Kudeta Militer Myanmar
PELURU Aparat tak Bermata, WNA Diminta Angkat Kaki: Kerusuhan Myanmar Kini Bak Medan Pembantaian
Inggris mendesak warganya pada hari Jumat (12/3/2021) untuk meninggalkan Myanmar
Milter Myanmar juga dianggap menggunakan kekuatan mematikan dalam menghadapi para pemrotes pada pekan-pekan terakhir.
Berdasarkan bukti ini, walaupun pasukan keamanan juga menerapkan taktik tidak mematikan terhadap pendemo, mereka disebutkan meningkatkan penggunaan senjata untuk digunakan dalam medan perang.
Milter Myanmar juga dianggap menggunakan kekuatan mematikan dalam menghadapi para pemrotes pada pekan-pekan terakhir.
Dalam satu video, seorang anggota Tatmadaw di Dawei terlihat meminjamkan senapannya kepada seorang petugas polisi yang ditempatkan di sampingnya.
Aparat polisi itu lantas berjongkok, membidik dan menembak, dan disambut sorak-sorai anggota lainnya di sekitarnya.
Beberapa pengunjuk rasa di Yangon, kota terbesar di Myanmar, telah mengkonfirmasi kepada BBC bahwa mereka telah melihat aparat militer menembakkan peluru tajam ke arah kerumunan demonstran, yang menyebabkan kematian dan cedera.
Amnesty mengatakan militer telah menggunakan berbagai senjata di berbagai aksi protes — dari senapan sniper hingga uzi. Terkadang mereka memuntahkan pelurunya tanpa pandang bulu.
Satu potongan video memperlihatkan pasukan keamanan di kota Mawlamyine mengendarai truk dan diduga menembakkan peluru tajam secara acak, termasuk yang diarahkan ke beberapa rumah.
Baca juga: Link Live Streaming Lamaran Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar Sabtu 13 Maret Pukul 12.30 WIB
Sejumlah warga Yangon, yang tidak terlibat dalam aksi protes, juga mengatakan kepada BBC bahwa rumah mereka telah ditembaki oleh pasukan keamanan.
Amnesti juga mengungkapkan keprihatinannya perihal penempatan unit militer yang sebelumnya diduga terlibat dalam kejahatan perang terhadap komunitas etnis seperti Rohingya.
"Mereka adalah anggota militer dan komandan yang memiliki catatan sangat buruk dan mengkhawatirkan dalam hal pertempuran militer.
"Penempatan mereka untuk melatih aparat kepolisian merupakan kesalahan," kata Joanne Mariner, salah-seorang pimpinan Amnesty.
Amnesty mengatakan militer telah menggunakan berbagai senjata di berbagai aksi protes — dari senapan sniper hingga uzi.
Terkadang mereka memuntahkan pelurunya tanpa pandang bulu.
"Jelas sekali militer tidak setuju dengan apa yang disuarakan pelaku protes, tetapi di bawah hukum internasional mereka memiliki hak untuk mengungkapkan pandangan mereka secara damai," tambahnya.