Pukat UGM: Peretasan Terhadap Aktivis Anti Korupsi Bentuk Teror dan Ancaman Terhadap Demokrasi

Siapa pun pelaku teror ini jadi ancaman untuk demokrasi, kebebasan berpendapat dan upaya pemberantasan korupsi

Editor: Azwir Ahmad
Shutterstock
Ilustrasi peretas. 

SRIPOKU.COM, JAKARTA  - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai peretasan kepada sejumlah aktivis pemberantasan korupsi dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai wujud teror demokrasi dan upaya pemberantasan korupsi.

Pernyataan Zaenur ini menanggapi kasus peretasan yang dialami oleh penyidik senior Novel Baswedan dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko.

 "Siapa pun pelaku teror ini jadi ancaman untuk demokrasi, kebebasan berpendapat dan upaya pemberantasan korupsi," ungkap Zaenur pada Kompas.com, Jumat (21/5/2021).

Zaenur menerangkan, ada perbedaan pola peretasan yang  korbannya sebagai masyarakat biasa, sebagai aktivis, serta pegawai KPK.

Perbedaan itu, menurut Zaenur, peretasan yang dialami masyarakat biasanya terjadi karena ada unsur kelalaian dari korban dan terkait dengan upaya penipuan.

 "Kalau peretasan pada masyarakat, biasanya ada kelalaian di mana masyarakat tidak menetapkan two step verification," kata dia.

Sedangkan peretasan terhadap aktivis antikorupsi dan pegawai KPK, pola peretasan berjalan sistematis dan terkait dengan teror.

"Saya membedakan ini karena polanya sangat khas dan targetnya spesifik, tujuannya ingin menebar teror rasa takut," ujar Zaenur.

Namun Zaenur meminta agar para aktivis antikorupsi dan para pegawai KPK tidak takut dalam menghadapi peretasan itu.

Sebab, kata Zaenur, teror dengan peretasan itu dikatakan berhasil jika para aktivis antikorupsi dan pegawai KPK ketakutan dan tak lagi bersuara dengan kritis.

"Ini serangan pada gerakan antikorupsi di Indonesia dan ini harus menjadi alarm bagi aktivis antikorupsi dan pegawai KPK yang kritis untuk meningkatkan kewaspadaan diri," kata dia.

"Tapi tidak perlu takut, atau khawatir. Karena teror berhasil jika korbannya tak lagi menjadi kritis," ucap dia.

Sebelumnya, melalui akun Twitter pribadinya, penyidik senior KPK Novel Baswedan mengumumkan bahwa akun aplikasi Telegram miliknya dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko, telah diretas.

Dalam akun Twitter @nazaqistsha, Novel menyebut akun Telegram miliknya diretas pada pukul 20.22 WIB, dan akun Sujanarko pukul 20.31 WIB.

 "Pengumuman, akun telegram saya dibajak sejak pukul 20.22 WIB hari ini sehingga tidak lagi dibawah kendali saya," kicau Novel, Kamis malam.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved