hingga tahun 1966.
Selain itu, sebagai anggota dari Komando Operasi Tertinggi dalam Operasi Dwikora dan Trikora, ia juga menyandang pangkat marsekal madya di TNI Angkatan Udara.
Pasca-Gerakan 30 September, Soebandrio divonis hukuman mati oleh Mahkamah Militer Luar Biasa dengan dakwaan terlibat dalam gerakan tersebut meski tidak ada bukti nyata yang menunjukkan pengetahuan atau keterlibatannya mengingat saat Gestapu meletus, Soebandrio sedang berada di Sumatera.
Akan tetapi, vonis itu selanjutnya dikurangi menjadi hukuman seumur hidup.
Pada tahun 1995, ia dibebaskan karena alasan kesehatan hingga wafat pada tahun 2004.
Mayat 7 Jenderal Korban G30S PKI Dibuang di Lubang Buaya
Tak banyak yang tahu fakta medis penyebab tewasnya korban kekejaman Gerakan 30 September ( G30S ) PKI.
Akibatnya, muncul berbagai versi tentang penyebab meninggalnya mereka.
Apalagi film G30S PKI yang para era Orde Baru wajib diputar di televisi, secara jelas menginformasikan para korban disilet.
Intisari September 2009 dalam judul “Saksi Bisu dari Ruang Forensik” mencoba mengurai itu; mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik bangsal-bangsal forensik.
Cerita “pencungkilan” mata dan “pemotongan” penis sejatinya sudah terlebih dahulu terdengar di masyarakat sekitar.
Tetapi, hasil otopsi para jenderal korban PKI tidak menyebutkan adanya pencungkilan mata para korban.
Tepatnya setelah para korban G30S PKI ditemukan di dalam sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 4 Okotober 1965.
Tujuh mayat jenderal itu lantas dibawa ke RSPAD guna diotopsi.
Untuk menangani mayat-mayat tersebut, dibuatlah tim yang terdiri dari dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen. Roebiono Kartopati dan dr. Kolonel. Frans Pattiasina; lalu ada tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI, Prof. dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.