Kebiadaban Cakrabirawa kepada Jenderal Ahmad Yani yang tak Tersorot di FILM G30S

"Kalau mengenai film yang di rumah, memang ya seperti itu," ucap Untung, dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Rabu (30/9/2020).

Editor: Yandi Triansyah
Tribunnews.com/ Reynas Abdila
Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani terletak di Jalan Lembang D 58 Menteng, Jakarta Pusat. 

SRIPOKU.COM - Ada peristiwa yang tak diungkap saat pasukan Cakrabirawa melakukan eksekusi kepada Jenderal Ahmad Yani.

Kejadian itu diungkap oleh Putra Jenderal AhmadYani, Untung Mufreni A.Yani.

Untung saat kejadian berusia 11 tahun.

Ia masih mengingat betul peristiwa kelam yang merengut nyawa ayahnya.  

Sebagai saksi mata kebiadabadan Pasukan Cakrabirawa mengungkap ada kejadian sebenarnya yang tak ditayangkan di film G30S/PKI.

Dia mengatakan ada sejumlah peristiwa yang tak ditampilkan di film G30S/PKI.

Hal tersebut diungkapkan Untung saat menjadi narasumber di acara Kabar Petang, TV One, pada Selasa (29/9/2020).

Namun mulanya Untung menegaskan film garapan Arifin C.Noer itu 98 persen sesuai dengan peristiwa terbunuhnya sang ayah.

"Kalau mengenai film yang di rumah, memang ya seperti itu," ucap Untung, dikutip TribunJakarta.com dari YouTube TV One, pada Rabu (30/9/2020).

"98 persen akurat ya," imbuhnya.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Ia kemudian membeberkan namun ada beberapa peristiwa di film G30S/PKI yang ditampilkan tak sesuai dengan kejadian sesungguhnya.

Sesudah menembak Jenderal Ahmad Yani, di film G30S/PKI Pasukan Cakrabirawa menggontong tubuh sang jenderal keluar dari rumah dengan memegang tangan dan kakinya.

Padahal dalam peristiwa sesungguhnya, Pasukan Cakrabirawa menyeret kaki Jenderal Ahmad Yani, dari ruangan makan hingga ke pinggir jalan.

Untung mengatakan, kala itu ayahnya diperlakukan bagai binatang.

"Yang tidak akurat itu waktu bapak diseret dari dalam ruangan makan, ke pinggir jalan di Jalan Krakatau," ucap Untung.

"Kalau di film itu tangan diangkat, kaki diangkat,"

"Kalau yang aslinya, ya tangan tidak diangkat, diseret langsung seperti menyeret binatang,"

"Itulah yang terjadi," imbuhnya.

Tak cuma itu, Untung mengatakan di film juga tak ditampilkan saat ia dan saudara-saudaranya mengikuti Pasukan Cakrabirawa saat menyeret tubuh Jenderal Ahmad Yani.

Menurut Untung kala itu sempat terjadi peristiwa tarik-menarik.

Update Sumsel Covid-19 Tgl 16 Septemberi 2020.
Update Sumsel Covid-19 Tgl 16 Septemberi 2020. (http://corona.sumselprov.go.id/)

"Waktu bapak diseret dari ruangan makan, dan kami mengikuti semua dari belakang," kata Untung.

Saat ingin menyusul Jenderal Ahmad Yani keluar rumah, Untung menjelaskan Pasukan Cakrabirawa mengacungkan senjatanya.

Mereka mengancam akan menembak anak-anak Jenderal Ahmad Yani, jika berani melangkahkan kaki keluar dari rumah.

"Dua yang di belakang itu pintu kamar mereka dipegang oleh anggota Cakrabirawa, supaya tidak bisa keluar," ujar Untung.

"Saat kami di pintu belakang, salah satu Cakrabirawa sudah siap dengan senjatanya,"

"Dan membentak kami, "kalau keluar akan ditembak," itu memang begitu,"

"Ada yang tidak terfilmkan," imbuhnya.

Walau saat peristiwa berdarah itu terjadi dirinya masih berusia 11 tahun, Untung mengaku masih bisa mengingat semuanya dengan detail.

Ia mengatakan kenangan buruk tersebut tak akan pernah bisa melupakannya sampai menutup mata.

"Sampai saya menutup mata," ucap Untung.

"Ya itulah yang terjadi di rumah, kalau di lubang buaya juga ada saksinya," imbuhnya.

Jenderal Ahmad Yani resmikan Jembatan Ampera
Jenderal Ahmad Yani resmikan Jembatan Ampera (Kolase SRIPOKU.COM/ TRIBUNNEWS)

Sempat Resmikan Jembatan Ampera

Pada 30 September 1965 Jembatan Ampera diresmikan oleh Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Panglima Angkatan Darat RI.

Sebelum malam berdarah gerakan 30 September, Ahmad Yani paginya berkunjung ke Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Ia mengantikan Presiden Soekarno untuk meresmikan Jembatan Ampera.

Pada kegiatan peresmian Jembatan Ampera itu, Ahmad Yani turut didampingi oleh Gubernur Sumatera Selatan, Brigjen. TNI H. Abu Yasid Bustomi.

Penekanan sirine tanda selesainya jembatan ini dilakukan sendiri oleh Jend. Ahmad Yani.

Tanda dimulainya operasional Jembatan Ampera yang menghubungan wilayah Seberang Ulu dan Seberang Ilir Kota Palembang.

Kemudian sore harinya, Jend. Ahmad Yani bertolak dari Lapangan Terbang Talang Betutu, Palembang menuju Lapangan Terbang Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Wafat karena ditembak

Dikutip dari Kompas.com Pada 1 Oktober, Ahmad Yani menjadi salah satu korban penculikan G30S.

Saat akan dijemput, Ahamd Yani menolak untuk ikut serta.

Karena melakukan perlawanan, Ahamd Yani mendapat serangan tembak hingga terbunuh di depan kamar tidurnya.

Setelah tewas, jenazah Ahmad Yani dibawa ke Lubang Buaya dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua bersama enam korban lainnya.

Pada 4 Oktober 1965, jenazah ditemukan dan dimakamkan dengan layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Oleh negara, Jenderal Anumerta Ahmad Yani dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Revolusi berdasarkan SK Presiden Nomor III/KOTI/1965.

Jenderal kesayangan Soekarno

Salah satu pakar politik Monash University, Harold Crouch menilai Yani memiliki citra diri yang berbeda dari Nasution.

Meskipun mereka sama-sama sosok antikomunis.

Namun Yani bisa menentang kebijakan Sukarno mengenai PKI secara lebih halus dan dapat diterima.

Sebagai orang Jawa, Yani memperlakukan Sukarno sebagai seorang "bapak".

Meski bertindak salah namun tidak boleh ditentang secara terbuka.

Hal tersebut yang membuat Yani lebih mudah masuk menjadi bagian dari lingkungan Istana Sukarno.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved