Covid 19
China Luncurkan Paspor Virus Bisa Diperoleh via Aplikasi WeChat
Pemerintah China meluncurkan program sertifikasi kesehatan bagi wisatawan domestik. Warga yang telah memperoleh vaksin, diberikan "paspor virus"
SRIPOKU.COM --- China telah meluncurkan program sertifikat kesehatan untuk pariwisata domestik. Warga negara yang telah menjalani vaksin memperoleh "paspor virus".
Negeri "tirai bambu" ini akan menjadi negara pencetus pertama kalinya di dunia dalam pembuatan "paspor virus".
'Paspor Virus' bisa diperoleh melalui program platform aplikasi media sosial WeChat yang menyediakan sertifikat digital untuk menunjukan status terkait vaksinasi pengguna dan hasil tes virus.
Baca juga: Indonesia Jadi Pusat Produksi Vaksin Covid-19 di Asia Tenggara, Ini Komentar DPR RI
Baca juga: Pejabat Kementerian Pakai Sepeda Mewah Brompton, Hasil Korupsi Bansos Covid-19
Jurubicara Kementerian Luar Negeri China, Selasa (09/03/2021) mengungkapkan, sertifikat ini diluncurkan untuk mendorong pemulihan ekonomi dunia dan memfasilitasi perjalanan lintas negara.
Namun demikian, sertifikat kesehatan internasional saat ini hanya tersedia bagi warga negara China, dan belum berlaku menyeluruh.
Sertifikat ini juga tersedia dalam bentuk kertas, dengan sebutan yang sama sebagai "paspor virus". Selain China, Amerika Serikat dan Inggris termasuk di antara negara yang saat ini mempertimbangkan pembuatan "paspor virus".
Uni Eropa sedang mengerjakan vaksin "izin masuk hijau" yang memungkinkan warganya melakukan perjalanan ke luar negeri. Program China ini mencakup kode QR terenkripsi yang memungkinkan setiap negara memperoleh informasi kesehatan seorang wisatawan.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Dijual di Pasar Gelap, Polri Diminta Waspadi Sindikat Global Vaksin Palsu
"Kode kesehatan QR" dalam WeChat dan aplikasi ponsel cerdas China lainnya, sudah dapat masuk ke transportasi domestik dan tempat lainnya di China.
Aplikasi ini dapat melacak lokasi pengguna dan menghasilkan kode "hijau" apabila kesehatan pengguna tersebut dinyatakan baik.
Selain kode "hijau", data paspor akan mendeteksi pengguna yang melakukan kontak dekat dengan seseorang yang memiliki kasus yang dikonfirmasi terkena virus.
Di sisi lain, aplikasi tersebut memicu kekhawatiran privasi dan kekhawatiran warga China akan diawasi pemerintah.
Sementara itu di AS, maskapai penerbangan dan grup bisnis terkemuka, telah meminta pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mengembangkan kredensial sementara untuk dunia pariwisata.
Warga yang telah diuji dan menjalani divaksinasi Covid-19, diberikan sertifikat kesehatan. Industri penerbangan meyakini langkah itu akan membantu menghidupkan kembali perjalanan.
"Sangat penting untuk menetapkan pedoman yang seragam dan AS, harus menjadi pemimpin dalam perkembangan ini," tulis surat dari gabungan grup penerbangan yang dituju untuk koordinator tanggapan virus korona Gedung Putih, Jeff Zients.
Grup tersebut termasuk organisasi perdagangan penerbangan utama AS dan internasional, serikat maskapai penerbangan, dan Kamar Dagang AS.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Penerbangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat ini sedang mengerjakan jenis informasi yang akan disertakan dalam kredensial.
Kredensial merupakan bagian dari dokumen yang merinci kualifikasi, kompetensi, atau otoritas yang dikeluarkan untuk seseorang.
Kompetensi ini diberikan pihak ketiga yang memiliki otoritas yang relevan atau kompetensi. Industri penerbangan percaya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) akan mengambil peran utama, untuk meningkatkan informasi dalam kredensial itu valid.
Namun demikian, badan kesehatan tetap menganjurkan agar tidak bepergian.
“Setiap kali ada lonjakan dalam perjalanan, kami mengalami lonjakan kasus di negara ini,” kata Direktur CDC, Dr Rochelle Walensky.
Banyak varian Covid-19 yang kini menyebar di AS, dimulai di negara lain, tambah Walensky. Namun, dia mengemukakan kemungkinan bahwa dengan lebih banyak data CDC akan segera menyetujui perjalanan oleh orang yang divaksinasi.
Maskapai penerbangan mengandalkan vaksinasi untuk meningkatkan perjalanan, dan "paspor virus" dinilai dapat membantu penerbangan internasional.
Indonesia Belum Bisa
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyebut, ide paspor virus masih jauh dari keperluan mendasar yang dibutuhkan bagi Indonesia.
"Persoalan kita di Indonesia adalah masih persoalan mendasar, yaitu penerapan 3T, 5M dan vaksinasi. Jangan sampai keinginan dan cita-cita yang terlalu jauh ini malah mengacaukan dan atau menghambat pelaksanaan 3 hal mendasar tadi," kata Mufida.
Ia mengingatkan, momen satu tahun pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini, penanganan penyebaran Covid-19 belum dapat dikatakan berhasil.
Menurut Mufida, kemampuan 3T oleh pemerintah, dinilai masih rendah. Penurunan jumlah kasus yang saat ini tercatat, diduga bukan dikarenakan sudah terkendalinya penyebaran virus ini, akan tetapi lebih kepada penurunan jumlah tes yang dilakukan.
Mufida menekankan capaian vaksinasi di Tanah Air juga masih rendah dan masih jauh dibawah target yang ditentukan sendiri oleh Pemerintah.
"Karena itu, saya berpesan, janganlah kita disibukan dengan hal-hal lain dan melupakan serta menunda hal-hal yang mendasar," kata dia.
Mufida mengatakan, paspor virus ini perlu dikaji lebih mendalam dan serius. Dengan menerapkan paspor ini, artinya akan banyak perjalanan keluar masuk Indonesia.
"Jangan sampai Indonesia mengalami gelombang ke-2, ke-3 dan bahkan tsunami karena kebijakan yang belum tuntas dilaksanakan sudah terganggu dengan kebijakan yang kurang memperhatikan kebutuhan penjaminan kesehatan diatas ekonomi," katanya. .
Mufida berpesan jika pemerintah sepakat salah satu upaya pengendalian Covid-19 adalah 3T, disiplin prokes dan vaksinasi, maka lakukan tiga upaya tersebut dengan sebaik-baiknya, sebanyak-banyaknya untuk masyarakat Indonesia.
"Dengan catatan besar harus gratis serta jangan lupa untuk tetap melakukan sosialisasi vaksin, agar kelompok masyarakat yang masih ragu dan mungkin menolak bisa teredukasi," jelasnya.
Sekedar mengingatkan, sebelumnya pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah menyampaikan pemerintah berencana menerbitkan 'e-sertifikat vaksin'.
Lewat e-sertifikat vaksin ini akan terdata siapa saja yang telah menerima dan selesai divaksinasi. Akan tetapi saat ini peraturan dan teknis atas serifikat ini belum dikeluarkan sehingga belum diketahui mekanisme yang ditentukan oleh pemerintah.
Selain manfaat untuk pemantauan, sertifikasi vaksin ini juga menyimpan berbagai permasalahan seperti potensi kebocoran data peserta sebagai bagian dari dokumen pasien kesehatan.
"Jangan sampai terjadi kebocoran atas pasien ini yang akn berpotensi melanggar UU. Selain itu, jangan juga dengan sertifikasi vakin ini, masyarakat menjadi 'yakin' bahwa dia telah bebas Covid, ingat bahwa setelah divaksin bukan berarti bebas dari Covid, baik sebagai pasien maupun sebagai carrier, tetap harus mematuhi dan protokol Kesehatan tanpa kecuali," kata Menkes beberapa waktu lalu. (Tribun Network/dit/vio/businesstimes/wly)