Berita Religi

Apa Itu Air Musta'mal yang Suci Namun Tidak Mensucikan? Ini Pengertian Dalam Ilmu Fiqih & Syaratnya

Pentingnya mengetahui pembagian air lantaran hal ini terkait dengan perkara yang diperlukan dalam ibadah, salah satunya ari air musta'mal berikut ini.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
Kolase Sripoku.com
Air musta'mal 

Ada seorang yang berwudhu dengan menggunakan air yang kurang dari dua kulah.

Dia berwudhu dengan cara menciduk air dari wadah dengan menggunakan tangannya (bukan berwudhu dengan menggunakan kran).

Dia mulai berwudhu dengan mengerjakan sunah-sunah wudhu seperti membaca basmalah, membasuh kedua telapak tangan, berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung secara bersamaan.

Setelah itu dia mulai membasuh wajah.

Setelah membasuh wajahya, dia ingin membasuh tangannya.

Sebelum memasukkan tangannya ke dalam wadah, maka dia diharuskan berniat "ightiraf" (yaitu niat menciduk air, dia jadikan tangannya sebagai alat untuk menciduk air), ini agar air dalam wadah tidak menjadi musta'mal.

Hal ini dilakukan karena setelah dia selesai membasuh wajahnya, urutan berikutnya dia membasuh tangannya, ketika dia memasukkan tangannya ke dalam wadah maka berarti sebenarnya dia telah melakukan basuhan wajib pada tangannya (yaitu basuhan pertama), sehingga air yang tidak ada di wadah menjadi musta'mal walaupun dia tidak meniatkan apapun saat memasukkan tangannya.

Berbeda halnya jika dia meniatkan untuk menciduk, maka air tidak berubah menjadi musta'mal.

Perkara ini merupakan perkara yang rumit bagi orang awam, sehingga tidak perlu memberatkannya dan bisa memilih pendapat Imam al-Ghazali yang diikuti oleh Bamakhramah rahimahumullah yang menyatakan tidak wajib niat ightiraf (lihat at-taqrirat as-Sadidah 1/59-60 dan al-Manhal al-Warif, hlm. 87)

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa air bekas basuhan keuda dan ketiga pada wudhu dan mandi junub tidak termasuk air musta'mal karena bukan taharah wajib namun hanya sunah saja.

Demikian pula air bekas memperbarui wudhu dan bekas mandi untuk sholat Jum'at tida tergolong musta'mal karena keduanya hukumnya tidak wajib.

Air mUsta'mal Bekas mensucikan Benda yang Terkena Najis

Adapun air yang telah digunakan untuk mensucikan benda yang terkena najis, dihukumi sebagai air musta'mal yang suci namun tidak mensucikan jika terpenuhi syarat-syarat berikut:

1. Air tersebut sedikit, yaitu kurang dari dua kulah.

2. Air mendatangi najis, seperti misalnya kain yang terkena najis dicuci dengan cara diguyur air.

Berbeda halnya jika najis mendatangi air, maka air langsung menjadi najis walaupun tidak ada perubahan pada air karena air sedikit dihukumi najis ketika kemasukan benda najis meskipun tidak mengalami perubahan.

Contohnya kain yang terkena najis dimasukkan ke dalam wadah berisi air kurang dari dua kulah.

3. Tidak berubah salah satu dari tiga sifat air, rasanya, warnanya, dan baunya.

4. Berat air tidak bertambah setelah dikurangi kadar air yang diserap oleh benda najis yang disucikan.

5. Benda yang disucikan (yang terkena najis) berubah menjadi suci.

Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka air menjadi najis dan bukan musta'mal.

Hukum Menggunakan Air Musta'mal

Air musta'mal tidak bisa digunakan untuk taharah meskipun zatnya suci.

Ini merupakan pendapat Imam Syafi'i yang juga merupakan pendapat Imam Malik Ahmad, Laits, al-'auza'i, dan pendapat yang masyhurdari Imam Abu Hanifah. (Al-Bayan, 1/43)

Fuqaha' Syafi'iyyah berbeda pendapat mengenai illat (sebab) larangan penggunaan air musta'mal untuk taharah.

Pendapat yang lebih kuat dalam mazhab ialah karena air musta'mal bukan lagi tergolobng air mutlak.

Pendapat ini dikuatkan oleh Imam an-Nawawi sebagaimana di kitabnya at-Tahqiq dan selainnya.

Pendapat lain mengatakan bahawa air musta'mal masih tergolong air mutlak, sedangkan larangan penggunaannya adalah ta'abudi (semata0mata penghambaan).

Pendapat kedua ini dipilih oleh ar-Rafi'i. (Al-Iqna' fi Halli Alfadzi Abi Syuja', hlm, 46)

Dalil Air Musta'mal Suci Namun Tidak Mensucikan

dalil yang menjadi dasar bawha air musta'mal itu zatnya suci adalah hadits Jabir radhiyallahu'anhu,

Artinya:

"Nabi sholallahu'alaihiwasallam menjengukku saat aku sedang sakit sampai tidak sadarkan diri, kemudian beliau berwudhu dan mengguyurkan air bekas wudhu beliau padaku." (HR. Bukhari no. 194 dan Muslim no. 1616)

Seandainya air musta'mal itu tidak suci, tidak mungkin Nabi sholallahu'alaihiwasallam mengguyurkannya pada Jabir radhiyallahu'anhu. (At-Tadzhib, hlm, 10; al-Fiqhu al-Manhajj 1/33)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved