Penggerebekan Kampung Narkoba

Mengapa Ada Kampung Narkoba di Kawasan Tangga Buntung Palembang, Ini Pandangan Pengamat Sosial

"Telah lama tercium di tengah publik kota ini bahwa di sekitar Tangga Buntung menjadi basis penyebaran barang terlarang dan haram narkoba,"

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Refly Permana
Sripoku.com
Sejumlah warga memilih menyebur ke sungai Musi demi menghindari dari kejaran polisi sesaat setelah penggerebekan di kampung Narkoba Tangga Buntung, Minggu (11/4/2021). 

Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Anggota gabungan dari Polda Sumsel, Polrestabes Palembang, hingga Sat Brimob Polda Sumsel baru saja menggerebek kawasan yang dianggap sebaga kampung narkoba.

Dari penggerebakan ini, anggota gabungan mengamankan setidaknya 65 warga, dimana dua di antaranya diketahui sebagai bandar.

Lantas, mengapa bisa kampung narkoba ada di Tangga Buntung?

Pengamat Sosial Politik, Drs Bagindo Togar Butar Butar, mengapresiasi langkah berani yang dilakukan aparat penggerebekan kampung narkoba di Tangga Buntung Palembang yang sebetulnya sudah lama tercium publik.

Mutasi di Polres OKU, Jabatan Wakapolres Kini Dijabat Mantan Perwira di Ditlantas Polda Sumsel

"Telah lama tercium di tengah publik kota ini bahwa di sekitar Tangga Buntung menjadi basis penyebaran barang terlarang dan haram narkoba.

Wilayah padat penduduk, bahwa dulunya dikenal sebagai slum area yang dominan bermukim kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah," ungkap Bagindo kepada Sripoku.com.

Akhirnya pihak kepolisian kota ini bertindak cepat, massif, dan tegas juga melakukan penggrebekan di wilayah tersebut, hasilnya lumayan, puluhan warga dan barang bukti berhasil diamankan.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijayapost di bawah ini:

Tetapi di sisi lain, kata Bagindo yang terkesan berbeda atas market atau konsumen barang perusak moral juga kesehatan di provinsi ini, terkhusus di Kota Palembang, didominasi oleh kelas sosial menengah ke bawah, yang secara ekonomi, perkiraan sekitar 70 persen berpenghasilan tergolong "pas-pasan".

Padahal, harga barang terlarang ini sungguh sangat mahal, hitungan standar yang dipergunakan adalah gram, harganya nyaris jutaan rupiah per gramnya, yang  dipergunakan hanya untuk 2 - 3 kali pakai. 

Nangis Ceritakan Masa Lalu, Ini Kisah Lucinta Luna Wujud Asli Terbongkar Tarif Termahalnya 300 Juta

Biasanya bagi pemakai atau pecandu sabu atau sejenisnya rata rata bisa 3-5 gram per minggu atau sekitar 10-15 gram per bulannya.

Butuh biaya sekitar lebih kurang sekitar Rp 10 juta per bulan agar bisa mengkonsumsinya, dana yang cukup besar untuk kebutuhan yang tak berfaedah juga sia sia. 

"Sungguh sangat ironis, terlebih lagi segmentasi pemasarannya adalah  masyarakat yang berstatus sosial ekonomi kelas menengah ke bawah. Sangat memprihatinkan," beber mantan Ketua Ikatan Alumni Fisip Unsri ini.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved