Ogah Keluar Dari Program PKH, Ada Penerima Bansos Terbilang Keluarga Mampu
Tetangga saya kaya masih dapat, sementara kami yang tidak mampu sudah mengajukan tidak dapat.
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Azwir Ahmad
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Sejak pandemi Covid-19 terjadi bantuan sosial untuk masyarakat tak henti dikucurkan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Daerah ataupun pusat. Ini cukup membantu bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 yang terjadi satu tahun terakhir.
Mulai dari Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan subsidi bagi pekerja dan masih banyak lagi.
Namun sayangnya, ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang serba sulit, sejumlah penerima program bantuan yang telah cukup lama semisal PKH enggan untuk graduasi atau keluar sebagai penerima bantuan.
Padahal, kondisi mereka sudah jauh lebih baik jika dan bisa dikatakan perekonomiannya mapan dibandingkan penerima PKH lainnya.
Para penerima PKH yang masuk dalam kategori mampu ini tidak mau keluar karena memanfaatkan persyaratan seperti anak sekolah, memiliki lansia hingga merawat keluarga difabel.
Seperti diungkapkan oleh LS. Salah seorang penerima PKH yang memiliki usaha konter.
Meski ia memiliki dua petak kios yang disewakan untuk usaha konter dan punya rumah yang layak, namun ia tetap mendapatkan PKH dengan alasan masih menanggung orangtuanya atau lansia di rumah.
"Memang kalau dilihat saya mampu, tetapi bantuan itu untuk ibu saya. Sesuai pendataan dari pemerintah setempat kami dinyatakan layak dapat," katanya, Selasa (9/3).
Diakuinya, meski masuk dalam kategori mampu wanita berhijab ini enggan keluar dari program PKH. Karena bantuan yang diterima benar-benar dimanfaatkan untuk sang ibunda bukan digunakan untuk kepentingan pribadinya.
Untuk nominal uang yang didapat pun LS mengaku tidak terlalu besar yakni
Rp 2,4 juta pertahun yang dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Dana tersebut ia gunakan keperluan sehari-hari ibunya.
"Tetap kita yang menanggung orangtua, tetapi kalau ada bantuan ya alhamdulilah. Bukannya enggan keluar, karena uang ini memang dimanfaatkan untuk ibu, bukan saya," tegas LS.
Tak sampai disitu, fakta lapangan juga masih ditemui warga mampu yang ngotot untuk minta dimasukkan ke dalam daftar penerima bantuan sosial, yang mereka ajukan melalui RT setempat.
Seperti yang terjadi di pada salah seorang warga WI, yang tinggal di Kawasan Silaberanti, Plaju Palembang.
Ia menceritakan bahwa sudah berulang kali mengajukan diri agar bisa mendapatkan bantuan sosial, termasuk pengajuan untuk UMKM senilai Rp 2,4 juta lantaran ia memiliki usaha kuliner. Dari pantauan, kondisi rumah ibu tiga orang anak itu juga bisa dikatakan baik dan permanen dua lantai.
"Ya kan saya punya juga usaha masa saya tidak terima bantuan UMKM dari pemerintah, tiap kali mengajukan diri selalu tak digubris oleh RT. Saya juga punya usaha yang sejak pandemi ini juga ikut terdampak karena sepi pembeli," ujarnya.
