Gulo Puan, Makanan Bangsawan yang Sering Dilupakan

Umumnya pelanggan panganan manis yang berbahan dasar susu kerbau dan gula merah (aren) ini adalah anak-anak yang membeli dalam porsi kecil sendokan

Editor: aminuddin
SRIPOKU.COM/YULIANI
Ilustrasi. Salah satu kelompok tani menunjukkan produk gulo puan dalam kontes kerbau Pampangan, Rabu (28/9/2016). 

SRPOKU.COM, PALEMBANG - KULINER khas Palembang, Gulo Puan memang tidak sepopuler pempek, tekwan, model dan burgo atau laksan. 

Hal ini disebabkan  Gulo Puan sendiri sudah mulai langka karena bahan bakunya yang sulit ditemukan.

Gulo puan biasanya dinikmati untuk campuran minum kopi, teh atau olesan roti serta pisang goreng.

Gulo Puan yang diolah secara tradisional ini sangat sulit ditemukan dan harganya mahal.

Wabah Covid-19 yang dimulai sekitar bulan Maret telah melumpuhkan gerak sosial budaya dan ekonomi.

Banyak profesi yang terhenti, termasuk kegiatan kesenian pertunjukan dan pameran.

Sudah tentu ini berdampak kepada para pekerja seni dan budaya.

Namun, Tuhan selalu menyediakan hikmah di balik kesulitan.

Manusia menggunakan keimanan dan akalnya untuk mencari hikmah di balik kesulitan agar tetap hidup berkelanjutan (survival).

Begitulah yang dialami oleh seorang seniman di Palembang, Vebri Al Lintani. 

Setelah terkurung di rumah selama satu bulan, Vebri bersama anak bungsunya, Ilmi Aliefya Assofi (19) mendirikan kedai Matolang (sebutan singkat mato elang).

Awalnya menjual kopi robusta Pagaralam.

Vebri bersyukur, kopi robusta Pagaralam diminati  oleh para sahabatnya dan sampai saat ini masih menjadi langganan. 

Selain itu, Vebri mencoba menjual “Gulo Puan” produk khas dari Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Ternyata, cukup banyak peminat.  

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved