Soal TWK Untuk Pegawai KPK Dinilai Ngawur & Tak Profesional, Jokowi Diminta Batalkan Hasil Tes

Salah satunya adalah Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Editor: adi kurniawan
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap salah satu anggota satuan tugas berinisial IGA. 

SRIPOKU.COM -- Hasil Tes Wawasan Kebangsaan bagi pegawai KPK menimbulkan raksi berbagai pihak.

Salah satunya adalah Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad menilai, sejumlah soal yang muncul di dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diikuti oleh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak profesional dan mengarah kepada ranah personal.

Pasalnya, di dalam proses TWK itu, muncul sejumlah pertanyaan seperti terkait dengan pilihan kenapa belum menikah, apakah melaksanakan Sholat Qunut, hingga tanggapan tentang penikahan beda agama.

“Pertanyaan-pertanyaan wawancara tidak terkait dengan wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, dan kompetensinya dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional dan mengarah kepada personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945,” jelas Rumadi dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas.com, Minggu (9/5/2021).

Rumadi menduga materi pertanyaan TWK digunakan untuk mengincar para pegawai KPK yang diwawancarai.

“Mencermati cerita-cerita dari pegawai KPK yang diwawancarai terkait cara, materi dan durasi waktu wawancara yang berbeda-beda tampak terdapat unsur kesengajaan untuk menargetkan pegawai KPK yang diwawancarai,” sambung dia.

Pada aspek inilah, Rumadi menyebut bahwa TWK lebih mirip dengan penelitian khusus yang dilakukan pada era Orde Baru.

“Di sinilah, wawancara TWK tampak sebagai screening atau litsus zaman Orde Baru atau mihnah pada masa khalifah abbasiyah, yakni ujian keyakinan yang ditujukan kepada para ulama, ahli hadis, dan ahli hukum sehubungan dengan permasalahan kemakhlukan al-Quran,” paparnya.

Baca juga: Kelompok Debt Collector Tak Berkutik Disergap TNI dan Polri Meski Garang Saat Bentak Tentara

Baca juga: Alasan Harus Meningkatkan Ibadah 10 Malam Terkahir Ramadhan, Ini Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah

Baca juga: Sosok Asisten Pelatih Baru Timnas Indonesia, Nova Arianto Ucapkan Selamat Datang

TWK akhirnya, lanjut Rumadi, digunakan untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK yang berseberangan dengan penguasa dan mengancam banyak pihak yang terlibat korupsi.

“Jika ini terjadi, maka ini adalah ancaman yang sangat serius terhadap pelemahan dan pelumpuhan KPK yang justru dilakukan oleh pihak internal KPK dan Pemerintah sendiri,” katanya.

Lebih lanjut, Rumadi mengatakan bahwa pelaksanaan TWK sebenarnya bisa dipahami untuk mencari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang nasionalis dan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.

Namun, jika sejumlah pertanyaannya justru mengarah pada aspek-aspek seksis dan diskriminatif maka ia meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan untuk mendalami temuan tersebut.

“Meminta kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran yang lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang diwawancarai,” ungkap Rumadi.

Baca juga: Kelompok Debt Collector Tak Berkutik Disergap TNI dan Polri Meski Garang Saat Bentak Tentara

Baca juga: Alasan Harus Meningkatkan Ibadah 10 Malam Terkahir Ramadhan, Ini Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah

Baca juga: Virus India B1617 di Palembang Lebih Bahaya, Hancurkan Antibodi dan Mutasi Ganda, Kenali 8 Gejalanya

Lakpesda Minda Jokowi Batalkan Hasil Tes

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk beralih menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Lakpesdam PBNU menilai bahwa pelaksanaan TWK tersebut cacat etik dan moral.

"Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK karena pelaksanaan TWK cacat etik, moral, dan melanggar hak asasi manusia (HAM) yang dilindungi UUD 1945," demikian pernyataan Lakpesdam PBNU dikutip dari siaran pers, Minggu (9/5/2021).

Dalam pernyataan yang ditandatangi Ketua Rumadi Ahmad dan Sekretaris Marzuki Wahid tersebut, Lakpesdam PBNU juga menilai bahwa penyelenggaraan tersebut bukan tes masuk menjadi ASN.

Lakpesdam PBNU menekankan, pegawai yang dites sudah lama bekerja di KPK dan terbukti memiliki kompetensi dalam pemberantasan korupsi.

Selain itu, mereka juga tengah menangani kasus-kasus korupsi besar yang sangat serius.

"Oleh karena itu, TWK tidak bisa dijadikan alat untuk mengeluarkan pegawai KPK yang sudah lama bergelut dalam pemberantasan korupsi," tulis pernyataan tersebut.

Selain kepada Presiden, Lakpesdam PBNU juga meminta Komisi Nasional HAM dan Komisi Nasional Perempuan mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang mengikuti tes.

Di samping itu, Lakpesdam PBNU meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengembalikan TWK untuk calon ASN sebagai uji nasionalisme dan komitmen bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Bukan sebagai screening dan litsus zaman orde baru atau mihnah zaman Khalifah Abbasyiyah," pernyataan lainnya tertulis.

Lebih lanjut, Lakpesdam PBNU mengajak masyarakat sipil terus mengawal dan menguatkan KPK dengan menjaga independensi mereka dari pengaruh-pengaruh eksternal yang akan melemahkan KPK.

"Kita butuh lembaga KPK yang independen, kompeten, dan loyal terhadap Pancasila dan UUD 1945 untuk memberantas musuh terbesar bangsa Indonesia, yaitu korupsi," tutup pernyataan tersebut.

KPK telah menerima hasil asesmen wawasan kebangsaan yang diikuti seluruh pegawainya sebagai bagian dari proses alih status menjai ASN. Hasil itu diterima dari BKN pada 27 April 2021.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti oleh 1.351 pegawai KPK, sebagai bagian dari alih status kepegawaian menjadi ASN.

Hasilnya, yang memenuhi syarat dan lolos TWK diketahui 1.274 orang.

"Yang tidak memenuhi syarat 75 orang atau TMS, pegawai yang tidak hadir sebanyak 2 orang," ucap Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/5/2021).

Direktur Sosialiasasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK, Giri Supradpdiono menyebut bahwa sejumlah pegawai KPK yang tak lolos saat ini diketahui sedang mengungkapkan sejumlah kasus besar.

Seperti penyidik senior Novel Baswedan yang sedang terlibat dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan penyidik Andre Nainggolan yang menangani perkara korupsi dana bantuan sosial (bansos).

Giri juga mengatakan bahwa 9 pegawai KPK yang tidak lolos menduduki jabatan sebagai kepala satuan tugas (Kasatgas).

Polemik terkait dengan hasil TWK saat ini, lanjut Giri, akan berpengaruh dalam upaya penanganan kasus-kasus korupsi yang saat ini sedang dijalani oleh KPK.

“Tapi saya yakin dengan common sense yang ada dari 9 Kasatgas yang ada pasti membahayakan kelangsungan dan penanganan kasus tersebut,” jelas Giri, Sabtu (8/5/2021).

Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan, KPK akan menyampaikan keputusan atas nasib 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) usai mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK).

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, pimpinan KPK akan menyampaikan keputusan tersebut kepada orang yang bersangkutan.

“Kebijakan terhadap 75 TMS akan disampaikan langsung oleh pimpinan KPK kepada yang bersangkutan,” ucap Bima kepada Kompas.com, Jumat (7/5/2021).

Bima menegaskan, keputusan itu akan disampaikan setelah KPK berkoordinasi dengan BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Menurut dia, keputusan itu akan disampaikan dalam waktu dekat.

“Dalam waktu dekat pimpinan KPK yang akan menjelaskan setelah berkoordinasi dengan Kemenpan (RB) dan BKN,” ujarnya.

Lebih lanjut Bima menuturkan, hasil TWK sudah jelas menyimpulkan ada pegawai yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS).

“Keputusannya sudah jelas yang MS dan TMS. Itu hasil test IMB68 yang valid,” tuturnya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved