Berita Palembang
FAKTA Terbaru di Pulau Kemaro Palembang, Pada Tahun 1971 Masih Ditemukan Tulisan Huruf Arab Melayu
Tim pencari fakta Pulau Kemaro Palembang kembali menggali sejarah dan fakta yang selama ini mungkin tidak banyak diketahui publik.
Penulis: maya citra rosa | Editor: Welly Hadinata
Laporan wartawan Sripoku.com, Maya Citra Rosa
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Tim pencari fakta Pulau Kemaro Palembang kembali menggali sejarah dan fakta yang selama ini mungkin tidak banyak diketahui publik.
Hal tersebut dilakukan, setelah adanya rencana pemerintah kota Palembang untuk mengembangkan Pulau Kemaro sebagai destinasi ekowisata terbaru.
Dalam pencarian fakta tersebut, tim pencari fakta Pulau Kemaro di pimpin Ahmad Dailami didampingi budayawan kota Palembang Vebri Al Lintani, sejarawan kota Palembang Kemas Ari Panji, Azim Amin sebagai Zuriat Saudagar Yu Ching 3-4 Ulu, Ketua Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Sumsel Yanti Muchtar, Muhamad Rustam dari Forum Pariwisata dan Kebudayaan (Forwida) Sumsel, dan Mang Dayat dari Youtuber.
Penggalian fakta teraebut berbuah hasil, tim pencari fakta mendapati beberapa fakta baru yang ditemukan di Pulau Kemaro.
Menurut Juru Kunci Kelenteng Yayasan Topekong Kramat Pulau Kemaro, Burhan, selama ini ada dua agama yang ada dan berdampingan selama ini di Pulau Kemaro, yaitu Islam dan Budha.
Ternyata selama ini orang yang berziarah bukan hanya dari agama Budha, namun orang Islam juga berziarah dengan membacakan Al-fatihah dan doa.
“Kalau muslim yang datang kesini baca al Fatihah dan mengirim doa, kalau yang budha kan jelas pasang garu semuanya dia pasang,” ujarnya, Sabtu (15/3/2021).

Baca juga: Asal Usul Pulau Kemaro, Legenda Cinta Siti Fatimah dan Saudagar Kaya di Bulan Purnama Cap Go Meh
Baca juga: Identik dengan Cina, Harnojoyo Pastikan Revitalisasi Pulau Kemaro Tetap Bercirikan Budaya Palembang
Baca juga: Dzuriyat Kiyai Marogan Mengklaim Pemilik Tanah Pulau Kemaro, Harnojoyo: Selesaikan Lewat Pengadilan
Hal ini karena terdapat hikayat mengenai Siti Fatimau dan Tan Bun An yang melekat dengan Pulau Kemaro, yang hingga kini cerita tersebut sangat terkenal.
“Makam Siti Fatimah dan Tan Bun An itu dua-duanya muslim, ada lagi kalau makam kiri kanannya itu makam dayang dan pengawalnya,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya kelenteng tersebut dibangun saat orangtuanya masuk Pulau Kemaro pada tahun 1947.
Saat itu sudah ada bentuk kelenteng cuma dulu terbuat dari kayu lalu di permanenkan Tahun 1960 dan selesai Tahun 1962, kemudian dipugar pada tahun 2010 sampai sekarang.
“Memang dulu ada tulisan arab melayu tapi artinya tetap tidak dihilangkan, tapi Yayasan Topekong Kramat Pulau Kemaro dan tahun 1975, 1976 diubah huruf arab melayunya saran dari Departemen Agama, mereka bilang ini bukan masjid tapi Kelenteng, jangan sampai disangka orang ini masjid, Kelenteng ini,” katanya.
Burhan mengaku berada di Pulau Kemaro sejak 1969 sejak diboyong orangtuanya ke Pulau Kemaro.
Pada waktu itu umurnya dua tahun, dia dilahirkan di kawasan 16 Ilir, tapi orang tuanya tahun 1947 sudah berada di Pulau Kemaro.